Hariara Tambunan: Antara Kesibukan di HIPAKAD dan Loyalitas di Partai Golkar

Namanya Hariara Tambunan, biasa disapa akrab dengan sebutan Bang Ara. Ia adalah politisi kawakan di Partai Golkar. Bagaimana tidak? Sejak tahun 1987 ia sudah berdarah kuning Partai Golkar. Jiwa patriotismenya karena didikan seorang prajurit TNI membentuk idealismenya hingga kini. Partai Golkar pun menjadi labuhan politiknya.

Dalam shooting konten youtube Golkarpedia dengan tajuk tema ‘Batagor, Bincang Tanya Seputar Golkar’ pada Senin (21/05/2023), Hariara Tambunan menceritakan segalanya. Tak hanya pengalaman manis saat peralihan kekuasaan dan memasuki era Reformasi, guncangan politik yang begitu pahit turut pula mendera Bang Ara di Partai Golkar.

“Saya aktif di Golkar mulai tahun 1987, masa itu adalah zaman Orde Baru. Masa transisi dari Orde Baru ke Reformasi. Saat itu, tekanan terhadap Partai Golkar berkembang. Saya sudah mencicipi asam garam di Golkar. Pada tahun 1987 misalnya saya mengalami masa jaya Golkar, karena hanya ada tiga partai,” ujar Hariara Tambunan sebagaimana dikutip oleh redaksi Golkarpedia.com.

Masa bahagia di tahun 1987 tampaknya berbanding terbalik ketika rezim Orde Baru mantan Presiden Soeharto runtuh. Saat itu, Golkar yang merupakan instrumen politik Orde Baru juga mengalami guncangan. Tak sedikit tokoh politik di Partai Golkar yang akhirnya memutuskan berpindah partai. Tetapi loyalitas tetap menjadi identitas Bang Ara, ia setia bersama Golkar.

“Pada saat reformasi berkembang menjadi banyak partai, muncul banyak persaingan dan banyak tekanan. Saat itu banyak pendukung Golkar yang tergoda untuk berpindah partai. Saya memilih tetap berada di Partai Golkar. Ketika Bang Akbar Tanjung memimpin partai ini, saya selalu mendampingi beliau, saya ada di Biro pengurus DPP Partai Golkar,” papar Wabendum DPP Partai Golkar periode 2019-2024 ini.

Sosok Akbar Tanjung memang memiliki tempat tersendiri di hati seorang Hariara Tambunan. Meski begitu, bukan berarti hubungan senior dan junior ini selalu baik-baik saja. Layaknya hubungan sosial dua manusia, selalu ada pasang surut bagi komunikasi keduanya. Terutama ketika di awal proses suksesi Akbar Tanjung sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar periode 1999-2004. Saat itu keduanya berseberangan dalam kontestasi politik.

“Sebelum Bang Akbar Tanjung memimpin partai ini, saya sempat mengalami dilema di Munas Golkar. Karena apa? Saya juga aktif di organisasi di bawah TNI, saya juga aktif di partai politik. Sebab di jalur A, saya sebagai anak anggota militer aktif, sementara di jalur B birokrasi. Saya masuk melalui dua jalur itu,” ungkap pria yang juga menjabat sebagai Ketua Umum HIPAKAD (Himpunan Putra Putri Keluarga Angkatan Darat) ini.

“Ketika Munas, Bang Akbar Tanjung melawan Almarhum Jenderal Edi Sudrajat. Di situ, saya dan teman-teman berpihak kepada Pak Edi Sudrajat menimbang saya putra TNI. Ketika Bang Akbar Tanjung menang, saya diam, saya berusaha loyal terhadap Partai Golkar. Alhamdulillah Bang Akbar Tanjung memberikan amanah kepada saya untuk tetap berada di DPP sebagai pengurus,” sambungnya lagi.

Saat menjalani amanah sebagai pengurus DPP Partai Golkar periode kepemimpinan Akbar Tanjung di era Reformasi, Bang Ara mengaku mengalami langsung berbagai intimidasi saat proses kampanye jelang Pemilu 1999. Intimidasi kepada kader, fungsionaris, loyalis Partai Golkar tak hanya dilakukan secara verbal, tetapi juga melibatkan intimidasi fisik.

“DI masa Akbar Tanjung ini pengalaman pahit sering saya rasakan. Ketika berkampanye untuk Partai Golkar, saya sering mendapati intimidasi, bahkan sempat dilucuti pakaian kami, baik pria atau perempuan. Saya dapat tugas dari Ketua Umum untuk amankan situasi di lapangan yang seperti itu,” jelas Hariara Tambunan perlahan mencoba mengingat kembali situasi kelam yang dialaminya itu.

Karenanya Bang Ara berharap pengurus DPP Partai Golkar dewasa ini bersyukur dan bersungguh-sungguh untuk mempertahankan kejayaan partai. Jangan terlena dengan hegemoni sesaat apalagi berlagak seperti seorang elit politik. Mengingat betapa sulitnya memperjuangkan keberadaan partai ini di masa Reformasi dahulu.

“Di masa-masa itu (masa kepemimpinan Akbar Tanjung) yang bisa saya petik, kita dekat dengan pengurus kecamatan dan kelurahan. Ini jadi modal dasar saya hingga detik ini. Saya beri pesan untuk pengurus DPP agar turun, dekati pengurus daerah hingga tingkat kecamatan, kelurahan hingga tingkat desa. Jangan kita hanya ada di DPP, tapi tak peduli dengan daerah,” pungkas Bang Ara, lugas mengakhiri. {golkarpedia}