Deretan novel sejarah berikut ini tidak perlu lagi diragukan kualitasnya. Beberapa di antaranya mendapatkan penghargaan dan telah diterjemahkan ke lebih dari 24 bahasa.
Novel sejarah Indonesia memiliki daya tarik tersendiri, karena selain bercerita, mereka akan membawa pembaca menyelami perjalanan panjang bangsa ini.
Melalui pendekatan fiksi yang kaya dengan riset sejarah, banyak novel sejarah yang memberikan perspektif baru dan mengajak pembaca untuk merasakan langsung bagaimana peristiwa-peristiwa penting dan konflik sosial yang ada dalam sejarah Indonesia.
Tidak hanya menyajikan fakta, novel sejarah Indonesia juga menghadirkan nuansa emosional dan sosial yang memperkaya pemahaman pembaca terhadap masa lalu.
Rekomendasi Novel Sejarah Indonesia, Telusuri Perjalanan Bangsa
Berikut adalah beberapa rekomendasi novel sejarah Indonesia yang wajib dibaca untuk menambah wawasan dengan cara yang menyenangkan:
1. Laut Bercerita (Leila S. Chudori)
- Tahun Terbit: 2017
- Jumlah Halaman: 379 halaman
- Rating Goodreads: 4.6/5
Novel Laut Bercerita menceritakan sekelompok mahasiswa yang terjebak dalam tragedi saat transisi dari Orde Baru ke Reformasi. Mereka menghadapi penyekapan dan penyiksaan saat ditangkap oleh pihak berwenang.
Penulisan novel ini terinspirasi oleh kisah nyata mengenai hilangnya para aktivis selama pemerintahan diktator Orde Baru.
Berlatar belakang era 1990 hingga 2000-an, novel ini menyajikan kisah masa lalu yang penuh dengan peristiwa traumatis yang tak terlupakan.
Kisahnya mengikuti Biru Laut Wibisono, seorang mahasiswa Sastra Inggris di Universitas Gadjah Mada, bersama teman-temannya mendirikan kelompok perlawanan bernama Wirasena dan Winatra.
Mereka berjuang melawan rezim Orde Baru yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai yang mereka pegang.
Dalam novel ini, alur cerita dibagi menjadi dua bagian: bagian pertama berlangsung dari tahun 1991 hingga 1998, sedangkan bagian kedua mencakup periode 2000 hingga 2007.
Kedua bagian tersebut disampaikan dari sudut pandang yang berbeda oleh Biru Laut dan adiknya, Asmara Jati.
2. Tetralogi Buru (Pramoedya Ananta Toer)
Pramoedya Ananta Toer dikenal sebagai salah satu penulis paling berpengaruh dalam sastra Indonesia. Ia sudah menciptakan lebih dari 50 karya yang mencerminkan pengalaman dan perjuangan masyarakat Indonesia, terutama selama masa penjajahan dan peralihan politik.
Karya-karyanya sering kali berakar pada sejarah dan realitas sosial, memberikan pembaca wawasan mendalam tentang kondisi masyarakat pada saat itu.
Di antara sekian banyak karyanya, Tetralogi Buru merupakan yang paling terkenal. Novel bersejarah ini mengikuti perjalanan Minke sebagai pelopor pers pribumi dan penggerak nasionalisme.
Tetralogi Pulau Buru terdiri dari empat bagian, yaitu Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca.
3. Pulang (Leila S. Chudori)
- Tahun Terbit: 2017
- Jumlah Halaman: 474 halaman
- Rating Goodreads: 4.3/5
Novel sejarah dari Leila S. Chudori lainnya adalah Pulang. Sensasi yang ditawarkan oleh buku Leila mirip dengan yang dihadirkan Pramoedya Ananta Toer dalam Tetralogi Buru, tetapi dengan sentuhan modern dan nuansa drama romantis kontemporer.
Buku ini mengisahkan Dimas Suryo, seorang eksil politik Indonesia yang tinggal di Paris pada tahun 1968, yang berusaha mengingat kembali masa lalunya saat Tragedi 30 September 1965 terjadi di Indonesia.
Anaknya, Lintang, berusaha mendokumentasikan kisah para korban tragedi tersebut untuk tugas akhir kuliahnya di Jakarta pada tahun 1998 dan menemukan hubungan antara masa lalu ayahnya dan peristiwa berdarah dalam sejarah Indonesia.
Walaupun buku ini sarat dengan muatan politik, buku ini menggali keindahan sastra melalui berbagai kutipan dan referensi dari sastrawan terkenal seperti Chairil Anwar, Lord Byron, T.S. Eliot, George Orwell, dan James Joyce.
4. Gadis Pantai (Pramoedya Ananta Toer)
- Tahun Terbit: 1987
- Jumlah Halaman: 272 halaman
- Rating Goodreads: 4.1/5
Novel Gadis Pantai mengisahkan seorang gadis bernama Gadis Pantai yang diambil dari desanya untuk dinikahkan dengan seorang bendoro. Ia menjadi istri percobaan dan terpaksa meninggalkan putrinya setelah diceraikan.
Gadis Pantai pun memutuskan untuk tidak kembali ke kampungnya karena merasa malu, dan memilih untuk mencari mantan suaminya.
Novel ini cocok untuk semua kalangan. Selain mengisahkan cerita roman, buku ini juga mengeksplorasi bagaimana roman tersebut menyoroti feodalisme Jawa pada masa itu yang tidak memiliki adab dan jiwa kemanusiaan.
5. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (Buya Hamka)
- Tahun Terbit: 1938 (Cetakan ke-1)
- Jumlah Halaman: 224 halaman
- Rating Goodreads: 4.2/5
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck adalah novel yang kaya akan penggambaran budaya Minangkabau.
Pembaca diajak untuk memahami berbagai aturan dalam adat Minangkabau, mulai dari hubungan antara mamak (paman) dan kemenakan (keponakan), aturan perkawinan adat, budaya merantau, hingga pembagian harta warisan.
Novel ini menceritakan kisah cinta antara Zainuddin dan Hayati, dua remaja yang terhalang oleh norma adat Minangkabau dan perbedaan kasta.
Kisah cinta mereka pun berakhir dengan ditandainya peristiwa tenggelamnya kapal Van Der Wijck tersebut. Lika-liku cinta mereka diceritakan melalui surat-surat yang saling dikirimkan oleh para tokohnya.
6. Gadis Kretek (Ratih Kumala)
- Tahun Terbit: 2012
- Jumlah Halaman: 288 halaman
- Rating Goodreads: 4.1/5
Gadis Kretek mengisahkan tentang seorang pengusaha rokok kaya di Jakarta, Pak Raja, yang sekarat dan meminta anak bungsunya bernama Lebas untuk mencari seorang wanita bernama Jeng Yah sebelum ajal menjemput.
Lebas bersama kedua kakaknya mencari Jeng Yah di Kota M, pemilik Kretek Gadis, kretek lokal dari kota M yang terkenal pada zamannya.
Dalam pencariannya untuk menemukan Jeng Yah, Lebas mencoba kretek dari temannya di Cirebon dan merasa rasanya mirip dengan kretek keluarganya.
Selama pencarian itu, Lebas dan Tegar juga mengungkap asal-usul kretek keluarga mereka, yang menyimpan kisah cinta rumit dari tiga generasi: Muria dan Roemaisa, Dasiyah dan Soeraja, serta kisah hidup Tegar, Karim, dan Lebas.
Gadis Kretek telah diterjemahkan ke dalam tiga bahasa, yakni Inggris, Jerman, dan Arab. Selain itu, novel ini juga sudah diangkat menjadi film oleh Netflix dengan judul yang sama dalam tujuh episode.
Novel ini diketahui berhasil masuk dalam sepuluh besar penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa pada tahun 2012.
7. Max Havelaar (Multatuli)
- Tahun Terbit: 1977
- Jumlah Halaman: 396 halaman
- Rating Goodreads: 3.5/5
Multatuli sebenarnya adalah nama pena dari Eduard Douwes Dekker, yang merupakan seorang mantan pegawai pemerintah Hindia-Belanda.
Isi novel Max Havelaar karya Multatuli merupakan refleksi dari pengalaman pribadinya selama kurang dari satu tahun menjabat sebagai Asisten Residen di Lebak.
Kala itu, masyarakat daerah tersebut sedang menderita akibat sistem tanam paksa. Dengan niat tulus untuk membantu masyarakat Lebak, sang tokoh utama bernama Havelaar segera menyadari bahwa residen dan bupati setempat justru berkolusi untuk mengeksploitasi penduduk.
Akibatnya, ia dicopot dari jabatannya. Beberapa tahun kemudian, kisahnya terungkap dalam novel ini.
8. Ronggeng Dukuh Paruk (Ahmad Tohari)
- Tahun Terbit: 1982
- Jumlah Halaman: 406 halaman
- Rating Goodreads: 4.2/5
Ronggeng Dukuh Paruk adalah salah satu judul dari trilogi novel karya Ahmad Tohari. Dua judul lainnya adalah Lintang Kemukus Dini Hari dan Jantera Bianglala.
Novel ini menceritakan tentang Srintil, seorang gadis muda yang terpilih menjadi ronggeng baru di Dukuh Paruk. Kehadirannya menghidupkan kembali semangat desa kecil dan terpencil tersebut, di mana ronggeng menjadi simbol kehidupan bagi penduduk.
Srintil segera dikenal berkat kecantikan dan pesonanya, menarik perhatian banyak orang untuk menari dan bersenang-senang bersamanya. Namun kehidupan mereka berubah drastis ketika konflik politik muncul pada tahun 1965.
Konflik tersebut menghancurkan desa dan membuat penduduknya dianggap sebagai pengkhianat. Meski begitu, Srintil mendapatkan perlakuan yang lebih baik karena kecantikannya.
Di sisi lain ada Rasus, teman masa kecil Srintil, yang merasa sakit hati dan cemburu karena Srintil menjadi ronggeng. Karena itu artinya, Srintil menjadi milik umum dan kegadisannya diperjualbelikan.
Rasus semakin marah karena di usianya yang baru 14 tahun, ia tidak dapat berbuat banyak untuk melindungi gadis yang dicintainya.
Novel ini sudah diadaptasi dua kali dalam film layar lebar di Indonesia. Film pertama berjudul Darah dan Mahkota Ronggeng, sementara film kedua berjudul Sang Penari. Keduanya dirilis di tahun yang sama, yakni 1983.
9. Cantik Itu Luka (Eka Kurniawan)
- Tahun Terbit: 2002
- Jumlah Halaman: 489 halaman
- Rating Goodreads: 4.0/5
Cantik Itu Luka merupakan novel debut Eka Kurniawan. Novel ini dikemas dengan nilai tradisional, magis, dan realisme.
Bercerita tentang seorang wanita yang memiliki kecantikan luar biasa bernama Dewi Ayu. Namun kecantikannya justru membawa malapetaka bagi dirinya dan keturunannya.
Ia menjadi pelacur untuk tentara Belanda dan Jepang, dengan tarif yang tinggi dan banyak dicari pelanggan. Dari pekerjaannya, Dewi Ayu memiliki empat anak perempuan, tetapi identitas ayah mereka tidak jelas.
Ketiga anaknya mewarisi kecantikan Dewi Ayu, sementara anak bungsunya, yang bernama Cantik memiliki fisik yang sangat buruk.
Cantik dilahirkan dengan kulit hitam legam dan hidung yang aneh, membuat siapapun yang melihatnya merasa ngeri. Meski demikian, Dewi Ayu tetap memberi nama Cantik.
Setelah melahirkan Cantik, Dewi Ayu meninggal dunia. Namun 21 tahun kemudian, ia bangkit kembali. Kembalinya Dewi Ayu mengungkapkan kutukan dan tragedi yang menimpa keluarganya sejak akhir masa kolonial.
Novel ini akan membawa pembaca menelusuri perjuangan rakyat pada masa sebelum dan sesudah kemerdekaan Indonesia. Kita akan melihat bagaimana momen-momen bersejarah ini mengubah kehidupan para karakter.
Cantik Itu Luka menjadi best-seller pada masanya dan telah diterjemahkan ke lebih dari 34 bahasa.
Novel ini juga berhasil mendapat penghargaan World Readers pada tahun 2016 dan Prince Clause Award pada tahun 2018, serta menjadi buku yang masuk ke dalam daftar 100 buku terkemuka versi The New York Time.
10. Entrok (Okky Madasari)
- Tahun Terbit: 2010
- Jumlah Halaman: 282 halaman
- Rating Goodreads: 4.1/5
Buku ini berkisah tentang Marni, seorang perempuan pekerja keras yang memuja leluhurnya. Melalui persembahan, ia menemukan dewa-dewanya mewujudkan keinginannya. Dengan caranya sendiri, ia menopang kehidupan.
Di sisi lain, ada putrinya bernama Rahayu. Berbeda dengan ibunya, Rahayu yang bersekolah membuatnya memiliki pemikiran yang berbeda. Rahayu adalah seorang yang menjunjung akal sehat, menentang nenek moyang dan menjadi pemeluk Tuhan yang taat.
Novel ini bercerita tentang perempuan yang melawan kodrat, takdir, dan budaya dengan kehidupan di bawah kekuasaan zaman Orde Baru di Indonesia.
Novel pertama Okky ini diterbitkan untuk memperingati hari Kartini, yakni 21 April 2010. Novel ini sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dengan judul The Years of the Voiceless yang terbit pada tahun 2013.
11. Cerita Cinta Enrico (Ayu Utami)
- Tahun Terbit: 2012
- Jumlah Halaman: 256 halaman
- Rating Goodreads: 3.6/5
Cerita Cinta Enrico mengisahkan Joakhim Prasetya Enrico Riksa, seorang anak laki-laki yang lahir dalam keluarga gerilyawan di Padang.
Dibesarkan di lingkungan yang dipenuhi cinta, kehilangan, dan kenakalan, Enrico tumbuh menjadi pemuda yang mendambakan kebebasan.
Novel ini merupakan catatan perjalanan hidup Enrico, dimulai dengan revolusi di Sumatera Barat dan berlanjut hingga masa dewasa di Jawa yang penuh tantangan.
Buku ini menawarkan pendekatan yang menarik, karena menggabungkan fakta dengan fiksi.
Meskipun kisah perjalanan Enrico terinspirasi oleh kehidupan nyata, beberapa detailnya tidak sepenuhnya akurat. Penulis menggunakan kebebasan kreatif dan mengakui hal ini dalam catatan akhirnya.
12. Amba (Laksmi Pamuntjak)
- Tahun Terbit: 2012
- Jumlah Halaman: 577 halaman
- Rating Goodreads: 3.8/5
Sesuai dengan judulnya, novel ini berfokus pada Amba yang merupakan anak pertama dan memiliki ambisi untuk menjadi orang yang terpelajar dan mandiri, dua hal yang tidak mungkin terjadi pada perempuan di Indonesia pada tahun 1960-an.
Saat orang tuanya menjodohkannya dengan pria baik hati dan menawan bernama Salwa, hati Amba masih bercabang. Amba melihat sifat baiknya dan menyukainya, namun entah mengapa ada sesuatu yang hilang.
Dalam pencariannya untuk mendapatkan pengalaman dan pendidikan, Amba kemudian bertemu dengan Bhisma. Saat itulah novel ini menjadi kisah cinta.
Novel fiksi sejarah ini berlatar peristiwa G30S/PKI dan memiliki kisah Mahabharata di dalamnya. Pembaca akan diajak merasakan ketegangan selama detik-detik menjelang peristiwa 30 September 1965, di mana orang-orang hanya tau peristiwa tersebut lewat radio.
Mereka sama sekali tidak sadar bahwa beberapa bulan ke depan, horor pembantaian akan sampai ke pelosok-pelosok Jawa.
Novel ini juga menceritakan keadaan selama masa pengasingan di Pulau Buru. Pulau ini dikenal sebagai lokasi pengasingan para tahanan politik pada masa Orde Baru.
Pulau ini juga menjadi tempat pembuangan para tapol yang diduga kuat terlibat dalam peristiwa G30S/PKI tahun 1965.
(Sumber)