Nusron: Bendum Golkar Tak Bisa Masuk Kantor DPP, Tragis dan Memalukan!

Sebanyak 143 pengurus dilarang masuk ke dalam kantor DPP Partai Golkar. Padahal, kedatangan para pengurus untuk berdialog dengan Ketua Umum Airlangga Hartarto dan Sekjen Lodewijk F Paulus terkait waktu pelaksanaan rapat pleno yang sudah lama tidak diselenggarakan DPP Partai Golkar.

Koordinator bidang Pemenangan Pemilu Jawa-Kalimantan DPP Partai Golkar, Nusron Wahid mengatakan, pelarangan pengurus pleno masuk ke DPP Partai Golkar sangatlah tragis dan memalukan. Apalagi, pelarangan juga diberlakukan kepada Bendahara Umum DPP Partai Golkar Robert Kardinal.

“Bendahara umum partai yang selama ini membayar maintenance, ngecat-ngecat semua, membayar mereka semua, tapi tidak bisa masuk ke kantor DPP. Ini sangat tragis,” katanya kepada wartawan di Jakarta, Rabu (4/9/2019).

Ratusan pengurus DPP Partai Golkar yang tidak bisa masuk ke kantor akhirnya menggelar rapat di Hotel Sultan, Jakarta. Rapat dipimpin Nusron Wahid, Koordinator Bidang Pratama DPP Partai Golkar Nurdin Halid, Bendahara Umum Robert Kardinal dan Wakil Sekjen DPP Partai Golkar Vicktus Murin dengan diikuti ratusan pengurus dan kader Partai Golkar.

“Tadi sudah ada sebanyak 143 pengurus dan kader Partai Golkar yang mencoba mendatangi Kantor DPP Partai Golkar. Tetapi, tidak bisa masuk karena dikunci rapat dan dijaga oleh oknum-oknum AMPG dan polisi,” ujar Nusron.

Kepala BNP2TKI ini menegaskan, para pengurus sepakat untuk terus mendesak Ketum Airlangga segera menggelar rapat pleno. Karena sesuai AD/ART Partai Golkar, rapat pleno minimal dilakukan satu kali dalam dua bulan.

“Sampai hari ini, di bulan September 2019, sudah 10 bulan tidak ada rapat pleno. Padahal banyak agenda-agenda penting yang membutuhkan keputusan bersama di dalam pleno,” kata Nusron.

Urgensi Rapat Pleno

Dia menuturkan, rapat pleno diperlukan Partai Golkar salah satunya untuk menetapkan kadernya dalam menempati posisi alat kelengkapan di DPRD tingkat Kabupaten dan Kota. Penetapan alat kelengkapan DPRD Kabupaten dan Kota tidak bisa hanya diputuskan oleh Ketum atau Sekjen saja.

“Perlu dicatat, pengertian pengesahan DPP itu bukan hanya tanda tangan Ketum dan Sekjen. Tanda tangan Ketum dan Sekjen hanya atas nama. Pengertian bahwa itu disetujui dalam satu majelis permusyawaratan, yaitu melalui rapat pleno,” lanjutnya.

Nusron menambahkan, rapat pleno juga diperlukan Partai Golkar untuk menetapkan kadernya duduk di kursi pimpinan DPR dan MPR. Selain, sebagai wadah Partai Golkar melakukan evaluasi terhadap kerja partai saat Pileg dan Pilpres 2019.

“Menjadi tanda tanya kenapa saat Partai Golkar menang Pileg di daerah tertentu, tetapi Capres dan Cawapres yang diusung justru kalah. Itu kenapa? Apa karena mesinnya tidak jalan? Itu yang harus dievaluasi,” ujarnya. [inews]