Beberapa kota di Indonesia memiliki kawasan pecinan yang masih tumbuh hingga sekarang. Di Surabaya, ada kawasan Pecinan yang akrab disebut Kya-kya Kembang Jepun. Lokasinya termasuk di wilayah Surabaya bagian utara. Tidak jauh dari Jembatan Merah yang terkenal sebagai saksi sejarah perlawanan arek-arek Suroboyo dengan sekutu.
Kya-kya Kembang Jepun aktif di malam hari saat akhir pekan di hari Jumat, Sabtu, dan Minggu. Jika Kawan berkunjung ke sini pada hari-hari tersebut dari sore sampai malam hari akan ada pasar malam dengan nuansa Cina yang kental. Di pagi hari, daerah ini aktif sebagai kawasan perdagangan yang sebagian besar dimiliki orang keturunan Cina.
Sejarah Kya-kya Kembang Jepun
Semula, kawasan ini diberi nama Handelstraat. Nama tersebut berasal dari bahasa Belanda, yaitu ‘handel’ yang berarti perdagangan dan ‘staat’ yang artinya jalan. Penyebutan itu berubah di zaman ketika Jepang menjajah Indonesia, termasuk juga Surabaya.
Nama Kembang Jepun muncul karena di kawasan ini banyak serdadu Jepang yang membawa teman wanita. Istilah “kembang” atau bunga dalam bahasa Indonesia dikiaskan untuk para wanita ini. Sementara kata “kya-kya” konon berasal dari bahasa Hokkian yang artinya jalan-jalan.
Kya-kya Kembang Jepun muncul akibat kebijakan Hindia Belanda yang membagi wilayah tempat tinggal berdasarkan ras. Kembang Jepun merupakan tempat tinggal orang-orang keturunan Cina. Lalu di wilayah Ampel yang tidak jauh dari Kembang Jepun merupakan tempat tinggal orang Timur Tengah. Sementara Jembatan Merah menjadi pemisah antara kawasan untuk orang Eropa dengan orang Cina, Timur Tengah, dan Melayu.
Dulunya, kawasan Kembang Jepun menjadi pusat perdagangan di Kota Pahlawan. Bekas kejayaanya masih dapat dilihat hingga sekarang yang berwujud area pertokoan milik peranakan Cina.
Kembang Jepun masih menjadi pusat perdagangan sampai saat ini, walaupun tidak lagi menjadi yang utama. Sejak 2003, pemerintah Kota Surabaya meresmikan Kya-kya sebagai destinasi wisata kuliner dan budaya.
Pesona Kya-kya Kembang Jepun

Pemerintah Kota Surabaya akhir-akhir ini merevitalisasi kawasan Kembang Jepun. Jalan-jalan diperlebar dan ada penambahan papan nama toko dengan aksara Cina. Jika malam tiba, papan nama ini akan menyala dan memberikan suasana Chinatown yang semakin ciamik.
Sebaiknya Kawan berkunjung saat malam hari di akhir pekan. Sebab, akan ada banyak tenant yang menjajakan makanan kaki lima. Mulai dari makanan khas Cina sampai jajanan kekinian. Kawan tidak perlu khawatir karena sebagian besar makanan di sini sudah halal.
Selain beragam tenant makanan, Kawan dapat mencoba untuk berkeliling Kembang Jepun menggunakan becak. Cukup dengan merogoh kocek Rp20.000 saja untuk per orang. Daya tarik lain dari Kembang Jepun adalah ornamen-ornamen khas Cina yang banyak menghias kawasan ini. Buat Kawan yang suka fotografi, Kembang Jepun cocok menjadi destinasi foto selanjutnya.
Jika beruntung Kawan dapat melihat pentas budaya juga di Kembang Jepun. Mulai dari barongsai, wayang potehi, dan kelompok musik yang membawakan lagu-lagu berbahasa Cina. Jika sudah selesai mengeksplorasi area pasar malam, Kawan juga wajib berkunjung di area bersejarah di sekitarnya.
Misalnya di Rumah Abu Keluarga Han. Di sini merupakan rumah abu keluarga yang menjadi tuan tanah di Jawa Timur pada tahun 1600 – 17000-an. Rumah abu ini terletak di Jalan Karet Nomor 72. Jadi, selain jalan-jalan dan kulineran, Kawan juga bisa sambil belajar sejarah di Surabaya!