News  

Emil Salim Pertanyakan Urgensi Ibukota Baru Senilai Rp.466 Miliar

Mantan Ketua Dewan Pertimbangan Presiden era Presiden Indonesia keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Emil Salim mempertanyakan urgensi pemindahan ibu kota negara yang saat ini direncanakan Pemerintahan Presiden Jokowi. Menurutnya, pemindahan ibu kota membutuhkan dana RP466 triliun.

Dana itu menurutnya tidak sedikit. Hal tersebut diungkapkan Emil melalui cuitan di akun Twitter pribadinya, @emilsalim2010. Dalam cuitannya, ia meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar bisa menggalang diskusi publik agar semua pihak bisa melihat urgensi pemindahan ibu kota.

Selain itu, Emil yang juga pernah menjadi menteri di berbagai sektor pada era Presiden Indonesia kedua Soeharto turut menyoroti peralihan fungsi dari sejumlah gedung kantor pemerintahan yang sudah terlanjur dibangun di DKI Jakarta. Maklum saja, ketika pindah nanti berarti gedung-gedung kantor itu akan dikosongkan dan pemerintah membangun lagi di lokasi ibu kota baru.

“Presiden Jokowi minta izin DPR pindah ibu kota negara. Sebaiknya DPR buka kesempatan bagi publik umum mempersoalkan: apa urgensi pindah ibu kota dengan biaya Rp466 triliun? Bagaimana nasib gedung-gedung DPR, Mahkamah Agung, Gedung Pancasila, Bank Indonesia, dan lain-lain?” tulisnya pada Minggu (17/8).

Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti Nirwono Yoga pernah menilai bahwa wacana pemindahan ibu kota merupakan kebijakan yang ‘mubazir’ alias suatu yang sia-sia. Apalagi, dengan alasan ingin meratakan pembangunan dan perekonomian.

Sebab, tujuan itu sejatinya bisa dilakukan dengan mengalirkan uang untuk pembangunan ibu kota baru ke seluruh daerah dan laksanakan pembangunan di daerah sesuai dengan potensi dan kebutuhan masing-masing daerah.

“Kalau bicara urgensi dan prioritas, tidak ada alasan yang masuk. Lebih baik uangnya alirkan ke daerah, sehingga pembangunan serentak dan merata,” ucapnya.

Menurut Nirwono, pemindahan ibu kota tidak perlu dilakukan karena tidak didasari oleh alasan penting. Ia juga menilai alasan pemindahan dilakukan pemerintah untuk mengurangi beban Jakarta dan meratakan pembangunan tak ‘rasional’.

Bila ingin melakukan pemerataan, katanya, lebih baik pemerintah membentuk pusat bisnis baru di kabupaten dan kota lain. Misalnya, Surabaya merupakan salah satu kota besar di Jawa Timur, namun pemerintah bisa membidik daerah baru untuk menjadi pusat bisnis di provinsi tersebut, seperti Malang. [cnnindonesia]