News  

Gaduh! Obat Sakit Kepala Picu Anemia Aplastik, Ini Kata Ahli Kanker dan BPOM

Sebuah unggahan viral di media sosial menyebut salah satu produk obat sakit kepala bisa memicu anemia aplastik. Bikin gaduh karena obat tersebut dijual bebas dan banyak digunakan.

“Kindly reminder utk teman2 semuanya, jangan terlalu sering konsumsi obat ini yaaa. sender perhatiin ternyata keterangan efek sampingnya ditambahin, berisiko anemia aplastik. Kalo minum obat yg beredar di pasaran, mohon dibaca semua keterangannya utk jaga2 ya,” demikian postingan viral di laman X yang dulunya Twitter, seperti dilihat detikcom Rabu (17/4/2024).

Dikutip dari Mayo Clinic, anemia aplastik adalah suatu kondisi yang terjadi ketika tubuh berhenti memproduksi cukup sel darah baru, sehingga menyebabkan kelelahan dan lebih rentan terhadap infeksi serta pendarahan yang tidak terkontrol.

Ahli kanker dr Ronald Alexander Hukom, SpPD-KHOM membenarkan bahwa penggunaan obat tertentu memang bisa memicu anemia aplastik. Kondisi ini dikenal sebagai drug-induced aplastic anemia atau anemia aplastik yang diinduksi obat.

“Anemia aplastik yang diinduksi obat, adalah efek samping obat yang dapat mengancam jiwa terkait dengan obat-obatan tertentu yang berpotensi menjadi racun bagi sumsum tulang,” jelas dr Ronald saat dihubungi detikcom, Rabu (17/4/2024).

“Toksisitas tergantung pada dosis dan lama pemakaian obat, yang merupakan contoh kemungkinan mekanisme terjadinya anemia aplastik akibat obat. Untuk mengurangi risiko berbahaya dari obat, dianjurkan pemakaian selalu dalam pengawasan dokter,” lanjutnya.

Terkait informasi yang viral tentang efek samping salah satu produk obat sakit kepala, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melalui Kepala Biro Kerja Sama dan Humas, Noorman Effendi menyampaikan penjelasan.

“Penambahan ES (efek samping) risiko anemia aplastik telah sesuai dengan persetujuan BPOM saat pendaftaran ulang (perpanjangan izin edar) pada 5 November 2020,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom, Rabu (17/4/2024).

“Jadi berdasarkan hasil evaluasi dan kajian BPOM, penambahan risiko anemia aplastik sebagai efek samping obat, tetap harus dicantumkan dalam kemasan. Meskipun untuk kejadian ini frekuensinya terkategori jarang (rare) yaitu 1 kasus per 1 juta pengguna,” lanjutnya.

Meski mencantumkan efek samping risiko anemia aplastik, ditegaskan bahwa sampai saat ini tidak ada data maupun laporan di Indonesia (m-ESO BPOM) maupun WHO mengenali kejadian efek samping baik tersebut.

Ditegaskan juga, obat mengandung propyphenazon aman digunakan sepanjang sesuai indikasi, dosis, dan aturan pakai sebagaimana tercantum dalam kemasan. Obat sebagaimana disebut dalam informasi viral tersebut termasuk obat bebas terbatas (ditandai dengan lingkaran biru) dan diindikasikan untuk meringankan sakit kepala dan sakit gigi atau analgesik.

“Jadi memang tidak untuk pengobatan dalam jangka waktu lama,” tegasnya.

Sementara itu pakar farmasi Prof Zullies Ikawati dari Universitas Gadjah Mada menyebut kasus anemia aplastik yang diinduksi obat memang dimungkinkan, tetapi kasusnya sangat jarang terjadi. Risikonya meningkat setelah penggunaan obat tertentu dalam jangka waktu panjang.

Sementara pada kasus obat sakit kepala, umumnya hanya dikonsumsi saat pasien mengeluhkan gejala. Artinya, risiko terjadi keterkaitan keduanya relatif kecil.

“Dari obat yang disebutkan di atas, yang pernah dilaporkan dapat menyebabkan anemia aplastic adalah propyphenazone. Tapi itupun dengan penggunaan yang kronis atau jangka panjang, sementara obat-obat ini umumnya digunakan bila perlu saja. Sehingga risikonya termasuk kecil,” sambungnya.

Selama digunakan sesuai anjuran dari profesional kesehatan, risiko mengalami efek samping pada penggunaan obat-obatan bisa dihindari.

Catatan redaksi: Berita ini mengalami pemutakhiran dengan penambahan keterangan dari BPOM, meluruskan kesimpangsiuran informasi yang beredar.

(Sumber)