Kebijakan pemerintah mengharuskan Kartu BPJS Kesehatan sebagai syarat urus layanan publik mendapat sorotan. Aturan yang tertuang dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2022 ini dinilai merugikan masyarakat.
Wakil Ketua Komisi II Luqman Hakim menilai bahwa kepesertaan BPJS Kesehatan semestinya tidak punya keterkaitan dengan pengurusan administrasi seperti surat tanah, SIM, hingga STNK.
“Aturan yang memaksa rakyat menjadi peserta BPJS Kesehatan dengan menjadikan syarat dalam layanan pertanahan, merupakan bagian dari praktik kekuasaan yang konyol, irasional, dan sewenang-wenang. Apa hubungannya antara jual beli tanah dengan BPJS Kesehatan?” ujar Luqman seperti dikutip dari keterangan resminya, Minggu (20/2).
Hal yang sama juga disampaikan oleh anggota Komisi II fraksi Demokrat, Anwar Hafid. Meski ia mendukung bila tujuan regulasi tersebut memastikan akses jaminan kesehatan bisa berjalan maksimal, Anwar mengingatkan agar kehadiran aturan ini tidak lantas memberatkan masyarakat.
“Jangan sampai kehadiran syarat tersebut justru menjadi kendala bagi rakyat kita, terutama yang tidak mampu dan belum ter-cover oleh jaminan sosial yang ditanggung pemerintah,” tuturnya.
Sementara anggota Komisi II dari PKS, Mardani Ali Sera, menekankan agar pemerintah tidak membebankan masalah BPJS Kesehatan pada masyarakat atau kementerian dan lembaga. Aturan tersebut dinilai mempersulit proses bisnis dan bertentangan dengan sejumlah kebijakan pemerintah.
“Kasihan masyarakat mesti menanggung beban yang tidak seharusnya. Dan akan diterapkan pada 1 Maret akan lebih berat lagi,” pungkasnya. {kumparan}