Ke depan Haji dan umrah tidak lagi jadi kewenangan Kementerian Agama. Presiden terpilih Prabowo Subianto akan membentuk badan baru yang khusus menangani urusan haji dan umrah.
Afriansyah Noor, mengaku telah mendapat arahan khusus dari Prabowo untuk memimpin Badan Urusan Haji dan Umrah saat pertemuan di Hambalang.
Dia mengungkapkan, Prabowo juga telah menunjuk tiga orang untuk mengurus Badan Urusan Haji dan Umrah. Kepala badan tersebut adalah Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Gus Irfan Yusuf Hasyim.
“Arahan Pak Prabowo kepada saya, kepada kami bertiga untuk mengurusi urusan Badan Urusan Haji dan Umrah. Kemudian Dahnil Anzar Simanjuntak (Juru Bicara Menteri Pertahanan) sebagai Wakil Kepala Badan, saya pun sebagai Wakil Kepala Badan,” kata Afriansyah saat ditemui di Hotel Bidakara, Jakarta, Jumat (18/10/2024).
Pembentukan badan setingkat kementerian ini, tutur dia, adalah bentuk komitmen Prabowo dalam melakukan percepatan dan perbaikan sistem haji. Keputusan itu diambil karena Indonesia sebagai negara dengan populasi umat Islam terbesar di dunia.
“Karena kan kita ini bangsa yang besar dengan jumlah umat Islam terbesar. Jadi perbaikan sistem haji ini harus segera dilakukan. Jadi saya disuruh di sana,” ujar dia.
Problematika Haji dan Umrah
Penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024 bersejarah bagi Indonesia karena mendapat kuota dalam jumlah lebih besar dari tahun sebelumnya. Tapi kabar gembira itu ternyata belum selaras dengan layanan yang diterima jemaah haji Indonesia di tanah suci, baik Mekkah dan Madinah.
Jemaah haji di Indonesia menghadapi berbagai tantangan salah satunya tenda yang kelebihan kapasitas tampung. Sehingga jemaah tidak bisa beristirahat dengan nyaman di tenda tersebut.
DPR periode 2019-2024 mencatat sedikitnya ada lima persoalan penting. Pertama, persoalan yang kerap muncul setiap tahun dalam penyelenggaraan haji adalah penggunaan visa. Sebagian jemaah asal Indonesia melakukan ibadah haji tanpa mengantongi visa haji. Hal itu yang menjadi alasan otoritas Arab Saudi melakukan deportasi atau bahkan menyasar lebih jauh ke ranah hukum.
Kedua, proses ketika jemaah masuk asrama haji, tapi belum memenuhi standar istithaah (kemampuan) utamanya kesehatan. Ketiga, kuota haji sebanyak 20.000 jemaah itu memunculkan pertanyaan apakah kuota itu digunakan secara optimal.
Kuat indikasi jual-beli kuota tersebut oleh oknum ke calon jemaah yang memiliki kemampuan ekonomi lebih. Sehingga, ada calon jemaah lain yang tidak mendapatkan kuota sebagaimana haknya.
“Jadi digeser sehingga tidak berangkat karena ada yang berani membayar lebih,” kata anggota Komisi VIII DPR periode 2019-2024, Maman Imanul Haq, pada Juni 2024.
Keempat, soal penerbangan yang membawa jemaah haji dari Indonesia ke Arab Saudi. Tercatat hanya ada 2 maskapai penerbangan. Yakni, Saudi Arabia Airlines dan Garuda Indonesia. Sayangnya, maskapai Garuda Indonesia yang mengangkut jemaah haji Indonesia sering terlambat, sampai 60 persen. Kelima, persoalan hotel, katering, dan lainnya yang dirasa belum memenuhi standar yang cukup.
(Sumber)