Hukum haji lebih dari sekali adalah sunah. Namun, beberapa ahli agama berpendapat hukumnya dapat berubah menjadi makruh karena alasan tertentu.
Haji adalah rukun Islam kelima yang wajib dilakukan oleh setiap muslim yang mampu secara fisik dan finansial untuk melaksanakannya setidaknya sekali seumur hidup.
Meski ibadah haji hanya diwajibkan sekali seumur hidup, banyak umat Islam yang memilih untuk menunaikannya lebih dari satu kali.
Ada beberapa alasan yang mendorong seseorang untuk melaksanakan ibadah haji berulang kali, mulai dari ingin menyempurnakan haji sebelumnya hingga berniat melaksanakan badal haji.
Apa Hukumnya Naik Haji Lebih dari Sekali bahkan Berulang-ulang Kali?
Islam tidak pernah melarang umatnya untuk melakukan haji berkali-kali. Menunaikan ibadah haji wajib dilakukan setidaknya sekali bagi yang mampu. Jika dilakukan lebih dari sekali, maka hukumnya sunah.
Seperti yang tercantum dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad SAW bersabda:
الْحَجُّ مَرَّةً، فَمَنْ زَادَ فَهُوَ تَطَوُّعٌ
Artinya: “Kewajiban haji itu satu kali. Barang siapa yang menambah lebih dari sekali maka hukumnya sunah” (HR. Ahmad).
Umumnya, seseorang yang sudah menunaikan haji atau umrah sekali memiliki keinginan untuk kembali melaksanakannya.
Bagi orang yang memiliki harta berlebih, haji berulang kali bukan menjadi masalah karena bisa memotong antrean melalui jalur haji plus atau haji furoda.
Namun, bagi orang yang hanya mampu membayar haji reguler, mereka harus menunggu antrian hingga puluhan tahun.
Melansir Republika, keadaan tersebut dapat membuat hukum sunah ini berubah menjadi makruh.
Hal tersebut mengacu pada pandangan Ibrahim Yazid An-Nakhai, seorang pakar fikih asal Irak. Beliau berkata bahwa menunaikan ibadah haji lebih dari sekali yang hukum asalnya sunah bisa menjadi makruh.
Alasan kemakruhannya ada pada kondisi di mana terdapat orang yang belum pernah melaksanakan ibadah haji namun terhalang oleh keterbatasan kuota.
Sementara jemaah lain yang sudah pernah menunaikan ibadah haji kembali melaksanakannya.
Selain itu, ada juga pendapat KH A Mustofa Bisri, dalam buku tafsirnya ia menjelaskan bahwa membantu fakir miskin, anak yatim, membangun lembaga pendidikan, dan hal lainnya yang memiliki banyak manfaat, lebih afdhal atau lebih mulia dibanding menunaikan ibadah haji berulang kali yang manfaatnya hanya untuk diri sendiri.
Hal tersebut sesuai dengan perintah Rasulullah SAW yang senantiasa menganjurkan umatnya untuk memberikan bantuan kepada golongan fakir miskin dan menyantuni anak yatim.
Begitu juga dengan pendapat Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin. Dikutip dari NU Online, beliau mengatakan:
وربما يحرصون على إنفاق المال في الحج فيحجوت مرة بعد أخرى وربما تركوا جيرانهم جياعا ولذلك قال ابن مسعود في آخر الزمان يكثر الحاج بلا سبب يهون عليهم السفر ويبسط لهم في الرزق ويرجعون محرومين مسلوبين يهوي بأحدهم بعيره بين الرمال والقفار وجاره مأسور إلى جنبه لا يواسيهِ
Artinya: “Mereka bersikeras mengeluarkan harta untuk pergi haji berulang kali dan membiarkan tetangganya kelaparan. Ibnu Mas’ud berkata, pada akhir zaman, banyak orang naik haji tanpa sebab. Mudah bagi mereka melakukan perjalanan, rezeki mereka dilancarkan, tetapi mereka pulang tidak membawa pahala dan ganjaran. Salah seorang mereka melanglang dengan kendaraannya melintasi Sahara, sementara tetangganya tertawan di hadapannya tidak dihiraukannya.” (Abu Hamid Al-Ghazali).
Berdasarkan pendapat Imam Al-Ghazali di atas, masih banyak yang mengira bahwa kemuliaan haji berulang kali lebih tinggi dibanding bersedekah.
Padahal, kelebihan harta yang dimiliki lebih baik digunakan untuk membantu fakir miskin serta amal sosial lainnya.
wallahualam