News  

Dirut Waskita Karya Jadi Tersangka Korupsi, Langsung Ditahan Kejaksaan Agung

Kejaksaan Agung menetapkan Direktur Utama PT Waskita Karya (Persero) Tbk, Destiawan Suwardjono, sebagai tersangka korupsi. Ia langsung ditahan usai pemeriksaan.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana menyebut bahwa Destiawan dijerat sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan dari beberapa bank yang dilakukan oleh PT Waskita Karya (persero) Tbk. dan PT Waskita Beton Precast, Tbk.

“Adapun 1 orang Tersangka tersebut yaitu DES selaku Direktur Utama PT Waskita Karya (persero) Tbk. periode Juli 2020 sampai dengan sekarang,” ujar Sumedana dalam keterangannya, Sabtu (29/4).

Penetapan tersangka sudah dilakukan penyidik sejak Kamis (27/4). Penahanan juga dilakukan pada hari yang sama usai pemeriksaan Destiawan.

“Tersangka DES dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari terhitung sejak 28 April 2023 sampai dengan 17 Mei 2023,” papar Sumedana.

Kasus ini sedang diusut Kejaksaan Agung sejak beberapa waktu lalu. Sudah beberapa pihak yang dijerat sebagai tersangka.

Diduga penetapan tersangka Destiawan merupakan pengembangan dalam kasus tersebut.

Awalnya, Kejaksaan mengumumkan penyidikan kasus dugaan korupsi proyek fiktif pada PT Waskita Beton Precast Tahun 2016-2020. Kemudian ada 4 tersangka yang dijerat, yakni:

Agus Wantoro selaku Pensiunan PT. Waskita Beton Precast. Dia pernah menjabat sebagai Direktur Pemasaran periode 2016 sampai 2020.

Agus Prihatmono selaku General Manager Pemasaran PT Waskita Beton Precast periode 2016 sampai Agustus 2020.

Benny Prastowo selaku Staf Ahli Pemasaran (expert) PT Waskita Beton Precast.
Anugrianto selaku Pensiunan Karyawan PT. Waskita Beton Precast.

Dalam kasus tersebut, keempatnya dijerat atas dugaan melakukan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang dengan melakukan pengadaan fiktif, pengadaan barang tidak dapat dimanfaatkan, dan beberapa pengadaan tidak dapat ditindaklanjuti sepanjang 2016-2020.

Modus yang dilakukan yakni PT Waskita Beton Precast diduga melakukan pengadaan fiktif dengan meminjam bendera beberapa perusahaan dengan membuat surat pemesanan material fiktif; meminjam bendera vendor atau supplier; membuat tanda terima material fiktif; dan membuat surat jalan barang fiktif.

Tak dijelaskan barang dan proyek apa saja yang dikerjakan dalam pengadaan fiktif tersebut. Namun, akibat perbuatan mereka dalam pengadaan fiktif tersebut, muncul kerugian negara yang nilainya Rp 2.583.278.721.001.

Kasus terus berkembang. Terdapat penambahan 3 tersangka lainnya yang langsung ditahan, yakni:

Hasnaeni atau yang dikenal sebagai ‘Wanita Emas’ selaku Direktur Utama PT Misi Mulia Metrical

KJH selaku Pensiunan Karyawan BUMN PT. Waskita Beton Precast

JS selaku Direktur Utama PT. Waskita Beton Precast

Belakangan Direktur Operasi II PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT), Bambang Rianto, juga dijerat sebagai tersangka. Tak berhenti di situ, ada 3 tersangka baru yang dijerat dan ditahan Kejaksaan, yakni:

Taufik Hendra Kusuma selaku Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Waskita Karya (persero) Tbk. periode Juli 2020 – Juli 2022;
Haris Gunawan selaku Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT Waskita Karya (persero) Tbk. periode Mei 2018 – Juni 2020;

Nazim Mustafa selaku Komisaris Utama PT Pinnacle Optima Karya.

Kasus pun mulai berkembang. Saat awal, Kejaksaan menyatakan kasus terkait Waskita Beton Precast. Kini, para tersangka disebut bersama-sama melawan hukum terkait penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan dari beberapa bank yang dilakukan oleh PT Waskita Karya (persero) Tbk. dan PT Waskita Beton Precast, Tbk.

Tersangka Haris dan Taufik disebut telah melawan hukum bersama-sama Bambang Rianto selaku Direktur Operasi II PT Waskita Karya, menyetujui pencairan dana Supply Chain Financing (SCF) dengan dokumen pendukung palsu.
Kini, penetapan tersangka menyasar hingga Direktur Utama Waskita Karya Destiawan Suwardjono.

“Peranan Tersangka DES dalam perkara ini yaitu secara melawan hukum memerintahkan dan menyetujui pencairan dana Supply Chain Financing (SCF) dengan menggunakan dokumen pendukung palsu, untuk digunakan sebagai pembayaran utang-utang perusahaan yang diakibatkan oleh pencairan pembayaran proyek-proyek pekerjaan fiktif guna memenuhi permintaan Tersangka,” papar Sumedana.(Sumber)