Tim 02 Habiskan Miliaran rupiah Hanya Untuk Fotokopi Bukti C1 di MK

Tim hukum Prabowo Subianto – Sandiaga Uno, Iwan Setiawan, menyinggung soal pemilu manual yang masih dilakukan di Indonesia. Menurutnya, pemilu konvensional yang dilakukan di Indonesia menghabiskan biaya yang cukup besar.

Iwan menyebut, hanya untuk mencetak formulir C1 saja yaitu dokumen hasil penghitungan suara di TPS, negara sudah menghabiskan biaya yang mahal. Bahkan, menurut Iwan, BPN Prabowo – Sandi juga membutuhkan biaya hingga miliaran rupiah untuk fotokopi C1.

“Kami menghabiskan uang berapa miliar hanya untuk fotokopi C1. Bawaslu kabarnya juga menghabiskan sekian miliar,” ujar Iwan di sidang pemeriksaan saksi 01 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (21/6).

Tidak hanya C1, dokumen seluruh permohonan, jawaban, dan bukti, membuat tim harus merogok kocek dalam karena harus dirangkap 12 buah. Dia menyebut, pengadilan di Indonesia sangat mahal. Padahal beban biaya tersebut dapat dipangkas dengan adanya digitalisasi.

“Kalau iya fotokopi semua, karena 12 rangkap, mahal sekali. The trial is very expensive. Jadi karena itu menurut saya, hari ini kita harus melihat judul saya digitalization of election,” sebutnya.

Kuasa hukum BPN, Denny Indrayana (kedua kanan), saat bertanya kepada ahli di sidang Perselisihan Hasil Pemilu Umum 2019, Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat(21/8) Foto: Helmi Afandi/kumparan
Tidak hanya C1, dokumen seluruh permohonan, jawaban, dan bukti, membuat tim harus merogok kocek dalam karena harus dirangkap 12 buah. Dia menyebut, pengadilan di Indonesia sangat mahal. Padahal beban biaya tersebut dapat dipangkas dengan adanya digitalisasi.

“Kalau iya fotokopi semua, karena 12 rangkap, mahal sekali. The trial is very expensive. Jadi karena itu menurut saya, hari ini kita harus melihat judul saya digitalization of election,” sebutnya.

Sejumlah petugas menurunkan berkas dokumen barang bukti dari kendaraan milik pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 2 di Mahkamah Konstitusi. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Dia berpendapat, seharusnya proses pemilu hingga persidangan soal pemilu dapat diefisienkan. Salah satunya melalui efisiensi biaya.

“Sayangnya hari ini kita tidak melihat ada tema digitalization of election administration in Indonesia. Yang ada adalah the failure of election administration in Indonesia. karena itulah masalah kita enggak pernah selesai,” terangnya.

Dia menilai, semua hal yang serba konvensional dalam proses pemilu hingga masuk ke persidangan ini menjadi alasan munculkan berbagai masalah pemilu.

“Setiap pilpres kita akan dihadapkan persoalan yang sama, dan tidak pernah menyelesaikannya karena kita melawan dan atau merespon situasi ini dengan cara yang konvensional, classical,” tuturnya. [kumparan]