Sosok Reivano Dwi Afriansyah, Korban Jiwa ke-134 Tragedi Kanjuruhan Yang Masih Usia 17 Tahun

SANG ayah kenang kembali sosok Reivano Dwi Afriansyah, korban jiwa ke-134 tragedi Kanjuruhan yang masih 17 tahun. Siswa kelas XII jurusan desain grafis tersebut meninggal dunia setelah dirawat selama 18 hari di rumah sakit.

Arif Yuniarto, ayah dari Reivano, mengingat kembali pada hari Sabtu pagi itu, tanggal 1 Oktober. Sang anak yang biasanya Praktek Kerja Lapangan (PKL) sedang libur dan memilih pulang. Arif mengingat bahwa Reivano meminta agar motornya diperbaiki.

Tragedi Kanjuruhan

“Sepedanya nanti tak benerin (diservis), sepedanya kan matic. Nanti tak pakai yah, sepedanya mau tak pakai, nanti ini nyusul ayah belum pulang, ayah mau ke bengkel,” ucap Arif menirukan percakapan terakhirnya dengan sang anak dengan bahasa Jawa.

Setelah diperbaiki di bengkel hingga menjelang maghrib sepeda motor itu selesai. Kemudian Reivano lantas berangkat menuju Stadion Kanjuruhan Malang untuk menonton pertandingan Arema FC.

“(Pamit atau enggak) saya tahu makanya tak tanya nggak, pulang tak tanya ibunya Fano pakai celana apa, kata ibunya kaos biru, celana krem, saya kan lihat, share alhamdulillah namanya ortu nggak tega,” terangnya.

Semasa hidupnya diakui Arif memang anak yang manja, pendiam, tapi juga baik dan penurut. Bahkan sama ibunya karena terlalu manjanya hingga kelas XI itu pernah masih disuapin saat makan.

“Dia itu pendiam, sama ibunya manja, kelas 2 itu kalau makan minta disuapin. Kalau ngga ini nggak mau (makan), anaknya diem anaknya. Paling nongkrong di kafe tak lihat ya sudah, anaknya benar dia,” terangnya.

Sementara itu Sutikno, pendamping keluarga korban menyatakan, kondisi sang ayah dan keluarga korban tragedi Kanjuruhan Malang lainnya masih mengalami trauma secara psikis. Mayoritas mereka seperti orang linglung dan kebingungan karena melihat keadaan anak atau keluarga mereka yang dirawat di rumah sakit.

“Sampai sekarang pun dalam kondisi yang betul-betul down mentalnya sangat turun sekali. Sehingga saya kayak bapaknya almarhum Reivano ini seperti momong bayi, setiap hari melamun pindah ke sana kemari,” kata Mbah Tik, sapaan akrabnya seusai pemakaman.

BACA JUGA:Belajar dari Tragedi Kanjuruhan, Hanno Behrens Tuntut Perbaikan Sistem Keamanan Stadion di Indonesia
“Semua orang tua keluarga korban isinya hanya menangis, setiap pagi habis dipanggil dokter, hanya ada dua pertanyaan anakku besok mati atau hidup. Hanya itu, sambil menangis, hanya itu yang bisa ditanyakan setiap hari setiap malam,” tukasnya.

Sebelumnya diberitakan, satu korban tragedi Kanjuruhan Malang kembali meninggal dunia. Korban atas nama Reivano Dwi Afriansyah (17) warga Jalan Kebonsari RT 4 RW 1 Desa Ngebruk, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang meninggal pada Jumat pagi (21/10/2022) pukul 06.45 WIB setelah sebelumnya dirawat selama 18 hari di RSSA Malang.

Total hingga Jumat pagi ada 134 korban meninggal dunia, sedangkan ratusan orang dikonfirmasi terluka pasca pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya, pada Sabtu (1/10/2022). Para korban mayoritas berdesakan meninggalkan stadion karena semprotan gas air mata polisi ke arah tribun penonton. Akibat para penonton mengalami sesak napas dan terjadi penumpukan hingga insiden terinjak-injak di pintu keluar stadion.

Pasca kejadian ini, tim investigasi bentukan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit menetapkan enam tersangka, yakni Direktur Utama (Dirut) PT Liga Indonesia Baru (LIB) selaku penanggungjawab kompetisi, Ketua Panpel Arema Abdul Harris, Sekuriti Officer Suko Sutrisno.

Sedangkan tiga tersangka lain yakni Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidiq Achmadi, dan Komandan Kompi (Danki) 3 Brimob Polda Jawa Timur AKP Hasdarmawan.(Sumber)