News  

BEM UI: Pak Jokowi, Rakyatmu Terbunuh Akibat Minyak Goreng

Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) mengkritik kebijakan pemerintah dalam menghadapi krisis minyak goreng. Mereka menilai pemerintah telah gagal menangani masalah salah satu komponen bahan pokok ini.

“Pak Jokowi, rakyatmu terbunuh akibat minyak goreng,” demikian bunyi keterangan BEM UI sebagaimana disampaikan lewat akun Instagramnya, didapatkan detikcom dari Ketua BEM UI, Bayu Satria Utomo, Senin (21/3/2022).

BEM UI menyinggung ada warga yang meninggal dunia saat mengantre minyak goreng. Dalam catatan berita detikcom, peristiwa itu terjadi di Berau Kalimantan Timur, dialami oleh ibu-ibu bernama Sandra (41).

Dia terjatuh saat baru mengantre 10 menit di Jl Kampung Cina, Kecamatan Teluk Bayur, Sabtu (12/3) pagi, dan meninggal dunia di perjalanan menuju ke rumah sakit.

Ada lagi Rita Riyani (49) yang meninggal dunia, diduga karena kelelhana berburu minyak goreng. Dia meninggal dunia di RSUD AW Syahranie, Samarinda, Selasa (15/3).

“Krisis minyak goreng yang melanda Indonesia beberapa waktu ke belakang ternyata menyisakan cerita duka yang menyayat hati. Bagaimana tidak? Setidaknya ada dua orang yang meninggal dunia setelah mengantre berjam-jam di pasar ritel hanya untuk mendapatkan minyak goreng.

Namun amat disayangkan, pemerintah seakan-akan menutup mata terhadap krisis minyak goreng yang telah menelan korban jiwa ini dengan inkonsistensi dan ketidakseriusan dalam membuat kebijakan,” tutur BEM UI.

Menurut amatan BEM UI, kelangkaan minyak goreng sudah dimulai saat 2021, yakni saat dunia sedang memulihkan diri dari pandemi COVID-19. Saat itu, harga minyak sawit mentah (CPO) dunia naik. Hasil produksi sawit diindonesia kemudian tertarik untuk mencukupi kebutuhan dunia lewat ekspor.

Pada 26 Januari 2022, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) Minyak Goreng Sawit.

Ditetapkanlah harga minyak goreng curah Rp 11.500,00 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500,00 per liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp 14.000,00 per liter.

Ternyata, aturan HET itu tidak mampu menahan lonjakan harga. Kelangkaan minyak goreng justru terjadi lantaran pedagang dilema menjual minyak goreng sesuai HET yang di bawah harga pasar itu.

16 Maret, HET itu justru dicabut lewat pencabutan Permendag Nomor 6 Tahun 2022. Harga minyak goreng diserahkan ke mekanisme pasar.

“Pencabutan peraturan ini adalah langkah menyerahnya pemerintah kepada penimbun minyak goreng dan angkat tangan terhadap persoalan ini,” kata BEM UI.

Usai HET dicabut, stok minyak goreng membanjiri pasaran, namun tentu saja harga minyak goreng mahal. “Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah telah gagal melakukan pengawasan trhadap penimbunan minyak goreng yang selama ini terjadi selama kelangkaan minyak goreng di pasaran,” kata BEM UI.

BEM UI menilai Mendag Lutfi sempat menyalahkan masyarakat atas kelangkaan minyak goreng di pasaran, lewat pernyataannya pada 12 Maret 2022. Saat itu, Mendag Lutfi menyampaikan imbauan agar masyarakat tidak perlu panic buying, beli secukupnya saja.

“Tentunya, pernyataan minim empati seperti ini sangat disayangkan keluar dari mulut seorang pejabat negara di tengah krisis minyak goreng. Masyarakat yang sebenarnya tidak memiliki akses untuk membeli minyak goreng karena adanya kelangkaan barang di pasaran, justru dituduh sebagai pelaku utama penimbunan,” kata BEM UI.

Di sisi lain, justru partai-partai malah melakukan operasi pasar. Entah dapat dari mana minyak goreng yang mereka salurkan ke masyarakat lewat operasi pasar. BEM SI menilai ini sebagai ironi.

Perkembangan terakhir, harga minyak goreng melejit dan masyarakat menjerit. Berdasarkan catatan detikcom, harga minyak goreng bahkan sempat mencapai Rp 26 ribu per liter. Masih pula ada pernyataan minim empati, menurut BEM UI, meluncur dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Pernyataan Megawati sempat viral soal kenapa ibu-ibu hanya menggoreng dan tidak merebus, mengukus, atau merujak. Ada pula pernyataan Mendag Lutfi yang menyatakan tidak bisa melawan mafia.

BEM UI khawatir krisis seperti ini bisa terulang di waktu mendatang apabila sikap seperti inilah yang dilakukan pemerintah untuk menghadapi gejolak ekonomi. Pemerintah dinilai angkat tangan lewat pencabutan HET itu.

“Banjirnya stok minyak goreng setelah dicabutnya HET minyak goreng kemasan juga menjadikan indikasi bahwa pemerintah telah gagal melakukan pengawasan terhadap penimbunan minyak goreng yang selama ini terjadi selama kelangkaan minyak goreng di pasaran,” kata BEM UI. {detik}