Pramono seorang warga Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah kaget gegara rekeningnya diblokir oleh kantor pajak setempat. Pemblokiran yang ternyata terkait dengan persoalan pajak itu diketahui usai Pramono datang ke bank menarik tabungan untuk pembiayaan usahanya.
Pemblokiran itu dilakukan oleh kantor pajak karena badan usaha miliknya diduga memiliki pajak terutang. Padahal tahun 2022 Pramono sempat memperoleh penghargaan dari KPP Pratama Boyolali atas kontribusi pph pasal 25 orang pribadi, yang ia terima pada Agustus 2023.
Uang sebesar Rp 670 juta di rekening salah satu bank milik BUMN itu pun tak bisa dicairkan. Padahal, uang itu sebagian milik 1300 peternak sapi perah yang menjadi mitranya.
” Aku wes ra mampu (Aku sudah tidak sanggup)” kalimat pasrah yang diucapkan Pramono, Selasa 29 Oktober 2024 saat ditemui wartawan dikediamannya.
Pramono mengaku bermitra dengan 1300 peternak yang tersebar di 5 kecamatan di Boyolali dan satu kecamatan di Klaten. Akibatnya, para peternak sapi perah yang susunya dibeli dengan harga paling tinggi itu pun kini ketar-ketir. Karena memang, menurut para peternak ini, UD Pramono lah yang paling baik pelayanannya. Tak pernah ada masalah soal pembayaran susu dengan petani.
Selama ini Pramono menyediakan pakan ternak sapi bagi para peternak. Pihaknya juga yang membeli susu dari para petani. Peternak pun mendapat keuntungan dari selisih harga jual susu dengan harga pakan. Tak hanya itu, UD. Pramono juga memberikan kredit tanpa bunga kepada para petani binaannya. Namun, belum lama ini Pramono pamitan ke petani karena tak bisa lagi menjalankan usahanya. Dia tak lagi menerima susu dari peternak lalu menyetorkannya ke industri pengolahan susu (IPS). Pramono pun juga sudah berpamitan dengan dua IPS besar yang menjadi muara susu dari peternak ini.
” Dadi kulo ora nyalahke bank, ora nyalahke kantor pajek. Sing penting kulo ora mampu. (Kedua) tanganku ora mampu, keju kabeh, ra isoh nyambut gawe. (Saya tidak menyalahkan Bank dan kantor pajak yang sudah memblokir membekukan uangnya. Saya hanya sudah tidak mampu karena capek (memikirkan keberlangsungan usaha dan pajak),” katanya.
Pramono menuturkan, persoalan itu berawal pada 2020, kantor pajak melakukan peenagihan untuk masa dan tahun pajak 2018. Pramono mengaku sempat dibuat syok dengan nilai pajak yang harus dia tanggung yakni mencapai Rp 2 miliar. Dia menyatakan keberatan akhirnya beban pajak diturunkan jadi Rp 671 juta.
“Nominal itu masih memberatkan, karena itu diatas omset saya,” imbuhnya.
Selain itu, hal itu dikarenakaan selama ini pihaknya tak mengambil untung dari penjualan susu. Susu dari peternak dia beli sesuai harga dari IPS.
“Kemudian, setelah nego-nego. Jadi (pajak) Rp 200 juta. Jika Rp 200 juta dibayar masalah pajak 2018 selesai semua,” jelasnya.
Pramono yang tak mau ambil pusing soal pajak lagi, akhirnya membayar Rp 200 juta itu. Hanya saja tidak berlangsung lama, menurut Pramono bebebrapa bulan kemudian, pihaknya kembali mendapatkan panggilan dari kantor pajak lagi pada 2021.
Pramono yang mengaku Lelah karena tidak pernah bisa memahami persoalan pajak, tak menggubris pajak itu. Dia tetap menjalankan usahanya dan patuh membayar pajak tahunan ke negara. Tiba-tiba, pada awal Oktober ini, Pramono mendapatkan undangan ke Kantor Pajak untuk melunasi tanggungan pajak tersebut. Dia yang kemudian datang ke kantor pajak kemudian hanya diminta membayar Rp 110 juta.
” Itungan pajak saya itu kan Rp 670, tapi kemarin supaya memberikan Rp 110 juta. Umpomo saya mbayar (Kalau saya bayar pajak) Rp 110 juta itu selesai (Tidak diblokir),” katanya.
“Saya tidak tahu, kenapa pajaknya berubah-ubah. Daripada saya bingung dan tidak bisa tentram lebih baik saya Kembali bertani,” pungkasnya. (Sumber)