News  

ICMI Minta Ma’ruf Amin Nonaktif dari Ketum Dari MUI

ICMI Minta Ma'ruf Amin Nonaktif Ketum Dari MUI Radar Aktual

Posisi KH Ma’ruf Amin yang masih aktif sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) dipersoalkan. Karena maju sebagai calon wakil presiden, Ma’ruf seharusnya mundur.

“Kalau tidak mundur ya minimal nonaktif,” kata Dewan Pakar Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Anton Tabah Digdoyo, Rabu (19/2/2018).

Ma’ruf Amin menyatakan akan mundur jika jika ditetapkan sebagai wapres. Dia mengatakan tetap bisa aktif sebagai ketua umum MUI meski ditetapkan sebagai cawapres.

Terkait hal itu Anton mengingatkan bahwa MUI sama dengan ormas-ormas lainnya. Secara etika, pejabat-pejabat terasnya seperti ketum, waketum, sekjen dan wasekjen, mesti mundur atau minimal nonaktif jika mencalonkan diri pada jabatan politik tertentu sehingga tidak mengganggu kinerja organisasi dan menyalahgunakan organisasi untuk kampanye.

“Penetapan capres cawapres besok. Kalau sudah resmi jadi calon ya harus undur diri atau non aktif,” tegas dia.

Anton mencontohkan aturan main di Nahdlatul Ulama (NU) dimana Ma’ruf saat ini menjabat Rais Aam. Pasal 51 ayat 4 AD/ART NU dinyatakan bahwa Rais Aam, Wakil Rais Aam, Ketum, dan Waketum Pengurus Besar; Rais dan Ketua Pengurus Wilayah, Rais dan Ketua Pengurus Cabang tidak diperkenankan mencalonkan diri atau dicalonkan dalam pemilihan jabatan politik.

Kemudian pada Pasal 41 mengatur, “Apabila mcalonkan diri atau dicalonkan, yang bersangkutan harus undurkan diri atau diberhentikan.”

“Kalau di ormas/orpol lainnya, seperti NU, tegas harus undur diri. Jangankan calon wakil presiden, calon bupati, gubernur saja wajib mundur atau diberhentikan. Nah di MUI mirip-mirip seperti itu tapi mungkin lebih lunak,” kata Anton.

Sebab, katanya, MUI tidak sekaya pengalaman di ormas/orpol yang hampir tiap pemilu ada yang mencalonkan atau dicalonkan di jabatan politik. Di MUI tidak pernah terjadi karena itu bukan karakter ulama.

“Namun karena Ma’ruf Amin diminta Jokowi dan mau, ya sudah ini pengalaman pertama ada ulama mau dampingi penguasa. Secara etika mesti undur diri atau nonaktif. Di MUI ada dua orang waketum dan seorang sekjen. Jadi tidak akan masalah kalau ketum nonaktif,” tukas mantan Jenderal Polri itu.