News  

Megawati Singgung Etika Presiden dan Kenegarawanan Hakim MK: Jika Abai, Kita Jadi Bangsa Kerdil

Politikus senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hendrawan Supratikno menyatakan, persoalan etika penguasa seperti Presiden, yang disinggung oleh Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri sesuai dengan yang tertuang dalam Tap MPR.

“Kita masih memiliki Tap MPR Nomor 6 Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa. Tap yang lahir sebagai bentuk hukum dari aspirasi reformasi ini harus dijalankan dengan konsisten dan konsekuen,” kata Hendra kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Minggu (14/4/2024).

“Bila tidak, dan kita abai terhadap aspek-aspek etika, maka kita akan menjadi bangsa yang kerdil dan terbelakang,” sambungnya.

Ia menekankan, tulisan opini Megawati yang berjudul “Kenegarawanan Hakim Mahkamah Konstitusi” yang dipublikasikan baru-baru ini, tentu menginspirasi dan memotivasi publik agar senantiasa memberikan yang terbaik kepada bangsa dan negara dalam bidang profesinya masing-masing.

“Dalam bidang hukum, sebagai hakim, tentu harus mampu menghadirkan keadilan substantif, berdasarkan suara nurani yang diterangi jiwa Pancasila dan Konstitusi,” ujarnya.

Selain itu, dirinya juga mengingatkan ketika HUT PDIP pada Januari 2024 lalu bertema ‘Satyam Eva Jayate’ yang bermakna kebenaran pasti menang, sudah menjadi isyarat dari Megawati, jauh sebelum menuliskan kritikannya terhadap pemerintahan saat ini.

“Bu Mega yakin bahwa suara-suara kebenaran tidak bisa dibungkam, dengan instrumen kekuasaan yang penuh intrik dan intimidasi. Untuk sementara mungkin (bisa saja terjadi). Tapi kekuatan kolektif rakyat, (tentu) akan mencari jalannya sendiri,” tegasnya.

Sebelumnya, Megawati Soekarnoputri menyampaikan opini pada Senin (8/4/2024), dengan judul “Kenegarawanan Hakim Mahkamah Konstitusi” yang dipublikasikan melalui Harian Kompas.

Pada tulisannya, Megawati menyatakan tanggung jawab penguasa, seperti presiden terhadap etika, sangatlah penting. Segala kesan yang menunjukkan bahwa presiden memperjuangkan kepentingan sendiri atau keluarganya adalah fatal. Sebab, presiden adalah milik semua rakyat Indonesia.

“Pilpres 2024 merupakan puncak evolusi hingga bisa dikategorikan sebagai kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Ditambah motif nepotisme yang mendorong penyalahgunaan kekuasaan presiden,” kata Megawati dalam tulisan tersebut.

Oleh karena itu, Presiden ke-5 Republik Indonesia ini menuntut sikap kenegarawanan yang dimiliki hakim Mahkamah Konstitusi, yang masuk dalam dimensi tanggung jawab bagi pemulihan etika dan moral itu.

“Tanpanya, MK hanya menjadi jalan pembenaran bagi sengketa pemilu yang orientasinya hanya pada hasil, tanpa melihat secara jernih bagaimana proses pemilu dan keseluruhan input dari proses pemilu,” ujar Megawati.

Di akhir tulisannya, Megawati sempat menekankan bahwa peristiwa apa saja yang terjadi di Pemilu 2024, akan menjadi catatan sejarah bagi Republik Indonesia.

(Sumber)