News  

Terungkap! Setditjen Kementan Sebut Oknum BPK Minta Rp. 12 Miliar Untuk Terbitkan WTP

Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan), Hermanto mengungkap program food estate menjadi hambatan kementerian mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK). Ia pun mengaku, ada oknum anggota BPK yang melobinya untuk mendapatkan predikat audit tersebut.

Hal ini diceritakan oleh Hermanto ketika dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan eks Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL) Cs di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus), Rabu (8/5/2024).

Mulanya, Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanyakan proses pemberian predikat WTP kepada Kementan. Sebab, SYL mengklaim memenangkan berbagai macam penghargaan ketika menjabat Menteri Pertanian.

Hermanto pun menyebut ada beberapa persoalan sehingga predikat WTP sulit dapat oleh Kementan.

“Kemudian ada kronologis apa terkait dengan Pak Haerul, pak Victor yang mana saksi alami sendiri saat itu, bagaimana bisa dijelaskan kronologisnya?” tanya jaksa kepada Hermanto.

“Yang ada temuan dari BPK terkait food estate yang pelaksanaan,” jawab Hermanto.

“Ada temuan-temuan-lah ya, ada banyak?” tanya jaksa memastikan.

“Ya temuan-temuan. Tidak banyak, tapi besar,” sebut Hermanto.

Barulah Hermanto menjelaskan dalam proses pemberian WTP, BPK menyoroti soal food estate. Sebab, banyak permasalahan yang ditemukan di program tersebut.

“Misal contoh satu, temuan food estate itu kan temuan istilahnya kurang kelengkapan dokumen ya, kelengkapan administrasinya. Istilah di BPK itu BDD, bayar di muka. Jadi, itu yang harus kita lengkapi, dan itu belum menjadi TGR. Artinya ada kesempatan untuk kita melengkapi dan menyelesaikan pekerjaan itu,” sambung Hermanto.

“Itu yang di tahun berapa?” tanya jaksa memastikan.

“Kegiatannya 2021, sebelum saya menjabat. Tapi ketika saya menjabat saya langsung berhadapan dengan konsep temuan BPK. Ya, membaca konsep temuan,” kata Hermanto.

Kemudian, Jaksa mengorek lebih dalam, mengenai kegiatan BPK pada 2022 hingga 2023. Hermanto mengaku tak mengetahuinya secara pasti.

Tapi, jaksa terus mencecarnya dengan menyinggung sejumlah nama orang BPK.

“Kalau begitu, kejadian apa nih kronologisnya, saksi pernah bertemu dengan Pak Victor, Daniel Siahaan namanya ya, Toranda Saefullah. Apa yang disampaikan mereka kepada Kementan selaku yang diperiksa?” tanya Jaksa.

“Pernah disampaikan bahwa konsep dari temuan-temuan itu bisa menjadi penyebab tidak bisanya WTP di Kementan. Dari sekian banyak eselon 1, tapi mungkin apa namanya termasuk bagian dari PSP ada di dalamnya,” jelas Hermanto.

Bahkan, jaksa mempertanyakan mengenai ada tidaknya permintaan uang oleh BPK. Hermanto mengamininya.

“Apakah kemudian ada permintaan atau yang harus dilakukan Kementan agar itu menjadi WTP?” tanya Jaksa.

“Ada. Permintaan itu disampaikan untuk disampaikan kepada pimpinan untuk nilainya kalau enggak salah diminta Rp 12 miliar untuk Kementan,” jawab Hermanto.

Jaksa lantas menanyakan pihak yang memintakan uang tersebut. Hermanto mengungkapkan, oknum anggota BPK minta uang pelicin audit WTP itu bernama Victor

“Iya, (diminta) Rp 12 miliar oleh Pak Victor tadi,” kata Hermanto.

Hermanto menyebut ada arahan agar permintaan uang itu disampaikan kepada pimpinannya. Tetapi karena tidak memiliki akses, dirinya menyebut tidak bisa menyampaikannya.

“Saya tidak terima arahan dari Pak Menteri maupun dari Pak Sekjen terkait itu. Cuma ini minta disampaikan oleh Pak Victor, disampaikan ke Pak Menteri,” jelas Hermanto.

“Nah, akhirnya gimana, disampaikan?”

“Saya enggak ada punya akses langsung ke Pak Menteri.”

Sehingga, Hermanto berinisiatif memperkenalkan Victor dengan Muhammad Hatta selaku Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan saat itu.

“Selanjutnya bagaimana? Saksi kan menyebut melalui Pak Hatta. Apa nih yang disampaikan Pak Hatta kemudian?”

“Ya akan menghubungi Pak Sekjen dan menyampaikan ke Pak Menteri,” kata Hermanto.

(Sumber)