Dipecat Karena Tolak Kurban 2 Ekor Sapi, Legislator PKS Ini Mencari Keadilan ke PN Balikpapan

Anggota DPRD Kota Balikpapan dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hasanuddin dijatuhi sanksi oleh partainya. Sebab, Hasanuddin keberatan berkurban dua ekor sapi sebagaimana perintah partai. Hasanuddin tidak terima dan membawa kasus itu ke pengadilan.

Hal itu tertuang dalam berkas putusan Pengadilan Tinggi (PT) Samarinda yang dilansir website-nya, Jumat (28/4/2023). Sengketa bermula saat PKS memerintahkan anggota DPRD berkorban dua ekor sapi pada Hari Raya Idul Adha. Hasanuddin menceritakan:

Bahwa Pembanding merasa tidak sanggup dengan adanya ketentuan oleh pengurus dan/atau oleh PKS untuk kesanggupan berkurban sapi sesuai dengan hasil keputusan rapat Fraksi PKS disepakati kurban hanya 1 kor sapi, bukan 2 ekor sapi seperti yang diperintahkan oleh Partai. Hal ini bertolak belakang dengan surat At-Taghaabun ayat 16 ‘Fattaqullah Mastatho ‘tum …’ (Bertaqwalah kepada Allah SWT dengan kadar kesanggupanmu…).

Hal itu disikapi serius oleh PKS dan Hasanuddin dibawa ke Majelis Penegakan Disiplin Partai (MPDP) Kota Balikpapan. Hasilnya, pada 17 Juli 2022, MPDP membuat putusan No 04/PTS/OE/KPD- DED/KI.BPP/PKS/VIII/2022 tentang pemberhentian Hasanuddin.

Atas putusan itu, Hasanuddin tidak terima dan menggugat ke Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan. Duduk sebagai Tergugat 1 Ketua Dewan Etik Daerah PKS Kota Balikpapan, Tergugat 2 MPDP Kota Balikpapan dan Tergugat 3 Komisi Penegakan Disiplin Partai Dewan Etik Daerah PKS Kota Balikpapan.

Pada 15 Februari 2023, PN Balikpapan menolak gugatan Hasanuddin. PN Balikpapan memutuskan dalam pokok perkara menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya. Atas hal itu, Hasanuddin tidak terima dan mengajukan banding.

“Menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard),” demikian bunyi putusan majelis banding yang diketok pada 14 April 2023.

Duduk sebagai ketua majelis Fransiskus Arkedus Ruwe dengan anggota Jamaluddin Samosir dan Soehartono. Majelis banding menilai pengadilan belum berwenang mengadili kasus tersebut. Sebab, masih diperlukan proses di internal partai. Demikian pertimbangan majelis banding:

Menimbang, bahwa dari pertimbangan tersebut di atas setelah memperhatikan bukti bertanda P.11 yakni AD/ART Partai Keadilan Sejahtera dihubungkan dengan ketentuan-ketentuan pasal-pasal dalam Bagian Ketiga, Paragraf 3 Tentang Dewan Syariah Pusat, Dewan Syariah Wilayah dan Dewan Etik Daerah Pasal 44 ayat (2) huruf e, dihubungkan dengan ketentuan Pasal 3 Anggaran Rumah Tangga/ART Partai Keadilan Sejahtera dihubungkan dengan kwalitas keanggotaan Penggugat dalam Partai Keadilan Sejahtera maka yang berwenang memberhentikan Penggugat dari keanggotaan Partai Keadilan Sejahtera adalah Dewan Pengurus Wilayah dengan memperhatikan rekomendasi Dewan Pimpinan Tingkat Wilayah, dari ketentuan tersebut menunjukkan bahwa terhadap putusan Majelis Penegakan Disiplin Partai (MPDP) Kota Balikpapan, No. 04/PTS/OE/KPD-DED/KI.BPP/PKS/VIII/2022 masih memerlukan tindakan Dewan Pengurus Wilayah untuk memberhentikan Penggugat dari keanggotaan Partai Keadilan Sejahtera.

Oleh sebab itu perbuatan Para Tergugat yang kemudian berwujud Putusan Majelis Penegakan Disiplin Partai (MPDP) Kota Balikpapan, No. 04/PTS/OE/KPD- DED/KI.BPP/PKS/VIII/2022 belum bersifat final dan tetap sehingga belum dapat menimbulkan akibat hukum terhadap pemberhentian Penggugat, maka menurut Pengadilan Tingkat Banding perkara a quo tidak dapat disamakan dengan perkara Nomor: 214/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel, tanggal 14 Desember 2016 sebagaimana yang didalilkan Penggugat oleh karena putusan Majelis Penegakan Disiplin Partai (MPDP) Kota Balikpapan, No. 04/PTS/OE/KPD- DED/KI.BPP/PKS/VIII/2022 dalam perkara a quo belum bersifat final maka sesuai ketentuan Pasal 33 ayat (1) dan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, Putusan Majelis Penegakan Disiplin Partai (MPDP) Kota Balikpapan, No. 04/PTS/OE/KPD-DED/KI.BPP/PKS/VIII/2022, tidak dapat diartikan sebagai bentuk penyelesaian perselisihan internal partai yang tidak tercapai, sebagai salah satu syarat agar penyelesaian perselisihan dapat dilakukan melalui pengadilan negeri.(Sumber)