LEGENDA bulutangkis Indonesia, Taufik Hidayat, mengomentari performa tunggal putra Tim Merah-Putih yang terpuruk di Olimpiade Paris 2024. Kata dia, secara mental tampil di pesta olahraga terakbar di dunia itu memang berat karena tekanannya berbeda dibanding turnamen-turnamen lainnya.
Seperti diketahui, tim bulutangkis Indonesia menjadi sorotan setelah tampil buruk di Olimpiade 2024. Dari sembilan wakil yang ada, hanya satu saja yang berhasil meraih medali perunggu, yakni bintang tunggal putri, Gregoria Mariska Tunjung.
Padahal, bulutangkis menjadi cabang olahraga (cabor) yang rutin menyumbang emas untuk Indonesia di ajang empat tahunan itu. Namun, prestasinya malah cukup jeblok di Paris 2024.
Di sektor tunggal putra, Jonatan Christie dan Anthony Sinisuka Ginting, bahkan pulang lebih awal. Mereka tak sanggup untuk lolos dari fase grup menuju babak 16 besar. Masalah mental yang kurang siap pun berkali-kali diucapkan oleh mereka sebagai alasan kurang maksimalnya performa di Olimpiade 2024.
Lupakan Olimpiade Paris 2024, Anthony Ginting dan Jonatan Christie Mulai Fokus Hadapi Japan Open 2024
Taufik pun mengamini bahwa Olimpiade memang menyajikan tantangan yang berbeda. Dia berkaca dari pengalamannya sebelum meraih medali emas di Athena 2004 hingga mencontohkan bintang tenis dunia, Novak Djokovic, yang baru menjadi juara di Olimpiade pada tahun ini meski meraih kesuksesan besar di ajang tur dunia.
“Pertandingan biasa dan olimpiade itu memang beda ya. Kita melihat kemarin seorang Djokovic saja baru kemarin juara kan setelah melalui beberapa Olimpiade,” kata Taufik dalam konferensi pers di Pelatnas PBSI, Cipayung, Jakarta Timur, Kamis (15/8/2024).
“Saya waktu itu masih usia 19 tahun, ranking satu, dan sangat diharapkan menjadi juara olimpiade. Tapi endingnya di quarterfinal kalah dari China (Ji Xinpeng), yang sebulan sebelumnya saya kalahkan di Thomas Cup. Jadi memang tak gampang main di olimpiade ini,” tambahnya.
Tapi saya belajar dari kekalahan itu di 2004, saya baru tahu mesti bagaimana mesti menghandle diri, latihan apa semuanya.” Tuturnya.
Lebih lanjut, Taufik Hidayat yang ditugaskan menjadi mentor Jojo -sapaan Jonatan- dan Ginting selama persiapan menuju Olimpiade 2024, mengungkapkan dirinya sangat yakin dengan performa kedua atletnya itu dari segi teknik dan fisik bahwa mereka bisa bersaing dalam perebutan gelar. Namun, tak dapat dipungkiri pada akhirnya mental di lapangan lah yang melengkapi semuanya.
“Di sini, saya di Tim Ad Hoc, selalu menyampaikan dalam tim dan pemain juga bahwa dari angka 10, satu sampai sembilannya kita sudah siapkan semua, dari pelatih, nutrisi, semua ada. Nah, 10-nya dari pemain lah di dalam lapangan,” ujar legenda asal Bandung itu.
“Memang enggak gampang. Jadi kita ini di luar sudah menyiapkan semua dan saat di dalam lapangan kita cuma bisa menonton dan berdoa,” lanjutnya.
“Jadi kalau dibilang masyarakat dan media, kita (bulutangkis) enggak baik-baik saja, lagi jelek, lalu pengurusnya semua, saya di sini selama 6-7 bulan merasakan, saya langsung berdampingan dengan pemain, memang secara psikis mereka yang berat.”
“Kalau melihat dari teknik dan fisik, terutama untuk tunggal sangat yakin dari semenjak saya ikut Tim Ad Hoc ini sampai ikut di Paris latihan terakhir, saya sangat yakin sekali dengan mereka.”
“Jujur di lapangan secara mental meskipun kita harus bersyukur dan harus mengakui bulutangkis dengan tradisi emasnya, kita tak maksimal tapi kita patut bersyukur untuk Gregoria,” jelas Taufik
Taufik Hidayat pun mengakui bahwa dirinya terkadang cukup kesal jika dilontarkan pertanyaan soal generasi tunggal putra yang belum memiliki prestasi yang sejajar dengannya. Meski begitu, dia menilai harapan untuk bangkitnya bulutangkis Indonesia di ajang Olimpiade masih terbuka lebar di masa depan karena perlu proses panjang untuk berprestasi.
“Memang agak panas juga kuping ini tapi dengan adanya ini buat saya jadi pengalaman juga untuk ke depannya bagaimana menghandle atlet ini, terutama untuk tunggal putra ya,” ucap pria berusia 43 tahun itu.
“Jadi ke depan kita harus gotong royong dan butuh masukan juga dari media dan masyarakat semua, siapa badminton lovers semuanya, kita melihat ke depan. Saya juga yakin olahraga ini tak instan dan butuh waktu panjang.”
“Saya setuju banget kita harus, terutama Ketua (Terpilih PBSI 2024-2028) Pak Fadil (Imran) dan pengurusnya nanti membuat timeline jangka pendek, menengah, dan jangka panjang gol besarnya di Olimpiade 2028,” pungkasnya.
(Sumber)