Reliji  

Sebar Aib di Medsos dan Infotainment Masuk Kategori Tajassus?

Penggunaan media sosial sudah tidak asing lagi dalam kehidupan sehari-hari kita. Bahkan saat ini, media sosial (Medsos) adalah platform tempat seseorang mencari sumber rezeki.

Faktanya, banyak masyarakat yang memanfaatkan media sosial untuk menambah pengetahuan baru, berbagi tentang kehidupannya, dan mengunggah isu-isu yang sedang tren terbaru.

Sayangnya, belakangan platform media sosial terlihat semakin beracun dimana banyak netizen yang memanfaatkannya untuk menyebarkan keburukan, kebencian dan fitnah kepada satu kelompok kepada kelompok lain.

Mencari dan Menyebarkan Rasa Malu Seseorang

Maraknya fenomena penyebaran aib yang meluas di media sosial menjadi perhatian mantan Mufti Wilayah Federal Malaysia, Dr Zulkifli Mohamad Al-Bakri. Melalui akun X-nya ia angkat bicara terkait hal tersebut.

Secara terminologis, tajassus adalah menyebarkan sesuatu yang memalukan, yang berarti hal-hal yang tidak baik.

Menurutnya, keinginan untuk berbagi, mencari dan menyebarkan rasa malu seseorang merupakan tindakan ‘tajassus‘. Tajassus adalah mencari-cari kesalahan/keburukan orang lain atau memata-matainya.

Secara terminologis, tajassus adalah menyebarkan sesuatu yang memalukan, yang berarti hal-hal yang tidak baik.

Menurut penjelasan mendiang Syeikh Dr. Wahbah al-Zuhaili, tajassus dari sudut pandang istilah berarti; “Mencari rasa malu dan mengungkapkan apa yang selama ini disembunyikan manusia.”

Hukum Tajassus

Kembali pada konteks semula, hukum amalan tajassus haram di sisi Islam sebagaimana yang difirmankan Allah SWT:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ

“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.” (QS: Al-Hujurat: 12).

Dalam Tafsir Ath-Thabari tajassus adalah larangan mencari-cari kesalahan orang lain, sehingga kita melihat dan mengetahui itu benar atau salah.

Dalam Tafsir Al-Qurthubi tajassus adalah larangan mencari atau mengungkap aib seseorang sehingga menemukannya, setelah Allah menutupinya dengan baik.

Dalam Tafsir fi Zilalil Qur’antajassus kadang- kadang kegiatan yang mengiringi dugaan dan kadang-kadang sebagai kegiatan awal untuk menyingkap aurat dan mengetahui keburukan.

Sementara dalam Tafsir al-Munir tajassus adalah larangan mencari-cari aib dan kekurangan orang-orang Islam, mengekspos sesuatu yang mereka tutup-tutupi, dan mengorek berbagai rahasia mereka.

Jadi makna tajassus dalam Al-Quran adalah suatu usaha untuk mencarı-cari kesalahan seseorang, mengungkap, dan mengorek aib orang lain dan hukumnya dianggap haram.

Tajassus di Medsos dan Infotainment

Saat ini media yang banyak mempraktikkan tajassus adalah infotainment.  Bentuk lain tajassus dan bergosip kini juga marak pengguna situs X.

Dalam Munas Alim Ulama NU pada 27 – 30 Juli 2006 M memutuskan tajassus yang dilakukan infotainment adalah perbuatan haram.

Di antara alasan larangan itu adalah Al-Quran dan al-Hadis;

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا – الأحزاب : ٥٨

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS: Al Ahzab :58)

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ – رواه مسلم

“Dari Abu Hurairah, sesunguhnya Rasulullah ﷺ bersabda, “Apakah kalian mengetahui apa ghibah itu?” Para shababat menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui”. Beliau mengatakan, “Ghibah itu adalah bercerita tentang saudara kalian apa-apa yang tidak ia sukai.” Rasul bersabda, “Bagaimana menurut kalian kalau yang direcitakan itu benar-benar nyata apa adanya? Maka inilah yang disebut ghibah, dan apabila apa yang kalian ceritakan tidak nyata, maka berarti kalian telah membuat kedustaan (fitnah) kepadanya.” *