Airlangga Dicap Gagal, Suhu Golkar Mulai Memanas

Suhu politik Partai Golkar kembali memanas. Desakan percepat gelaran Musyawarah Nasional (Munas) mulai disuarakan. Kepemimpinan Airlangga Hartarto pun mulai dipertanyakan. Lantaran hasil Pemilu 2019 dianggap tidak maksimal.

Dorongan forum musyawarah tertinggi partai itu segera digelar dilakukan para kader muda. Mereka bersatu, membentuk kelompok Barisan Pemuda Partai Golkar (BPPG). Digagas oleh Abdul Aziz, Wakil Ketua Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG), salah satu organisasi sayap Partai Golkar. Mereka merasa Airlangga gagal mengurus partai.

“Kita sudah kehilangan 1,2 juta lebih suara, sehingga kehilangan kursi 6 di DPR RI,” kata Aziz seperti dilaporkan laman merdeka.com pekan lalu.

Pada Pemilu tahun 2014 Partai Golkar menduduki peringkat kedua setelah PDIP dengan perolehan suara sebanyak 18.432.312 atau sekitar 14,75 persen. Hasil itu cukup gemilang. Ketika itu partai dipimpin kader senior sekaligus pengusaha Aburizal Bakrie.

Sementara pada Pemilu 2019, Golkar turun satu peringkat jadi nomor tiga setelah PDIP dan Partai Gerindra. Suara yang berhasil dikumpulkan Golkar, yakni 17.229.789 atau sekitar 12,31 persen. Hasil ini dianggap sebagai kegagalan Airlangga meski berhasil memperoleh 85 kursi kursi di DPR. Angka itu memang jauh dari target 110 kursi.

Banyak riak kegelisahan para kader tak boleh dipandang sebelah mata. Dinamika internal partai merupakan keniscayaan dalam tradisi partai. Sebab Partai Golkar milik kader dengan saham terbesar di tangan kepercayaan rakyat.

Politisi senior Partai Golkar, Yorrys Raweyai, pada awal kepemimpinan Airlangga bertekad membalikkan suasana kepartaian. Sebab sebelumnya begitu eksklusif, oligarki dan birokratis. Lalu berubah jadi lebih terbuka, transparan, dan demokratis. Namun, dalam perjalanannya tidak demikian.

Memang, kata Yorrys, kepercayaan publik yang sempat merangkak naik dalam serangkaian hasil survei elektabilitas. Sayangnya itu disebabkan euforia pergantian pucuk kepemimpinan. Trennya tidak diikuti dengan peningkatan kinerja kepemimpinan baru.

“Hasil Pemilu legislatif 2019 sudah cukup menjelaskan kinerja kepemimpinan saat ini,” ujar Yorrys kepada kami, pekan lalu.

Slogan ‘Golkar Bersih’ juga masih menimbulkan ragam pertanyaan. Banyaknya kader partai yang tersandung kasus hukum tak lantas ditindak tegas. Seperti nama Setya Novanto yang terbukti bersalah dalam kasus korupsi e-KTP. Hingga saat ini masih terdaftar sebagai kader partai. “Kalau partai lain, tidak ada toleransi lagi, berhentikan,” tegas dia.

Adanya dorongan untuk percepatan Munas membuat banyak pimpinan Partai Golkar di daerah menyerukan tetap dukung Airlangga. Rencananya gelaran itu dilakukan akhir 2019. Namun, para kader ingin adanya perubahan di internal mendesak untuk segera dilakukan lebih cepat dari rencana partai.

Sekretaris DPD Golkar Jatim, Sahat Tua Simanjuntak, mengaku 34 DPD Golkar se-Indonesia sangat solid mendukung Airlangga. Mereka bahkan mengapresiasi kinerja ketum partainya itu sehingga sukses membawa Golkar dengan mendapatkan 85 kursi DPR.

Seharusnya, kata Sahat, pengurus DPD patut memberikan penilaian baik terhadap kinerja pengurus pusat. Adapun terkait adanya dorongan percepat Munas, pihaknya menegaskan sampai saat ini sejumlah DPD juga belum memikirkan rencana tersebut.

“Sebanyak 34 Ketua DPD solid belum membahas soal munaslub ataupun Munas, termasuk dari Jatim,” ujar Sahat.

Berbeda dengan koleganya di partai, Aziz mengklaim banyak kader di tingkat DPD mulai satu suara dengannya. Termasuk dengan senior dan kader partai. Aziz mengaku selama ini mereka enggan menyuarakan karena tersandera kepentingan dan kekuasaan. Karena itu mereka percayakan pada BPPG untuk membunyikan kegelisahan itu.

Menurut Aziz, faktor kegagalan lain Partai Golkar juga ditengarai masalah kepemimpinan Airlangga sebagai Ketua Umum dan Menteri Perindustrian. Selama ini Airlangga dianggap tidak fokus dan maksimal lantaran menjalani dua jabatan sekaligus.

Dua jabatan di pundak Airlangga merupakan sesuatu yang besar dan sama pentingnya. Namun Aziz ragu bila dua jabatan penting itu bisa dilakukan satu orang. Bila dipaksakan, hasilnya pun tidak akan maksimal.

Meski bukan jadi faktor utama, namun dampaknya memang terlihat di hasil Pemilu. Proses pendulangan suara memang dikerjakan kader di daerah. Namun, itu tetap perlu dukungan dan sokongan dari Dewan Pengurus Pusat (DPP).

Aziz menyayangkan selama masa kampanye DPP sama sekali tidak memberikan dukungan kepada pengurus di daerah. Bahkan pelatihan saksi di TPS pun tidak ada. Padahal ini sangat vital dalam rangka menjaga suara partai. “Jadi andaikan auto pilot saja Golkar memang dapatnya segini karena Golkar ini sudah punya sistem,” ungkap Aziz.

Prestasi Golkar Menurun

Dalam lima tahun terakhir, Partai Golkar mengalami beragam masalah. Mulai dari dualisme di tubuh Partai Golkar yang mengalami perpecahan. Munas tahun 2014 di Bali memenangkan Aburizal Bakrie sebagai ketua umum. Selang beberapa hari kubu Agung Laksono menggelar Munas tandingan di Ancol yang menetapkan Agung sebagai ketua umum.

Konflik dualisme ini berjalan selama 2 tahun. Barulah pada tahun 2016, dua kubu ini sepakat untuk islah. Kembali melebur jadi satu dengan Munas Luar Biasa (Munaslub) untuk mencari ketua umum yang baru. Pada Munaslub terpilih Setya Novanto sebagai ketua umum.

Satu tahun berselang, Oktober 2017 Setya Novanto tersandung kasus korupsi e-KTP. Partai Golkar kembali mengganti pemimpin pada Desember 2017. Hasil Munaslub kedua ini melantik Airlangga Hartarto sebagai ketua umum.

Pergantian pemimpin tentu memberikan dampak terhadap elektabilitas partai. Awal kepemimpinan Setya Novanto elektabilitas Partai Golkar mencapai 17 persen. Namun saat dia tersandung kasus e-KTP, partai merosot hingga tinggal 9 persen. Tak hanya Setya Novanto, sejumlah kader juga tersandung kasus korupsi dan menjadi tahanan KPK. Akibatnya label partai korup melekat di Partai Golkar.

Beban menghapus label partai korup jadi pekerjaan rumah utama Airlangga. Dia dituntut mengembalikan citra partai. Berbagai lembaga survei memprediksi partai beringin hanya akan mendapat 6 sampai 7 persen saat pemilu. Namun, prediksi itu terpatahkan. Sebab, hasil rekapitulasi sementara menunjukkan Golkar meraih suara 12,31 persen.

Meski begitu, Aziz menilai capaian itu belum bisa dianggap sebagai prestasi. “Fakta-fakta turbulensi politis itu sangat subjektif, keberhasilan pemimpin harus bisa dinilai dengan data-data kuantitatif,” kata Aziz.

Sementara itu, Ketua Koordinator Bidang Hankam, Hublu, Kumham, Ekonomi Pedesaan dan Diaspora, Happy Bone Zulkarnain, menilai hasil Pemilu tahun ini merupakan prestasi Airlangga. Sebab Menteri Perindustrian itu telah bekerja keras untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap partai.

“Alhamdulillah kita masih ada dalam posisi 12 persen dengan 85 kursi di DPR,” kata Happy dikutip dari merdeka.com pekan lalu.

Happy menyebut Airlangga berhasil membuat partai bangkit dari keterpurukan. Sejak awal memimpin, Airlangga bertekad mengubah wajah partai bergambar pohon beringin itu. Menetapkan slogan partai bersih dan dekat kaum milenial. Dia juga mampu mengatur strategi agar kader partai bisa bekerja keras dan maksimal.

Terkait hasil Airlangga dianggap jauh dari target, Happy merasa bukan sebuah penurunan. Sebab saat Airlangga menjabat, Golkar dalam kondisi belum stabil dan tidak memiliki waktu banyak untuk berhadapan dengan masa kampanye. Sehingga capaian Partai Golkar saat ini merupakan prestasi ketua umum.

Selain itu, Happy juga mengklaim untuk pertama kalinya Partai Golkar berhasil berkoalisi dan mengusung calon presiden dan wakil presiden memenangkan Pilpres. Pencapaian Golkar hari ini juga menunjukkan semangat kerja kader, mesin partai dan kekuatan jaringan yang solid dan efektif.

Dia membantah tudingan Aziz yang menyebut DPP tidak memberikan bantuan kepada kader di daerah selama masa kampanye. Justru Airlangga rajin berkeliling ke berbagai daerah untuk melakukan konsolidasi. Ketum juga telah mencurahkan berbagai gagasan hingga mengeluarkan dana yang tidak sedikit demi kemenangan partai.

“Kalau dikatakan kepemimpinan Airlangga ini terpuruk, itu enggak objektif menilainya, hanya emosional,” ungkap Happy.

Airlangga sudah menyatakan siap kembali maju menjadi Ketua Umum Partai Golkar. Dia mengklaim dapat dukungan hampir semua DPD Partai Golkar mendukung dirinya untuk kembali memimpin partai berlambang pohon beringin lagi.

Airlangga memastikan Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar akan digelar pada Desember 2019. Salah satu agenda dalam Munas yaitu pemilihan Ketua Umum Partai Golkar. “Insya Allah (maju lagi jadi Ketum). Ada beberapa daerah sudah memberikan dukungan. Sudah hampir semua DPD sudah memberikan dukungan dan sikap,” kata Airlangga saat berada di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu pekan lalu.

Pencapaian Partai Golkar sebaiknya harus dinilai secara objektif. Masih banyak pekerjaan rumah Airlangga disisa kepemimpinannya. Ada harapan Golkar bakal melahirkan banyak pimpinan di masa depan. [merdeka]