News  

Ini 10 Hukuman Mengerikan Bagi Para Koruptor di Negara Lain

Bentuk hukuman korupsi di negara lain lebih mengerikan daripada Indonesia, ada yang memiskinkan koruptor hingga hukuman gantung diri.

Berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi atau Corruption Perception Index (CPI), Indonesia mendapatkan skor 34 dalam skala penilaian 0-100.

Dengan skor tersebut, Indonesia berada di peringkat ke-65 dari total 180 negara terkorup di dunia.

Tidak heran dan tidak mengherankan. Pasalnya, dari tahun ke tahun, media nasional selalu memberitakan kasus-kasus para pejabat yang melakukan aksi korupsi.

Bahkan total kerugian negara akibat kasus korupsi ini mencapai Rp238,14 triliun, menurut laporan data Indonesia Corruption Watch (ICW) pada periode 2013-2022.

Tapi lucunya, para koruptor yang sudah terbukti merugikan negara dan masyarakat tidak pernah mendapatkan hukuman pidana yang sangat berat.

Hebatnya lagi, para koruptor yang bisa menggelapkan dana negara puluhan hingga ratusan miliar tersebut sering mendapatkan diskon hukuman penjara oleh Mahkamah Agung (MA).

Contoh koruptor yang mendapat potongan hukum pidana adalah Anas Urbaningrum, dari 14 tahun penjara menjadi 8 tahun penjara setelah peninjauan kembali (PK), lalu ada Edhy Prabowo yang mendapat potongan hukuman dari 9 tahun menjadi 5 tahun.

Tidak hanya dua koruptor tersebut saja, setidaknya ada 15 nama koruptor lain yang hukumannya disunat oleh MA.

Bila ditotal, potongan hukuman dari 17 koruptor mencapai 50 tahun dan 6 bulan penjara.

Ragam Hukuman Pelaku Korupsi di Negara Lain

Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), menjadi permasalahan yang hampir terjadi di semua negara. Indonesia sendiri sudah memiliki sistem hukum yang digunakan untuk menjerat koruptor.

Tapi sayangnya, hukum tersebut tumpul di atas dan runcing di bawah. Di negara lain, hukum berlaku adil untuk semua kalangan.

Hukumannya tidak selalu dalam bentuk pidana penjara, tapi juga bisa memiskinkan keluarga koruptor hingga hukuman gantung.

1. Jerman

Robert Hoyzer, terlibat skandal kasus penyuapan wasit sepak bola
Robert Hoyzer, terlibat skandal kasus penyuapan wasit sepak bola (Photo: Getty Images)

Di Jerman, terdapat sebuah dasar hukum antikorupsi bernama German Criminal Code (Strafgesetzbuch – StGB).

Hukum StGB mengatur berbagai bentuk pidana yang berkaitan dengan korupsi, seperti penyuapan dan penggelapan pajak, yang dilakukan oleh pejabat publik.

Dalam dasar hukum ini, pelaku penyuapan dapat dikenakan hukuman penjara dan denda dengan durasi dan jumlah yang bervariasi.

Pelaku korupsi dan penyuapan dapat dihukum pidana antara 6 bulan hingga 5 tahun penjara.

Jika yang terlibat adalah hakim atau arbiter, mereka dapat dihukum penjara sekitar satu hingga sepuluh tahun.

2. Jepang

Perdana Menteri Takeo Miki yang sempat terlibat kasus korupsi
Perdana Menteri Takeo Miki yang sempat terlibat kasus korupsi (Photo: Getty Images)

Dasar hukum antikorupsi di Jepang bernama Japanese Criminal Code dan Japanese Unfair Competition Prevention Act.

Japanese Criminal Code biasa dipakai untuk menjerat korupsi yang melibatkan pejabat publik asing.

Bagi pejabat publik asing yang terlibat dalam kasus korupsi dikenakan hukum pidana paling lama 3 tahun atau denda paling banyak 2,5 juta yen (setara Rp253 juta).

Sedangkan untuk korporasi tidak ada hukum pidana, tapi berpotensi kehilangan hak untuk beroperasi.

Dasar hukum tersebut juga mengatur perihal masalah donasi dan hadiah dari kegiatan politik.

Tidak dicantumkan nominal minimal hadiah yang boleh diterima oleh pejabat. Dengan kata lain, segala sesuatu yang bernilai, meski kecil, bisa dianggap sebagai suap.

Namun para pejabat publik boleh menerima makan siang dalam sebuah konferensi dengan nilai sekitar 2.000 yen hingga 3.000 yen (Rp200-Rp300 ribu) atau pesta prasmanan yang menghadirkan lebih dari 20 peserta.

3. China

Ren Zhiqiang, salah satu tokoh yang terbukti melakukan korupsi dan penggelapan dana
Ren Zhiqiang, salah satu tokoh yang terbukti melakukan korupsi dan penggelapan dana (Photo: Getty Images)

Di China terdapat sebuah lembaga pemberantasan korupsi bernama The State Supervisory Committee yang menggunakan PRC Criminal Law dan PRC Anti-Unfair Competition Law sebagai dasar hukumnya.

Bentuk hukuman untuk para suap di China adalah penjara seumur hidup, penyitaan harta benda atau denda pidana.

Sedangkan penerima suap, dimintai pertanggungjawaban.

Tapi untuk pejabat publik yang menerima suap dalam jumlah besar, bisa dijatuhi hukuman penjara hingga hukuman mati.

4. Argentina

Mantan wapres Argentina, Cristina Fernande, terbukti korupsi Rp15,6 T
Mantan wapres Argentina, Cristina Fernande, terbukti korupsi Rp15,6 T (Photo: Getty Images)

Di Argentina terdapat sebuah dasar hukum antikorupsi bernama Argentine Criminal Code yang berlaku untuk seluruh pejabat publik, baik dalam negeri maupun asing.

Dalam dasar hukum tersebut dijelaskan bahwa hukuman korupsi bagi pejabat publik dalam negeri berkisar satu tahun, enam tahun, dan 12 tahun, serta diskualifikasi khusus seumur hidup.

Sayang, dasar hukum Argentine Criminal Code belum memiliki aturan khusus yang menangani korupsi di lingkup swasta.

5. Malaysia

Najib Razak, orang Malaysia yang terbukti korupsi
Najib Razak, orang Malaysia yang terbukti korupsi (Photo: Getty Images)

Malaysia sudah memiliki undang-undang anti korupsi bernama Prevention of Corruption Act 1961 yang dijalankan oleh Badan Pencegah Rasuah (BPR).

Tapi pada tahun 1997, undang-undang tersebut akhirnya mengesahkan hukuman yang cukup berat bagi pelaku korupsi, yaitu hukuman gantung.

6. Korea Selatan

Lee Myung-Bak, diduga menerima suap 11 miliar won
Lee Myung-Bak, diduga menerima suap 11 miliar won (Photo: Getty Images)

Korea Selatan memiliki sejumlah undang-undang terkait anti korupsi.

Hampir sama seperti di Jepang, dalam undang-undang tersebut, para pejabat publik tidak diperkenankan untuk menerima hadiah, walaupun bernilai kecil.

Dalam Kode Etik Pejabat Pemerintah, dijelaskan bahwa pejabat publik dilarang menerima hadiah atau hiburan apapun dengan nilai melebihi 30.000 won (Rp350 ribu) atau hadiah uang untuk acara keluarga (seperti pernikahan dan pemakaman) melebihi 50.000 won (Rp586 ribu).

Bagi para pejabat publik yang menerima suap, akan dikenakan Pasal 129 (1) Criminal Code dengan hukuman penjara hingga lima tahun.

Bila menerima suap lebih dari 30 juta won (Rp351 juta), maka akan mendapatkan hukuman yang lebih berat berupa penjara 5 tahun atau lebih hingga penjara seumur hidup.

Sedangkan mereka yang memberi suap akan dikenakan hukuman pidana lima tahun penjara atau denda hingga 20 juta won (Rp234 juta).

7. Singapura

S. Iswaran, mantan menhub Singapura terkena skandal korupsi
S. Iswaran, mantan menhub Singapura terkena skandal korupsi (Photo: Getty Images)

Singapura memiliki sebuah sistem antikorupsi bernama Prevention of Corruption Act (PCA) yang berlaku untuk segala bentuk kasus korupsi dan penyuapan.

Sama seperti Jepang dan Korea Selatan. Di Singapura, pejabat tidak diperkenankan untuk menerima hadiah atau hiburan yang bernilai.

Sedangkan untuk aksi korupsi, pejabat publik maupun korporasi swasta yang terbukti bersalah akan dikenakan dendavhingga SGD100.000 (Rp1,2 miliar) atau penjara minimal lima tahun atau keduanya.

8. Amerika Serikat

Rabbi Saul Kassin salah satu orang yang ditangkap FBI atas tuduhan korupsi dan pencucian uang
Rabbi Saul Kassin salah satu orang yang ditangkap FBI atas tuduhan korupsi dan pencucian uang (Photo: getty Images)

Dikutip dari Global Compliance News, Amerika Serikat memiliki sejumlah hukum untuk mengatasi masalah korupsi di negaranya.

Pejabat publik yang menerima suap dan gratifikasi akan dikenakan hukuman sesuai dengan Foreign Corrupt Practices Act (FCPA) pasal 201:

  • Pasal 201(b) (penyuapan) dapat dihukum hingga 15 tahun penjara, denda sebesar USD 250.000 (Rp4 miliar) atau hingga tiga kali lipat nilai suap, mana saja yang lebih besar, dan diskualifikasi dari memegang jabatan federal mana pun.
  • Pasal 201(c) (gratifikasi ilegal) dapat dihukum hingga dua tahun penjara dan denda sebesar USD 250.000 (setara Rp4 miliar) atau USD 500.000 untuk organisasi (Rp8 miliar).

Sedangkan untuk kasus korupsi jenis hukumannya disesuaikan dengan ketentuan anti-suap FCPA, yakni denda hingga US$250.000 (Rp4 miliar) dan menjara hingga lima tahun untuk individual.

Sedangkan untuk badan hukum akan dikenakan denda hingga US$2.000.000 (Rp32 triliun) per pelanggaran.

9. Inggris

Salah satu sosok yang terlibat kasus korupsi di Inggris, Richard Scudamore
Salah satu sosok yang terlibat kasus korupsi di Inggris, Richard Scudamore (Photo: Getty Images)

Dasar hukum yang mengatur suap dan korupsi di Inggris bernama Bribery Act 2010 yang berlaku sejak tanggal 1 Juli 2011.

Dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa individu yang terlibat kasus penyuapan di perusahaan swasta maupun badan hukum akan dikenakan hukuman berupa penjara selama-lamanya 10 tahun atau dikenakan denda tidak terbatas.

Sedangkan untuk kasus korupsi individu akan dikenakan hukuman pidana paling lama 10 tahun dan/atau dikenakan denda tidak terbatas.

10. Prancis

Mantan presiden Prancis, Nicolas Sarkozy , terlibat kasus korupsi_11zon.jpg
Mantan presiden Prancis, Nicolas Sarkozy , terlibat kasus korupsi (Photo: Getty Images)

Dasar hukum antikorupsi yang berlaku di Prancis bernama French Criminal Code yang berlaku untuk kasus penyuapan dan korupsi.

Dalam dasar hukum tersebut dijelaskan bahwa individu yang melakukan penyuapan dan korupsi dikenakan hukuman berupa pidana hingga 10 tahun, denda 1 juta euro (Rp17 miliar), hingga penyitaan sejumlah uang atau barang yang diterima oleh pelaku.

(Sumber)