Pasang Surut Partai Golkar: Usai Soeharto Tumbang Hingga Airlangga Digoyang

Partai Golkar mengalami pasang surut setelah kepemimpinan Soeharto tumbang dan Orde Baru berakhir. Di era reformasi, perolehan suara Golkar naik turun disertai konflik internal.

Pemilu 1999 menjadi pemilu pertama Golkar tanpa Soeharto. Kata “partai” pun disematkan ke nama Golkar sebagai syarat menjadi peserta pemilu.

Dipimpin Ketua Umum Akbar Tanjung, Golkar cuma berhasil duduk di posisi kedua. Mereka kalah dari PDIP yang meraih 35.689.073 (33,74 persen suara sah nasional) dan mendapat 153 kursi DPR RI.

Sementara itu, Golkar mengumpulkan 23.741.758 suara atau 22,44 persen suara sah nasional. Mereka mengamankan 120 kursi di parlemen dan Akbar Tanjung didapuk sebagai Ketua DPR RI.

Pada pemilu berikutnya, Golkar sempat bangkit. Mereka kembali menjadi pemenang pemilu setelah meraih 24.480.757 suara (21,58 persen suara sah nasional) dan mengamankan 127 kursi DPR RI.

Meski demikian, Akbar Tanjung tak melanjutkan kepemimpinannya di Golkar dan DPR. DPR dipimpin oleh politikus Golkar lainnya, Agung Laksono.

Sementara itu, kursi Ketua Umum Partai Golkar diduduki Jusuf Kalla. JK baru saja memenangkan Pilpres 2004 bersama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Pada Pemilu 2009, Golkar tak lagi berkoalisi dengan Partai Demokrat. JK memutuskan maju sebagai calon presiden melawan SBY.

Hasil pemilu tak memihak Golkar dan JK. Golkar hanya berada di posisi kedua dengan perolehan 15.037.757 suara (14,45 persen suara sah nasional) dan 106 kursi DPR RI.

Pemenang Pemilu 2009 adalah Partai Demokrat. Mereka mendapatkan 21.703.137 suara (20,85 persen suara sah nasional) dan 148 kursi DPR RI.

Kemenangan Demokrat bersamaan dengan kemenangan SBY di Pilpres. Pasangan JK-Wiranto hanya menduduki posisi ketiga.

Kekalahan JK di pilpres berlanjut ke dinamika pergantian nakhoda di Golkar. Ia digantikan Aburizal Bakrie (ARB) melalui musyawarah nasional.

Di Pilpres 2014, Golkar tak keluar sebagai pemenang. PDIP yang menjadi pengusung utama Jokowi-JK menang dengan 23.681.471 suara (18,95 persen) dan 109 kursi DPR RI.

Meski demikian, Golkar mampu mendulang 18.432.312 suara (14,75 persen). Mereka mengamankan 91 kursi.

Dualisme di Partai Beringin
Kekalahan Golkar dan capres mereka pada 2014, Prabowo Subianto, merembet ke dualisme kepemimpinan. Konflik intern Golkar muncul karena ada kubu ARB dan kubu Agung Laksono.

ARB menggelar musyawarah nasional di Bali, sedangkan Agung di Jakarta. Konflik berjalan sekitar dua tahun.

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menyatakan kepengurusan Agung sah pada Maret 2015. Sementara itu, Mahkamah Agung menetapkan kepengurusan ARB sah pada Oktober 2015.

Dualisme di Golkar mulai mendapat pembenahan setelah JK, wakil presiden saat itu dan mantan Ketua Umum Golkar, turun tangan. Ia menggagas rekonsiliasi pada awal 2016.

 

Partai beringin menggelar musyawarah nasional luar biasa (munaslub) pada 17 Mei 2016. Setya Novanto terpilih sebagai ketua umum.

Meski demikian, kepemimpinan Setnov tak bertahan lama. Ia terseret kasus korupsi e-KTP. Airlangga Hartarto terpilih menggantikan Setnov di pucuk Golkar.

Pada Pemilu 2019, Golkar masuk barisan pendukung Jokowi-Ma’ruf. Mereka mampu menduduki mendulang 17.229.789 suara (12,31 persen).

Secara perolehan suara, Golkar kalah dari Partai Gerindra. Gerindra yang mendukung Prabowo-Sandiaga mendapat 17.596.839 suara (12,57 persen).

Meski begitu, perolehan kursi DPR RI Golkar lebih banyak dari Gerindra. Golkar mengamankan 85 kursi, sedangkan Gerindra 78 kursi.

Berkat capaian di Pemilu 2019, Airlangga dipercaya melanjutkan kepemimpinan di Golkar. Ia pun dideklarasikan sebagai bakal calon presiden Partai Golkar.

Empat tahun berjalan, kepemimpinan Airlangga digoyang. Dewan Pakar Partai Golkar memutuskan untuk mengevaluasi pencapresan dan kepemimpinan Airlangga.

Dewan Pakar menilai Airlangga gagal menaikkan elektabilitasnya sebagai bakal capres. Mereka mengusulkan pergantian capres hingga ketua umum lewat munaslub.

“Kalau saya lihat ada beberapa nama di mana? Orang yang duduk di pemerintahan, super hebat, siapa yang selevel oleh Pak Airlangga? Ya Luhut Binsar Pandjaitan, itu kalau mau dilihat yang super hebat,” ungkap Anggota Dewan Pakar Partai Golkar Ridwan Hisjam di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (12/7).(Sumber)