Keputusan PDIP untuk mencalonkan Ganjar Pranowo sebagai calon presiden telah membuat sebagian pihak gelisah. Padahal fenomena Ganjar Pranowo bukanlah sesuatu hal yang perlu disikapi secara berlebih. Elektabilitas Ganjar Pranowo tak seperti Jokowi ketika di ambang pertarungan Pemilu 2014 yang begitu progresif.
Termasuk internal Partai Golkar yang semakin mendesak agar Ketua Umum DPP Partai Golkar, Airlangga Hartarto segera memutuskan untuk bergabung dengan koalisi yang ada atau segera mendeklarasikan diri sebagai Capres dari koalisi yang sudah dibangun. Alasan ketinggalan kereta menjadi pertimbangan dari individu-individu yang mendesak agar Airlangga Hartarto segera mendeklarasikan diri sebagai Capres.
Entah apa penilaian dan pandangan mereka? Padahal pencapresan Ganjar Pranowo oleh PDIP tidak memiliki dampak yang terlalu serius terhadap dinamika politik nasional. Tak seperti pencapresan Jokowi di Pilpres 2014 lalu yang bisa dikatakan kemunculannya telah memunculkan tsunami politik menjelang Pemilu, kemunculan Ganjar Pranowo tak seperti itu.
Elektabilitas yang kompetitif antara individu calon presiden membuat nama Ganjar Pranowo tak terlalu booming ketika dideklarasikan sebagai Capres. Selain itu, kurangnya karya saat memimpin Jawa Tengah membuat elektabilitas Ganjar Pranowo tak terlalu progresif. Berbeda ketika Jokowi dicalonkan oleh PDIP, ia memiliki segudang prestasi yang patut dibanggakan ketika memimpin Solo lalu bermigrasi menjadi Gubernur DKI Jakarta.
Jokowi saat itu berhasil memunculkan idiom harapan baru rakyat dengan memecah kultur elit politik melalui istilah blusukan, belum lagi program-program seperti KJP, KJS, revitalisasi wilayah, sampai produksi kendaraan Esemka membuat nama Jokowi melambung. Ganjar Pranowo tak memiliki itu kecuali orisinilitasnya sebagai pemimpin kala bercengkrama dengan rakyat.
PDIP pun mulai kehilangan taji dan nuansa gamang sangat terasa ketika memutuskan Ganjar Pranowo sebagai Capres. Berbekal elektabilitas yang tinggi, Ganjar Pranowo kemudian diusung sebagai Capres oleh PDIP. Padahal sebelumnya, partai berlambang kepala banteng itu disebut-sebut akan mengusung Puan Maharani, putri mahkota yang bisa meneruskan trah Soekarno dalam tubuh PDIP.
Tampaknya oportunisme masih tak bisa lepas dari PDIP. Jika di Pemilu 2014, Megawati saja bisa korbankan diri untuk meraih kemenangan mutlak dengan memajukan Jokowi sebagai Capres, apalagi hanya sekadar mengorbankan Puan Maharani dan memajukan Ganjar Pranowo. Tentu itu bukan masalah yang besar.
Bagi Partai Golkar, pencapresan Ganjar Pranowo harusnya tidaklah menjadi persoalan yang luar biasa. Hal ini dibaca oleh elit politik Partai Golkar yang merespons santai pencapresan Ganjar Pranowo. Ketua Umum DPP Partai Golkar, Airlangga Hartarto bahkan hanya berseloroh ucapan selamat jika PDIP telah menentukan Capres.
Tak ada gurat kekhawatiran dari wajah Airlangga Hartarto, tak pula ada ekspresi panik. Bagi seorang Airlangga Hartarto, skenario pencapresan Ganjar Pranowo sudah masuk dalam hitungan politiknya. Sebagai ketua umum partai politik tertua di Indonesia, Airlangga Hartarto sudah memiliki daya analisis menghadapi masa krisis.
Ia setidaknya tahu bahwa Pilpres kali ini tidak ada yang benar-benar diunggulkan bahkan ketika deklarasi sudah didengungkan. Semua figur masih memiliki potensi untuk unggul. Termasuk diri Airlangga Hartarto sendiri yang telah menerima mandat Munas Partai Golkar sebagai Capres ataupun Cawapres.
Menghitung waktu pendaftaran pasangan Capres dan Cawapres di bulan Oktober, setidaknya Airlangga Hartarto masih memiliki waktu kurang lebih 5 bulan lagi untuk melabuhkan sikap politik pada figur Capres mana yang akan diusungnya dan Partai Golkar. Tentu sikap politik ini harus mendatangkan manfaat bagi Partai Golkar dan rakyat Indonesia.
Bisa saja Airlangga Hartarto membawa Partai Golkar bergabung dengan PDIP, membangun koalisi besar bersama Gerindra dan PKB, atau tetap pada sikap politik di KIB bersama PAN, terlepas dari PPP yang sudah menentukan akan mendukung pencapresan Ganjar Pranowo oleh PDIP.
Satu hal yang pasti, Partai Golkar ada dalam kondisi solid. Kemanapun partai ini akan dibawa berlabuh, segenap kader dan simpatisan akan mendukung langkah Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto. Waktu juga masih teramat panjang untuk mendeklarasikan diri. Masih ada peluang kejenuhan publik pada tokoh-tokoh yang ada. Jika itu terjadi, Airlangga Hartarto tentu akan memanfaatkan sekecil apapun peluang yang ada.
Jangan pesimis, jangan pula berkecil hati dan menganggap bahwa Partai Golkar tak memiliki masa depan. Justru Airlangga Hartarto sedang menjaga marwah partai dengan tetap menyebut bahwa dirinya harus mengamankan keputusan Munas Partai Golkar yang telah memberinya amanah sebagai Capres.
Oleh
Rezha Nata Suhandi
Pemred Golkarpedia {golkarpedia}