Belajar dari pengalaman mengenai banyaknya fraud atau kecurangan pengelolaan sehingga menimbulkan kegagalan operasional pada BUMN, pemerintahan Prabowo Subianto ke depan haruslah menempatkan figur profesional sebagai Menteri BUMN.
Profesionalitas seorang Menteri BUMN tercermin dengan menghindari orang yang berjasa atau mereka yang terlibat aktif dalam pilpres 2024.
Hal ini dikuatkan pula oleh pernyataan Direktur Eksekutif IPO, Dedi Kurnia Syah. Menurutnya pemerintahan Prabowo ke depan sangat terbuka untuk memperbaiki perekonomian Indonesia dengan melakukan transformasi di tubuh BUMN sebagai salah satu pilar ekonomi.
Oleh karena itu, penting bagi Prabowo sebagai presiden terpilih memilih calon menteri BUMN yang minim kepentingan.
“Sebagai evaluasi salah satu alternatif kata kuncinya sebisa mungkin hindari orang-orang yang berjasa atau paling tidak dalam aktivitas pilpres kemarin terlibat secara utama salah satunya adalah timses,” kata Dedi dikutip redaksi dalam diskusi Polemik Trijaya “Menerawang Kabinet Ekonomi Prabowo,” Sabtu (28/9).
Ditambahkan Dedi, Prabowo haruslah menempatkan figur yang powerful dan berani dalam mengambil langkah kebijakan yang berisiko demi kepentingan BUMN. Bukan demi kepentingan sekelompok atau segelintir orang.
Karenanya figur yang dipilih haruslah orang yang berprinsip kuat. Jangan sampai kejadian serupa di era pemerintahan Jokowi terulang lagi.
“Saya kira kondisi ekonomi ke depan harus lebih powerful dan juga dengan tokoh-tokoh yang paling minim pengaruhnya dari aktivitas politik. Meskipun dia tokoh politik tidak ada masalah sepanjang dia bisa menahan diri dari godaan mitra-mitra politiknya,” pungkasnya.
Lalu bagaimana dengan sosok Erick Thohir? Secara eksplisit, Dedi Kurnia Syah menegaskan Erick jelas-jelas punya hubungan dan kepentingan politik yang besar terhadap jabatannya. Terlebih Erick merupakan salah satu figur yang cukup berjasa dalam proses pemenangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.
“Secara teknis perlu dihindari Erick Thohir dan Wakilnya Kartika Wirjoatmojo. Kemudian Wahyu Sakti Trenggono yang termasuk timses juga dan Pak Rosan selaku Ketua Timses. Saya kira kalau harus menempatkan mereka ditempatkan di tempat yang lain jangan sampai di BUMN,” ujar Dedi.
Hal senada juga disampaikan oleh Peneliti Sinergi Kawal BUMN, Willy Kurniawan. Ia turut menegaskan bahwa posisi menteri BUMN harus diisi orang-orang profesional yang tidak memiliki pekerjaan tambahan atau double job di kabinet.
“Artinya kalau menyangkut oligarki, menteri sekarang saya cenderung tidak cocok, terlalu banyak double job sudah begitu beban jaringan bisnisnya agak kental. Sehingga kita tahu bagaimana kemudian isu-isu di BUMN muncul. Ke depan bukan kita hapus, tapi kita manage dengan baik,” kata Willy.
Mengenai siapa calon Menteri BUMN yang menurutnya cocok, Willy Kurniawan menyebut beberapa nama, di antaranya Tanri Abeng, Rini Soemarno, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani hingga Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono.
Namun nama-nama tersebut tetap memiliki resistensi. Rosan misalnya yang merupakan Ketua TKN Prabowo-Gibran di Pilpres 2024. Sedangkan Wahyu Trenggono kini tengah disorot usai dipanggil KPK Juli lalu.
“Kalau ditanya figur, saya mungkin condong ke Pak Tanri sama Bu Rini. Blueprint pembentukan super holding di zaman Bu Rini sebenarnya sudah jalan. Jadi yang dilakukan oleh Pak Erick untuk cluster BUMN jadi tujuh, infrastruktur, perbankan dan seterusnya itu sudah dimulai sejak zaman Pak Tanri sebagai sebuah embrio, diteruskan ke zaman Pak Dahlan Iskan selanjutnya oleh Bu Rini,” pungkas Willy. {redaksi}