News  

Jokowi Dijewer Akademisi Lagi: UGM Lewat Kampus Menggugat, UI Lewat Seruan Salemba

Perlawanan kampus menyuarakan kritik terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi menguat lagi hari-hari ini. Setelah sebelumnya ramai sivitas akademika dari berbagai kampus “menjewer” Jokowi jelang Pemilu 2024, kini kampus kembali bersuara. Aksi terbagi dua: Kampus Menggugat di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Seruan Salemba di Universitas Indonesia (UI).

Lantas apa poin-poin pernyataan kedua aksi ini?

Perlawanan kampus kembali dari UGM, UI dan lainnya kembali setelah akhir Januari ratusna kampus kritisi Jokowi. Apa poin-poin dari Kampus Menggugat dan Seruan Salemba?

Civitas Akademika di Yogyakarta melakukan gerakan moral Kampus Menggugat di Balairung UGM, Selasa, 12 Maret 2024. Antaranews

Kampus Menggugat

Aksi Kampus Menggugat berlangsung di hari pertama puasa Ramadan 1445 H atau Selasa, 12 Maret 2024. Aksi di Kampus Biru, julukan UGM, ini bertajuk “Kampus Menggugat, Tegakkan Etika & Konstitusi, Perkuat Demokrasi.” Digelar di Balairung UGM, aksi dimulai dengan menyanyikan Hymne Gadjahmada dan diikuti rangkaian agenda lainnya.

Antara lain pembacaan orasi dari beberapa tokoh sivitas akademika UGM, seperti Prof Arie Sudjito, Prof Koentjoro, Prof Zainal Arifin Mochtar hingga Wakil Alumni Prof Busyro Mukodas dan Kampus lain, Prof Endi Suandi Hamid. Sempat diisi Pembacaan Puisi dan diakhiri dengan Deklarasi berjudul “Kampus Menggugat” sebagai puncak acara.

Arie Sujito, yang merupakan Wakil Rektor UGM, menyatakan deklarasi tersebut sebagai bentuk keresahan para akademisi. Menurutnya, para akademisi dan intelektual memiliki tanggung jawab moral. “Bagian dari keresahan para akademisi dan intelektual, mereka punya tanggung jawab untuk merespons demokrasi yang sedang berlangsung,” katanya kepada Tempo.co, Rabu, 13 Maret 2024.

Berikut ini 3 poin utama deklarasi “Kampus Menggugat” yang berlangsung di UGM:

Pertama, universitas sebagai benteng etika menjadi lembaga ilmiah Independen yang memiliki kebebasan akademik penuh untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan menyuarakan kebenaran berbasis fakta, nalar dan penelitian ilmiah.

Kedua, segenap masyarakat sipil terus kritis terhadap jalannya pemerintahan dan tak henti memperjuangkan kepentingan rakyat banyak. Ormas sosial keagamaan, NGO, CSO, tidak terkooptasi, apalagi menjadi kepanjangan tangan pemerintah.

Ketiga, para pemegang kekuasaan Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif harus:

1. Memegang teguh prinsip-prinsip demokrasi secara substansial dan menjunjung tinggi amanah konstitusi dalam menjalankan kekuasaan demi mewujudkan cita-cita proklamasi dan janji reformasi. Politik dinasti tak boleh diberi ruang dalam sistem demokrasi.

2. Menegakkan supremasi hukum dan memberantas segala bentuk korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), tanpa mentolelir pelanggaran hukum, etika dan moral dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara.

3. Secara serius mewujudkan keadilan ekonomi dan sosial bagi semua warga dan tak membiarkan negara dibajak oleh para oligarki dan para politisi oportunis yang terus mengeruk keuntungan melalui kebijakan-kebijakan yang merugikan rakyat pada umumnya.

Para Guru Besar hingga akademisi membacakan Seruan Salemba 2024 temu ilmiah Universitas memanggil bertema Menegakan Konstitusi Memulihkan Peradaban dan Hak Kewargaan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 14 Maret 2024. Sejumlah Guru Besar dan akademisi dari berbagai peguruan tinggi berkumpul untuk menyuarakan “api demokrasi yang multi redup”. TEMPO/ Febri Angga Palguna

Seruan Salemba

Gerakan yang sama juga dilakukan di Kampus UI Salemba pada Kamis, 14 Maret 2024 pukul 10.00 WIB. Para guru besar dari berbagai universitas di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi hadir menyelenggarakan Temu Ilmiah – Universitas Memanggil. Aksi berlangsung di Gedung IMERI Fakultas Kedokteran, UI, Salemba, Jakarta Pusa. Puncak acaranya pembacaan Seruan Salemba 2024 dari ilmuwan maupun akademisi berbagai kampus.

Berikut 7 Seruan Salemba 2024

1. Mendesak penyelenggara negara untuk menyiapkan suksesi kekuasaan dengan cara bermartabat dan beretika demi kepentingan yang luas, yaitu bangsa dan negara.

2. Mendesak dilakukannya reformasi hukum, khususnya atas produk perundang-undangan terkait politik dan pemilu, dan berbagai peraturan perundangan lain yang berimplikasi pada hayat hidup orang banyak, dengan proses transparan dan akuntabel; serta tidak lagi merumuskan hukum yang substansinya mengabaikan kedaulatan rakyat, dan hanya mengutamakan kepentingan segelintir orang saja (oligarki).

3. Mendukung parlemen (DPR RI) untuk segera bekerja menjalankan fungsi-fungsi menyuarakan suara rakyat, melakukan penyelidikan secara terbuka terhadap penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan eksekutif agar dapat dipertanggungjawabkan.

4. Mendesak penghentian intimidasi terhadap warga negara, termasuk akademisi ketika menggunakan hak berekspresi dan mengingatkan pemerintah untuk mematuhi Konstitusi dan negara hukum.

5. Mengajak warga masyarakat luas agar menjadi warga negara yang paham serta sadar akan hak haknya dan berani mempertanyakan kebijakan publik khususnya yang berdampak pada ketidakadilan.

6. Mengajak para ilmuwan dari Sabang sampai Merauke untuk tetap bekerja keras menghasilkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara, dengan mengutamakan nilai etika, moral, serta budaya luhur yang diamanatkan oleh para pendiri bangsa.

7. Menyerukan kepada seluruh komponen bangsa untuk menjadikan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) sebagai musuh bersama.

Jokowi ramai dikritik sivitas akademika jelang Pemilu 2024

Menjelang Pemilu 2024, Jokowi juga pernah ramai-ramai dikritik sejumlah sivitas akademika dan guru besar dari berbagai universitas di Indonesia. Kritik itu pertama kali datang antara lain dari kalangan akademisi UGM, Universitas Islam Indonesia (UII), hingga Dewan Guru Besar UI.

Kritik dari UGM disampaikan pada Rabu, 31 Januari. Mereka membuat Petisi Bulaksumur. Jokowi dinilai menyimpang dari jalur demokrasi. Kritik UII dilakukan pada Kamis, 1 Februari. Mereka menyebut kenegarawanan Jokowi pudar. Esoknya, Jumat, 2 Februari gantian UI. Para akademisi prihatin hancurnya tatanan hukum jelang Pemilu.

Kritik tersebut menular. Sejumlah perguruan tinggi membeo. Antara lain dari Universitas Andalas (Unand) juga pada Jumat, 2 Februari. Sivitas akademika menilai ada banyak peristiwa politik tidak wajar jelang Pemilu. Setelah Unand, kritikan datang dari Universitas Padjadjaran (Unpad) pada Sabtu, 3 Februari.

Pada Senin 5 Februari, giliran sivitas akademika Universitas Islam Negeri atau UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Mereka mengingatkan Jokowi agar tak lena denda jabatan. Di hari yang sama, Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) juga ikutan menjewer Kepala Negara. Mereka menuding Jokowi melakukan pelurusan fondasi kebangsaan.

Lalu juga pada 5 Februari, kritikan kepada Jokowi datang dari sivitas akademika Universitas Riau atau Unri. Perkembangan kehidupan bangsa dan negara disebut telah melenceng dari nilai moral dan etika berbangsa gara-gara Jokowi. Universitas Airlangga (Unair) tak ketinggalan. Pada Jumat siang itu, mereka menyatakan turut peduli terhadap demokrasi.

(Sumber)