News  

Mendag Lutfi Kecewa Produsen Minyak Goreng Tak Penuhi Komitmen Bikin Murah Harga Minyak Goreng

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi kesal dengan sikap produsen minyak goreng yang tidak memenuhi komitmennya membuat harga komoditas tersebut menjadi murah sebesar Rp 14 ribu per liter.

Awalnya, Lufti menjelaskan kenaikan harga minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) di dunia karena kebijakan pemerintah Indonesia menerapkan B30 atau pencampuran 30 persen Biodiesel dengan 70 persen bahan bakar minyak jenis Solar.

“Yang buat harga CPO tinggi itu adalah ya Republik Indonesia, dengan cara penghasil terbesar di dunia, kita bikin namanya B30. Jadi harga loncat di dunia,” kata Lutfi saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (31/1/2022).

Menurutnya, kenaikan harga CPO sebenarnya sangat menguntungkan orang Indonesia, karena ekspor komoditas tersebut pada tahun lalu mencapai 32,83 miliar dolar AS.

“Jadi kebijakan ini yang ngerjain kita sendiri. Makanya waktu saya ingin mengambil tindakan-tindakan, kami pelan-pelan,” ucap Lufti.

Meski untuk perdagangan ekspor Indonesia sangat baik, namun harga minyak goreng di dalam negeri mengalami peningkatan signifikan pada tahun lalu hingga saat ini.

Sehingga, Lufti pun pada tahun lalu meminta produsen minyak goreng untuk menyediakan minyak goreng murah sebanyak 11 juta liter.

Tetapi, kata Lutfi, dari komitmen 11 juta liter minyak goreng yang akan disediakan produsen, nyatanya hanya 5 juta liter saja yang dikerjakan.

“Oh gitu ya, tak naikin kemasaan sederhana mesti Rp 14 ribu per liter. Itu yang datang mestinya 1,2 juta, yang datang hanya 300 ribu,” ucap Lutfi.

Tidak dipenuhinya komitmen tersebut, membuat Lufti mengeluarkan kebijakan baru terkait domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO).

Lufti juga menetapkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng yang wajib dijalankan pada 1 Februari 2022.

“Ya sudah kalau begini kejadiannya, kami sekarang dari hulu sampai hilir. Jadi harganya yang hijau naik itu, saya paksa untuk turun balik hijau di bawah. Artinya kebutuhan dalam negeri itu cuman 5,6 juta kilo liter, sebenarnya cuman 10 persen dari pada hasil CPO kita,” paparnya.

“Karena mereka tidak kerjakan (komitmennya), jadi saya kerjakan. Pokoknya kamu tidak kasih DMO 20 persen, dia tidak dikasih izin ekspor,” sambung Lufti. {tribun}