News  

Tukin Besar Tak Berarti Ditjen Pajak Bebas Korupsi, Ini Daftar Pegawai Yang Masuk Bui

Ketika keuangan negara sedang seret, tunjangan kinerja (tukin) untuk pejabat di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, justru cukup besar. Nilainya bisa ratusan juta tiap bulan. Tapi hati-hati, banyak pegawai DJP yang masuk penjara gara-gara korupsi.

Dikutip dari Peraturan Presiden (Perpres) No 37 Tahun 2015 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, pangkat tertinggi sekelas Dirjen Pajak dengan peringkat jabatan 27 (eselon 1), berhak atas tukin Rp117.375.000/bulan.

Masih di klaster eselon I, pejabat struktural dengan peringkat jabatan 26 dijatah tukin Rp99.720.000/bulan. Untuk peringkat jabatan 25 tukinnya Rp95.602.000/bulan, dan peringkat jabatan 24 tukinnya Rp84.604.000/bulan.

Untuk eselon II, pejabat struktural dengan peringkat jabatan 23 berhak atas tukin Rp81.940.000/bulan, peringkat jabatan 22 tukinnya Rp72.522.000/bulan, peringkat jabatan 21 tukinnya Rp64.192.000/bulan, peringkat jabatan 20 tukinnya Rp56.780.000/bulan. Dan, jabatan pranata komputer utama (peringkat jabatan 20) tukinnya Rp42.585.000/bulan.

Sedangkan klaster eselon III, pejabat struktural dengan peringkat jabatan 19 mendapat tukin Rp46.478.000/bulan, peringkat jabatan 18 tukinnya Rp42.058.000/bulan, pemeriksa pajak madya (peringkat jabatan 18) tukinnya Rp34.172.125/bulan, penilai PBB madya (peringkat jabatan 18) tukinnya Rp28.914.875/bulan.

Masih di klaster yang sama, pejabat dengan peringkat jabatan 17 tukinnya Rp37.219.800/bulan, pranata komputer madya tukinnya Rp27.914.850/bulan.

Klaster eselon IV, pejabat struktural dengan peringkat jabatan 16 mendapat tukin Rp28.757.200/bulan, pemeriksa pajak muda Rp25.162.550/bulan dan penilai PBB muda tukinnya Rp21.567.900/bulan.

Dengan penghasilan lumayan jumbo, wajar jika banyak orang berebut menjadi pegawai pajak. Tapi jangan salah. Gaji dan tunjangan besar, tak menjamin DJP yang kini dipimpin Suryo Utomo, bersih dari kasus penyelewengan pajak. Apakah itu suap, manipulasi atau rekayasa pajak.

Pada 2010, misalnya, publik dikejutkan dengan kasus pajak yang menyeret Gayus Tambunan. Pegawai pajak Golongan IIIA itu, menilep duit pajak sekitar Rp28,7 miliar.

Dua tahun kemudian, mencuat kasus restitusi pajak PT Bhakti Investama yang merugikan negara Rp3,4 miliar. Pelakunya, Tommy Hindratno, seorang pegawai pajak eselon IV DJP.

Baca Juga:

Hidup Semakin Berat dengan Pembayaran Elektronik, Beli TV Pakai QRIS Kena PPN 12 Persen

Pada 2017, Handang Soekarno, Kasubdit Bukti Permulaan DJP terima suap Rp1,9 miliar dari direktur PT EK Prima Ekspor Indonesia untuk penyelesaian masalah pajak.

Kemudian pada 2021, terjadi 4 kasus pajak yang menyedot perhatian publik. Yakni, kasus suap Rp15 miliar dan US$4 juta yang menyeret Direktur Pemeriksaan dan Penagihan DJP, Angin Prayitno Aji. Kasus ini juga menyeret Dadan Ramdani, Kasubdit Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan DJP.

Masih ada kasus suap terkait rekayasa perhitungan pajak yang menyeret Wawan Ridwan, Supervisor Tim Pemeriksa Pajak DJP. Kerugian negara ditaksir mencapai Rp6,5 miliar. Alfred Simanjuntak selaku Ketua Tim Pemeriksa Pajak DJP juga terlibat.

Tahun ini, ada dua kasus penyelewengan pajak yang menonjol. Yakni, suap Rp17,9 miliar untuk pengurangan nilai pajak perusahaan yang menyeret Yulmanizar, pemeriksa pajak madya DJP. Serta Rafael Alun Trisambodo, eks eselon III DJP yang terbukti menerima gratifikasi Rp10 miliar.(Sumber)