Akankah di 2024 Golkar Hanya Jadi Penggembira Saja?

Kiprah Partai Golkar di blantika politik nasional tidak diragukan lagi. Partai ini terbukti memiliki sistem kaderisasi yang dapat diandalkan.

Tidak sedikit kadernya yang sukses menempati posisi penting pemerintahan di tingkat nasional dan lokal. Juga tidak sedikit kader Partai Golkar yang ikut melahirkan dan membesarkan partai lain.

Dengan track record seperti ini, rasanya sayang apabila perbedaan pendapat mengenai waktu penyelenggaraan Musyawarah Nasional ke-10 yang akan datang menjadi pemicu perpecahan.

Demikian antara lain dikatakan wartawan senior Zaenal Bintang yang punya pengalaman dekat dengan lingkaran kekuasaan di partai berlambang pohon beringin itu.

Ketika dihubungi redaksi, awalnya Zaenal Bintang enggan memberikan komentar.

“Enggak etis mencampuri urusan rumah tangga partai lain. Meskipun demikian, saya tetap saja terus-terusan dimintai tanggapan oleh teman-teman media,” ujarnya.

Apabila pandangannya dinilai penting, Zaenal mengatakan, hal paling pertama yang ingin dia sampaikan sebagai orang yang pernah berkecimpung di Golkar selama lebih dari 45 tahun adalah rasa prihatin atas kisruh yang terjadi beberapa hari belakangan ini.

“Saya ingin sampaikan kepada kader-kader muda Golkar yang cerdas dan terdidik, sebaiknya mereka bersatu padu membesarkan dan memperkuat serta merawat Golkar sebagai rumah bangsa,” ujar Zaenal Bintang.

Kekisruhan yang terjadi belakangan ini menyusul keinginan kubu Bambang Soesatyo agar Munas digelar bulan Oktober 2019. Adapun kubu Ketua Umum Airlangga Hartato menggunaan acuan di dalam AD/ART yang menegaskan Munas diselenggarakan lima tahun sekali.

Menurut hemat Zaenal Bintang, sebaiknya kubu yang berbeda pendapat mengenai waktu penyelenggaraan Munas mengundang sesepuh dan senior Golkar.

“Demi menjaga keutuhan Golkar ke depan sebagai salah satu lembaga aspirasi rakyat yang sukses memelihara unsur yang berbeda-beda latar belakang yang ada di dalamnya. Sebutlah yang beda agama, suku, golongan, budaya serta tua dan muda. Kesemuanya bisa menyatu dan akrab di dalam rumah besar Golkar,” urainya lagi.

“Ini modal dasar yang sangat esensial yang harus dirawat bersama. Golkar itu rumah besar kebangsaan,” masih tegas Bintang.

Mengenai siapa sosok yang cocok menjadi ketua umum Golkar, Zaenal Bintang mengatakan, kedua nama yang belakangan kerap dikontestasikan, Airlangga Hartarto dan Bambang Soesatyo, layak untuk dipertimbangkan.

“Menyongsong pergantian kepemimpinan nasional tahun 2024, Golkar sudah harus memikirkan, merencanakan dan mengelolanya dari sekarang. Janganlah hanya jadi penonton atau penggembira,” demikian Airlangga Hartarto. [rmol]