Ketua DPP Perindo, Yusuf Lakaseng: Sirekap Jadi Alat Utak-Atik Suara Pemilu 2024

Ketua DPP bidang Politik Partai Perindo Yusuf Lakaseng bicara soal dugaan praktik utak-atik suara partai yang terjadi pada rekapitulasi suara Pemilu 2024.

Dia menilai, dugaan itu semakin kuat muncul lantaran partai dari anak bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih belum memenuhi parliamentary threshold atau ambang batas parlemen sebesar 4 persen pada tahap rekapitulasi suara oleh KPU RI.

Namun, dalam prosesnya, terjadi peningkatan suara partai tersebut dalam sistem informasi rekapitulasi (Sirekap).

Hal itu disampaikan Yusuf Lakaseng saat diskusi bertajuk ‘Utak-Atik Perolehan Suara Parpol dan Caleg Hasil Pemungutan Suara Pemilu 2024, Benarkah?’ yang dipandu oleh Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra di Studio Tribunnews, Palmerah, Jakarta, Jumat (15/3/2024).

“Isu kalau sebenarnya ya, isu otak-atik ini menjadi masif dan menjadi perhatian publik ketika quick count partai anaknya Presiden tidak lolos. Lalu dalam proses perjalannya tiba-tiba angka rekapitulasinya langsung naik,” kata Yusuf Lakaseng.

Dalam kesempatan itu, Yusuf tak menyebut secara spesifik partai anak Presiden itu.

Namun, diketahui bersama jika Partai Solidaritas Indonesia (PSI) diketuai oleh Kaesang Pangarep, yakni putra bungsu Presiden Jokowi.

Dia juga mengatakan, dalam proses rekapitulasi Sirekap, publik ingin mengetahui secara terbuka soal perhitungan suara yang dilakukan oleh KPU RI.

Apalagi, sempat ada terjadi kenaikan suara PSI yang meningkat tajam dalam beberapa waktu.

Namun, kata Yusuf, Sirekap justru dihentikan dan dialihkan ke sistem manual. Padahal, Sirekap dinilai sebagai cermin awal publik melihat perhitungan suara Pemilu 2024.

“Orang kemudian menganggap ini harus dirumah kacakan, Sirekap, dan proses perhitungan manual. Dan ketika dirumah kacakan oleh publik, semua orang ingin tahu dan memang kekacauan terjadi di Sirekap,” terangnya.

Dia pun mengungkapkan, seorang ahli IT di ITB pun menyampaikan hal yang sama soal kekacauan Sirekap.

Terutama, soal tidak adanya fitur yang memfalidasi ketika angka itu lebih dari daftar pemilih tetap (DPT) tiap TPS yakni 300 orang.

Sehingga, dia menduga Sirekap dipakai sebagai alat untuk membuat otak-atik suara Pemilu 2024.

“Sirekap menurut saya memperlancar untuk utak-atik. Kita temukan seperti kasus di Banjar ya, tiba-tiba KPU Banjarnya membaca hasil partai anaknya Presiden itu dari 2 ribu sekian jadi 17 ribu. Untung saksinya partai itu berintegritas, sehingga dia protes kok pengelembungannya jauh banget ada 15 ribu, baru kemudian dinormalisasi,” jelasnya.

(Sumber)