Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming konsisten menggaungkan program makan bergizi gratis. Bahkan sebelum pelantikan, Prabowo Subianto sudah membentuk Gugus Tugas Sinkronisasi untuk berkoordinasi dengan berbagai institusi pemerintah guna menyiapkan program unggulannya ini.
Prabowo yakin, kebijakan ini dapat meningkatkan kinerja sektor pendidikan dalam melahirkan generasi yang berkualitas, seiring dengan akses pangan bergizi untuk anak-anak dari keluarga kurang mampu.
“Saya optimis bahwa melalui kebijakan-kebijakan tersebut, kita akan meningkatkan kehadiran dan kinerja sekolah serta menunjukkan dukungan dan solidaritas kita kepada anak-anak yang paling membutuhkan,” jelas Prabowo saat di Singapura, Selasa (18/6).

Ternyata makan gratis bukan program pemerintah yang benar-benar baru. Nyatanya program ini pernah dilaksanakan pada pemerintahan Orde Baru. Tepatnya saat Soeharto menunjuk putrinya, Siti Hardijanti Rukmana atau Mbak Tutut, sebagai menteri sosial.
Soeharto sendiri mengangkat Tutut menjadi Mensos di akhir kabinetnya—Kabinet Pembangunan VII. Namun, Tutut hanya menjabat selama kurang lebih 2 bulan (14 Maret-21 Mei 1998), karena sang ayah harus lengser pada 21 Mei 1998.
Kupon Makan Gratis di Era Soeharto
Saat menjabat sebagai menteri sosial tahun 1998, Tutut sempat mengeluarkan kebijakan kupon makan gratis. Kebijakan ini guna menangani kerawanan sosial dampak krisis moneter.
Merujuk pada “Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan Bank Indonesia” Indonesia mengalami krisis moneter pada tahun 1997-1998. Dampaknya banyak warga yang terkena PHK dan pengangguran meningkat.

Wakil Kepala Kajian APEC UI, Lepi Tarmizi, dalam laporan berjudul ‘Krisis Moneter Indonesia: Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran’ (1999) mencatat, jumlah pengangguran sebelum krisis ada di angka 3 atau 4 juta jiwa. Namun pada tahun 1998, jumlah pengangguran diprediksi membengkak menjadi 13,8 juta orang. Artinya, ada sekitar 9,8 juta orang pengangguran baru yang tercipta pada tahun 1998.
Untuk membantu krisis ini, kementerian sosial menggelar Rapat Koordinasi Program Penanggulangan Dampak Sosial Krisis Moneter yang dilangsungkan di ruang rapat Departemen Sosial pada 20 Maret 1998.
Berdasarkan skripsi di UNS berjudul ‘Kerusuhan Mei 1998 di Pasar Minggu: Salah Satu Kecamatan di Jakarta Selatan’ (2020), Departemen Sosial akhirnya membuat program PDSKM (Penanggulangan Dampak Sosial Krisis Moneter) yang berlangsung sejak 24 Maret 1998.
Skripsi itu kemudian mengutip arsip Harian Kompas berjudul ‘Mensos Bagikan Kupon’ (1998), disebutkan bahwa program putri sulung Soeharto itu merupakan program jangka pendek berupa makan gratis. Sasarannya adalah orang yang terkena PHK dan warung sederhana yang perlu bantuan.

Kala itu, Tutut menyebut bahwa makan gratis tidak berlangsung selamanya, sebab Indonesia sedang menuju masyarakat mandiri. Program ini baru hanya dicoba di Jakarta.
Dana untuk program ini berasal dari pemotongan gaji presiden dan menteri selama satu tahun. Namun, tidak ada penjelasan lebih lanjut berapa besarnya. Yang pasti, makan gratis ini mendapat sumbangan dari Barito Group dan Astra International yang mencapai Rp 3 milliar.
Jumlah korban PHK yang mendapat kupon pun juga tidak dijelaskan banyaknya. Namun, di DKI Jakarta ada 15 ribu kupon yang dibagikan. Seperti wilayah Jakarta Utara mendapatkan 3.000 lembar, Jakarta Pusat mendapatkan 2.000 lembar, Jakarta Barat mendapatkan 4.000 lembar, Jakarta Timur mendapatkan 4.000 lembar, dan Jakarta Selatan mendapatkan 2.000 lembar.
Kupon ini hanya berlaku selama tujuh hari dan tujuh jatah makan siang. Satu kupon bernilai Rp 1.500 sekali makan dan bisa digunakan di 300 warung sehat yang terdata. Berdasarkan kalkulator inflasi, Rp 1.500 kala itu setara dengan Rp 7.300 di tahun 2024.
Dengan uang Rp 1.500 kala itu, seseorang bisa menikmati nasi, telur, hingga sayur.
Tuai Masalah

Pembagian kupon makan siang tidak berlangsung mulus. Sistem ini belum menjangkau semua warga dan daerah yang berhak. Serta program ini hanya terbatas di Ibu Kota.
Pemerintah mengklaim bahwa program yang sudah berjalan adalah uji coba sambil menunggu tata cara yang tepat. Dalam masa uji coba juga banyak ditemui masalah penggunaan kupon. Salah satunya adalah salah paham antar warga dan pemilik warung makan.
Kala itu, para pemilik warung merasa rugi. Sebab, banyak warga meminta makan gratis meski tidak memiliki kupon. Kupon makan gratis ini pun kemudian berakhir bersama runtuhnya Orde Baru.