Nama Ali Mufthi mungkin kurang begitu dikenal di kancah perpolitikan nasional, ia memang baru menapaki jejak politik sebagai anggota DPR RI pada tahun 2021 lalu. Ali Mufthi menjadi anggota DPR RI setelah menggantikan posisi almarhum Gatot Sudjito yang meninggal dunia akibat Covid-19. Meski di politik nasional ia terkesan masih baru, tapi sebagai putra daerah Jawa Timur, sosok Ali Mufthi sudah cukup dikenal.
Bagaimana tidak, Ali Mufthi lahir dan besar di Jawa Timur, tepatnya di Lamongan pada 17 Oktober 1970. Jenjang pendidikannya pun ia jalani di Jawa Timur. Pada tahun 1978 sampai 1984 Ali Mufthi mengenyam pendidikan setingkat sekolah dasar di MIM I Lamongan. Lulus dari MIM I, Ali Mufthi kembali melanjutkan pendidikan di MTs Nahdlatul Ulama pada tahun 1984 sampai 1987.
Ia terus menjalani pendidikan formal berbasis institusi keagamaan di masa setingkat SMA. Pada tahun 1987 Ali Mufthi memilih menuntut ilmu di MA Tebuireng, sebuah institusi pendidikan yang lekat dengan keberadaan pendiri NU atau Nahdlatul Ulama, KH. Asyim Asy’ari.
Bukan sebuah kebetulan jika Ali Mufthi secara parsial terus menjalani pendidikan di institusi keagamaan. Orang tuanya merupakan kader NU, keluarga dan lingkungannya pun sangat lekat dengan keberadaan Ormas yang dibesarkan KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur tersebut.
Tak hanya menjadi keinginan orang tua, Ali Mufthi secara sadar merasa bahwa memang pendidikan agama adalah sebuah hal yang sangat penting baginya. Ditambah lagi lingkungan Jawa Timur yang kental dengan NU membuatnya merasa memiliki dasar agama yang kuat adalah bagian dari membangun masa depan dan pergaulan sosial.
Kesadaran itu membawa Ali Mufthi untuk kembali memilih jalur keagamaan semasa mengejar gelar kesarjanaan. Menjadi guru adalah cita-cita sederhananya, yang membuat Ali Mufthi lantas berkuliah di Fakultas Tarbiyah, IAIN Sunan Ampel Tulungagung. Tarbiyah merupakan fakultas yang menyediakan jurusan keguruan pada universitas konvensional.
Saat masa perkuliahan ini lah Ali Mufthi mengenal dunia organisasi. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) menjadi organisasi ekstra kampus yang diikutinya. Sampai di tahun 1992 karir organisasinya meningkat ketika ia diamanahi jabatan sebagai Ketua BLK HMI Cabang Tulungagung dan Sekum HMI Komisariat Tarbiyah di tahun yang sama.
Selain HMI semasa berkuliah, Ali Mufthi juga menjalani gerak organisasi di sebuah LSM yang bernama Algheins, ia bergerak aktif di LSM ini sejak tahun 1993 sampai dengan 2003. Organisasi lain yang juga ia tapaki adalah Word Education sebagai koordinator pada tahun 1996 sampai 2003.
Yang mesti menjadi teladan, meski Ali Mufthi aktif berorganisasi, ia tak lupa dalam menunaikan tanggung jawabnya untuk menyelesaikan kuliah. Gelar sarjana pun didapatkannya dalam tempo waktu yang tepat, yakni selama 4 tahun.
Selepas tamat kuliah, Ali Mufthi memanfaatkan ijazah yang dimiliki untuk bekerja sebagai pengajar, sebagaimana ia cita-citakan. Walaupun sibuk bekerja, Ali Mufthi tidak meninggalkan dunia organisasi. Ia tetap lekat dengan HMI sampai pada tahun 2000 Ali Mufthi diamanahi jabatan sebagai Presidium KAHMI Ponorogo. KAHMI merupakan organisasi yang mewadahi para alumni HMI. Ia menjalani jabatannya ini sampai 2005.
Jejaring HMI kemudian membuatnya tertarik untuk masuk ke dalam politik praktis. Alih-alih memilih PKB yang lekat dengan NU, Partai Golkar justru menjadi pilihannya. Ada pengaruh HMI yang membuatnya melabuhkan pilihan pada Partai Golkar sebagai sarana mengabdikan diri dalam dunia politik.
Pada tahun 2009, pilihannya mulai berbuah hasil, Ali Mufthi diamanahi jabatan sebagai Sekretaris DPD II Partai Golkar Kabupaten Ponorogo hingga habis masa jabatan sampai tahun 2017.
Selanjutnya, ia terus menapaki karir selevel demi selevel di Partai Golkar. Mulai dari Sekretaris SOKSI Kabupaten Ponorogo pada 2010 sampai 2020. Lalu jabatan terakhirnya ketika didapuk sebagai Wakil Ketua Bidang PP V DPD Partai Golkar Jawa Timur.
Di luar Partai Golkar, Ali Mufthi juga turut aktif dalam organisasi pencak silat, IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia). Di organisasi ini, jabatan terakhirnya adalah sebagai Ketua IPSI Kabupaten Ponorogo untuk periode 2021 sampai dengan 2025. Pada tahun 2021 pula, ia mendapat amanah untuk menduduki kursi Presidium MW KAHMI (Majelis Wilayah Korps Alumni HMI) Jawa Timur sampai dengan tahun 2026.
Tidak hanya berfokus pada dunia organisasi dan politik, sebagai seorang cendekiawan, yang haus akan ilmu pengetahuan Ali Mufthi kembali melanjutkan jenjang pendidikan S2 pada tahun 2011 untuk mengambil gelar magister ilmu administrasi di Universitas Kediri. Kecerdasannya membuat ia mampu meraih gelar magister tepat waktu. Tahun 2013 ia sudah berhasil wisuda dan berhak menyandang titel M.Si.
Tak hanya sampai di situ, selepas ia mendapatkan gelar magister, Ali Mufthi langsung tancap gas mengambil S3 untuk dapatkan gelar doktoral di Universitas Merdeka Malang mengambil program studi sosial. Ali Mufthi mendapatkan gelar doktor selama 4 tahun yakni dari 2013 hingga 2017.
Sebelum menapaki karir sebagai Anggota DPR RI, pada level politik daerah, Ali Mufthi sempat menduduki jabatan sebagai Ketua DPRD Kabupaten Ponorogo pada periode 2014-2019. Jadi kerja-kerja legislasi sebenarnya bukanlah hal baru bagi seorang Ali Mufthi.
Sebagai Anggota DPR RI, Ali Mufthi dilantik pada 6 Mei 2021 bertepatan dengan pembukaan Masa Persidangan V Tahun Sidang 2020-2021. Sebelumnya, pada Pemilu Legislatif tahun 2019 lalu, Ali Mufthi memperoleh jumlah suara sah sebanyak 25.730, ia menempati urutan kedua dari Partai Golkar dapil Jawa Timur 7.
Menggantikan Gatot Sudjito, oleh Fraksi Partai Golkar, Ali Mufthi lantas ditempatkan di Komisi II DPR RI. Ia tak lama duduk di Komisi II DPR RI, Fraksi Partai Golkar kemudian memindahkannya ke Komisi V DPR RI yang membidangi urusan infrastruktur dan perhubungan.
Selama duduk di Komisi V DPR RI, Ali Mufthi cukup aktif bersuara dalam Penyusunan Revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Saat itu ia berkelakar bahwa potret transportasi Indonesia adalah peradaban di bidang moralitas atau akhlak, aspek penting adalah saling menghormati antar manusia. Akhlak tertinggi adalah saling menghormati, ini harus dirumuskan terkait aspek jalan tol.
Ia juga memberi masukkan agar masyarakat mudah mendapatkan SIM. Ia menyarankan SIM dapat diperoleh di tempat belajar kendaraan seperti dulu, tidak hanya di Samsat. Pemerintah juga harus membuat sekolah berjenjang D1 pada jurusan mengemudi agar masyarakat mendapat SIM A dan SIM C dengan baik dan tanggung jawab. {golkarpedia}