Lembaga riset politik dan ekonomi GREAT Institute resmi mengeluarkan pernyataan mengecam keras serangan udara yang dilancarkan Amerika Serikat terhadap tiga fasilitas nuklir utama Iran pada 21 Juni 2025 waktu setempat. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Ketua Dewan Direksi GREAT Institute, Dr. Syahganda Nainggolan, di Jakarta, Senin pagi.
“Serangan udara yang diberi sandi Midnight Hammer, yang menghantam fasilitas nuklir Iran di Fordow, Natanz, dan Isfahan, menggunakan bom bunker-buster dan rudal Tomahawk, merupakan tindakan militer sepihak yang melanggar kedaulatan Iran dan berpotensi melanggar Piagam PBB,” tegas Dr. Syahganda.
Gedung Putih sebelumnya menyatakan bahwa serangan ini dilakukan untuk menghentikan program nuklir Iran dan mendorong perdamaian. Namun, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, menyatakan kekhawatiran mendalam atas tindakan tersebut. Guterres menyebut situasi ini sebagai “gravely alarmed” dan menyerukan segera dilakukan de-eskalasi.
GREAT Institute mencatat bahwa serangan ini dilakukan tanpa otorisasi Dewan Keamanan PBB, dan tidak jelas apakah ada ancaman langsung yang sah terhadap AS yang dapat digunakan sebagai dasar pembenaran dalam kerangka self-defense.
“Amerika tampaknya bertindak secara unilateral, bukan sebagai respons proporsional terhadap serangan bersenjata yang diakui hukum internasional,” tambah Dr. Syahganda.
Seruan terhadap Pemerintah Indonesia
Sebagai negara yang menganut prinsip bebas aktif dan penegak hukum internasional, GREAT Institute mendesak Pemerintah Indonesia untuk:
Mengecam tegas pelanggaran kedaulatan Iran, sesuai dengan prinsip non-intervensi yang dijunjung tinggi dalam Piagam PBB dan Konstitusi RI.
Mendorong diadakannya sesi darurat Dewan Keamanan PBB, guna merumuskan resolusi kecaman atas tindakan agresi militer, penghentian segera serangan, dan pengawasan internasional oleh IAEA atas fasilitas nuklir yang terdampak.
Menawarkan posisi Indonesia sebagai mediator netral dalam krisis antara Amerika Serikat dan Iran, sejalan dengan visi ASEAN dan komitmen Indonesia terhadap stabilitas kawasan dan global.
“Indonesia harus tampil sebagai fasilitator damai, yang mampu membuka ruang dialog antara dua negara besar, bukan menjadi penonton pasif di tengah eskalasi konflik global,” ujar Dr. Syahganda.
Pernyataan GREAT Institute ini juga menyatakan dukungan terhadap sikap negara-negara seperti China, Rusia, dan negara-negara Amerika Latin, yang telah mengecam serangan militer tersebut dan menyerukan penghormatan terhadap kedaulatan negara.
“Sebagai bagian dari komunitas global yang menjunjung hukum internasional dan tata dunia yang berkeadaban, Indonesia harus bersikap tegas, bukan ambigu,” tutupnya. (Sumber)