Airlangga Hartarto Digadang-gadang Jadi Capres Golkar 2024

Ketua Umum Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong (Kosgoro) 1957 sekaligus Ketua Dewan Pakar Partai Golongan Karya, Agung Laksono mendorong Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menjadi calon presiden di 2024. Dorongan tersebut menurutnya dilakukan dengan berbagai pertimbangan, termasuk kualitas yang dimiliki oleh Airlangga.

“Di internal Kosgoro sudah dibahas. Karena yang kita dorong itu kader sendiri sebetulnya. Dialah juga salah satu wakil ketua umum Kosgoro. Tentu kami punya dasar yang cukup kuat, apalagi juga secara objektif beliau adalah orang yang setelah kami lihat, baik kepada partai, bangsa, negara, tidak diragukan lagi prestasi beliau,” ujarnya di Garut, Jumat (12/7).

Selain itu, kata Agung, Airlangga pernah di eksekutif dan legislatif sehingga dianggap memiliki pengalaman yang mumpuni dalam hal politik. Ditambah posisinya saat ini sebagai Ketua Umum Partai Golkar, sehingga pilihannya tidak semata-mata karena satu Ormas, namun juga karena objektivitas.

“Itulah kami menyampaikan kepada DPP (Golkar), supaya DPP nanti di dalam munas memilih dia,” katanya.

Selain itu, Agung juga menyebut bahwa ke depan Ketua Umum harus siap dicalonkan sebagai calon presiden. Sosok Airlangga dinilainya dari daftar calon-calon Ketua Umum (Partai Golkar) hanya ada lima atau enam orang saja yang menonjol.

“Semua memiliki kekurangan dan kelebihan. Tetapi yang paling sedikit kekurangannya dan paling banyak kelebihannya adalah Pak Airlangga yang layak menjadi calon presiden,” katanya.

“Sekurang-kurangnya Wapres. Tetapi saya tidak bisa menentukan sekarang. Kita lihat nanti, masih lama, 5 tahun lagi,” ungkapnya.

Kosgoro sendiri, untuk Pemilu 2024 menargetkan suara di atas 20 persen bagi Partai Golkar. Namun hal tersebut menurutnya memiliki syarat, yaitu DPP utuh menjalani jabatan selama 5 tahun penuh.

“Sebab image partai akan menjadi menurun berdasarkan survei dan pengalaman kami. Akan menurun drastis manakala terjadi pimpinan partai terkena kasus, misalkan pidana korupsi, atau pidana lainnya. Kedua karena perpecahan di dalam, semua sudah kami alami. Dan DPP itu kedepan harus lima tahun,” jelasnya. [merdeka]