Bamsoet: Digitalisasi, Kunci Hemat Pilkada dan Pemilu

Bamsoet: Digitalisasi, Kunci Hemat Pilkada dan Pemilu Radar Aktual

Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menilai pelaksanaan Pilkada dan Pileg di Indonesia saat ini masih menghabiskan biaya yang tinggi. Karenanya, diperlukan strategi baru untuk dapat menghemat anggaran pelaksanaan Pilkada dan Pemilu. Salah satunya dengan digitalisasi.

“Kunci menghemat anggaran pelaksanaan Pilkada dan Pemilu adalah digitalisasi. Semua kegiatan perlu menggunakan cara digital mulai persiapan, tahapan, pelaksanaan, pemungutan maupun rekapitulasi. Jika pemungutan suara menggunakan sistem elektronik akan menghemat biaya logistik seperti kertas suata, tinta maupun paku,” ujar Bamsoet saat menjadi keynote speaker dalam seminar ‘Upaya Mereduksi Political Cost dalam Pemilu dan Pilkada di Indonesia’, di Jakarta, Minggu (25/11/18).

Tampil sebagai narasumber antara lain, Ketua Umum Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi Bibit Samad Rianto, Kepala Satgas Politik Direktorat Dikyanmas KPK Guntur Kusmeiyano, politikus Achmad Mubarok serta Jadi Suriadi.

Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini mencatat, sekitar Rp7 triliun lebih uang negara digunakan untuk penyelenggaraan Pilkada 2015 yang diikuti 269 daerah. Sementara, di Pilkada 2017 yang diikuti 101 daerah, anggaran yang dikeluarkan mencapai Rp5,9 triliun. Pada Pilkada 2018 di 171 daerah ada sekitar Rp15,15 triliun yang dikeluarkan.

“Tantangan ke depan adalah bagaimana menyelenggarakan Pilkada dan Pemilu yang semakin efektif dan efisien. Kemajuan teknologi dan revolusi industri 4.0 harus kita manfaatkan dalam pelaksanaan Pilkada dan Pemilu berikutnya. Sehingga, dapat menekan biaya pelaksanaan pesta demokrasi di Indonesia,” kata Bamsoet.

Politikus Partai Golkar ini menjelaskan, cara menekan biaya Pilkada dan Pemilu yang pertama adalah integrasi pendataan pemilih yang selama ini kerap dilakukan terpisah antara Pilkada yang satu dan yang lain dengan Pemilu nasional.

Semisal, dalam penyusunan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan Daftar pemilih Tambahan (DPTb) pada Pilkada 2018. Daftar pemilih ini dapat menjadi DPT Pemilu nasional tanpa perlu pendataan ulang di tahapan Pemilu 2019.

“Integrasi pendataan pemilih bisa menghemat anggaran sebanyak Rp600-900 miliar. Metode ini berpotensi memberikan efisiensi 90 persen anggaran,” tutur Bamsoet.

Cara kedua, lanjut mantan Ketua Komisi III DPR RI ini, dengan penerapan sistem elektronik untuk rekapitulasi (e-rekapitulasi) pemungutan dan penghitungan suara. Selama ini, rekapitulasi dilakukan secara manual dan berjenjang dari Tempat Pemungutan Suara (TPS) hingga Provinsi. Hal itu memakan waktu lama dan biaya besar.

“Jika dilakukan dengan cara e-rekapitulasi, dapat diperkirakan akan ada penghematan waktu hingga 30 hari. Hasil Pemilu pun dapat diketahui lebih cepat oleh masyarakat. DPR RI menyambut baik kabar bahwa sistem tersebut akan diterapkan KPU secara menyeluruh pasca-Pemilu 2019,” imbuh Bamsoet.

Lebih jauh legislator Dapil Jawa Tengah VII yang meliputi Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara, dan Kebumen ini menerangkan, proses digitalisasi telah membawa keberhasilan di beberapa tempat. Seperti halnya yang ditunjukan KPU Yogyakarta yang mampu menghemat anggaran Pilkada sebesar 31 persen dengan menggunakan e-katalog untuk pembelian barang dan jasa.

“KPU Pusat juga sudah melakukan hal serupa. Untuk pengadaan kotak suara disediakan Rp948 miliar, setelah lelang di e-katalog kontrak realisasi anggaran hanya Rp284.185.351.099 atau 29,97 persen dari total pagu. Sedangkan untuk bilik suara, pagunya Rp196.011.304.500, setelah dilakukan lelang kontrak yang ditandatangani hanya Rp59.811.190.620 atau 30,51 persen dari total pagu,” terang Bamsoet.

Ketua Badan Bela Negara FKPPI ini juga menyambut baik ide tentang kodifikasi UU Pemilu yang salah satu tujuannya adalah penyederhanaan anggaran. Yakni pelaksanaan pemilihan nasional dan lokal (Pilkada) sebaiknya memang disatukan dalam satu undang-undang Pemilu.

“DPR RI mendorong Kemendagri untuk terus mengkaji kemungkinan kodifikasi UU Pemilu tersebut. Agar pada 2024, pemilihan 415 bupati/wali kota dan 34 gubernur akan dilakukan serentak. Dengan demikian pada tahun itu dan seterusnya warga hanya akan dua kali mengikuti pemilu, yaitu Pilkada dan Pemilu (Pileg dan Pilpres),” pungkas Bamsoet.