News  

Sentil Kominfo Soal e-Voting di Pemilu, Pakar Siber: Kertas Saja Bisa Dicurangi, Apalagi e-Voting?

Peneliti Keamanan Siber, Teguh Aprianto mengkritik usulan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk melakukan pemilihan umum dengan cara digital atau E-Voting.

Teguh mengatakan pemilu digital menjadi ancaman bagi demokrasi jika dikaitkan dengan keamanan siber, terlebih hal ini diusulkan oleh Kementerian yang selama ini kerap kebingungan ketika menghadapi serangan siber.

“E-voting itu ancaman bagi demokrasi jika dikaitkan dengan keamanan. Apa lagi dijalankan di negara yang korup. Terlebih ide ini diusulkan oleh Kementerian yang selama ini suka kebingungan sendiri ketika berhadapan dengan insiden keamanan siber,” ujar Teguh lewat akun Twitter pribadinya, Rabu (23/3).

Teguh mengklaim, data pemilih di Indonesia dari dulu bermasalah dan selama ini selalu dimanfaatkan untuk berbagai kecurangan. “Yang pakai kertas saja bisa dicurangi, apa lagi e-voting?” ungkapnya.

Sebagai contoh, Teguh mengatakan Pilkada Nabire tahun 2020 sempat dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, dan diminta untuk melakukan pemilihan ulang.

Hal itu disebut Teguh lantaran terdapat selisih antara jumlah daftar pemilih tetap (DPT) dengan total keseluruhan jumlah penduduk.

Ketika merujuk negara Estonia sebagai sebagai contoh negara yang sudah melaksanakan E-Voting, Teguh menganjurkan Kemenkominfo untuk mengunjungi terlebih dahulu situs E-Voting milik negara Baltik tersebut.

“Ketika menjadikan Estonia sebagai rujukan, sebaiknya kunjungi estoniaevoting.org dulu,” tuturnya.

Sebelumnya Menteri Kominfo Johnny G Plate mengusulkan pemungutan suara lewat internet pada Pemilu 2024. Hal itu ia sampaikan dalam Rapat Koordinasi Digitalisasi Pemilu yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Johnny menargetkan seluruh desa atau kelurahan di Indonesia telah tersambung internet 4G. Dia menilai hal itu menjadi modal besar bagi KPU untuk melakukan digitalisasi pemilu.

Politikus Partai Nasdem itu berkata pemungutan suara via internet bukan hal baru. Estonia disebut Johnny, telah mulai menggunakannya sejak tahun 2005. {cnn}