News  

Said Iqbal: Prabowo Effect Perbaiki Kualitas Ekonomi Buruh

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyatakan, kepemimpinan Prabowo Subianto, meski baru berjalan dua bulan, memiliki efek yang baik bagi ekonomi buruh dan masyarakat kecil. Ia membandingkan dengan dua periode kepemimpinan Jokowi yang lebih mengakomodasi kepentingan pelaku usaha.

Said membeberkan sejumlah indikator stagnasi ekonomi di akhir pemerintahan Jokowi. Pertama, mandeknya kenaikan upah di level pekerja atau buruh. “Kenaikan upah di era Jokowi hanya menyentuh angka 1,58% di kawasan industri. Angka tersebut lebih rendah dibanding inflasi yang mencapai 2,8% serta jauh di bawah pertumbuhan ekonomi tahun tersebut (tahun 2024),” kata Said Iqbal kepada wartawan Inilah.com M. Hafid saat ditemui di kawasan Kramat Jati, Jakarta Timur pada Kamis, 19 Desember 2024.

Kedua, terjadinya deflasi selama lima bulan berturut-turut sejak Mei-September 2024. Meski demikian, masyarakat tetap menahan diri berbelanja barang-barang di luar kebutuhan pokoknya. “Ini situasi yang disebut sebagai pertumbuhan ekonomi yang paradoks karena tidak menyerap tenaga kerja, tidak menaikkan atau meningkatkan gaji, daya beli, dan konsumsi,” ujarnya.

Menurut Said, kebijakan ekonomi yang dicanangkan Jokowi seperti amnesti pajak (tax amnesty) dan pemberlakuan Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja hanya dapat dinikmati pengusaha dan kalangan kaya. Kebijakan tersebut tidak menggembirakan kelompok buruh dan masyarakat ekonomi bawah.

Situasi tersebut, lanjut Said, meningkatkan gini ratio di mana peningkatan pendapatan kelompok kaya semakin tinggi sedangkan kelompok ekonomi kelas bawah tidak merasakan apa-apa. Kegagalan Jokowi di akhir masa jabatannya yakni tidak mampu menjaga stabilitas ekonomi. Sehingga, terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) 64 ribu buruh sepanjang Januari-Oktober 2024.

“Di periode kedua Jokowi, selama tiga tahun tidak ada kenaikan gaji bagi buruh. Selain itu, selama 2 tahun Indonesia berada di bawah tekanan inflasi,” tuturnya.

Menurutnya, maraknya PHK dan tutupnya tempat usaha merupakan akibat dari kegagalan kebijakan pemerintah seperti membuka kebijakan impor sehingga Indonesia kebanjiran barang impor ilegal. Faktor lain karena perusahaan di Indonesia dianggap kalah saing secara inovasi dan teknologi, sehingga tidak mampu menciptakan produk unggulan dan ongkos produksi yang lebih efisien.

Situasi tersebut perlahan berubah usai Prabowo dilantik sebagai presiden pada 20 Oktober 2024. Menurut Said, kaum buruh dapat sedikit melepas dahaga dan turut menikmati pertumbuhan ekonomi. Prabowo dinilai membawa tiga pendekatan merakyat, yakni pro-job, pro-growth, dan pro-poor.

“Disebut pro-job karena Prabowo membantu perusahaan yang sedang mengalami tekanan finansial agar tidak terjadi PHK massal. Seperti yang terjadi pada Sritex yang diputuskan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Semarang pada Oktober lalu,” kata Presiden Partai Buruh tersebut.

Kebijakan Prabowo yang mendorong pertumbuhan ekonomi mencapai angka 8% sepanjang 2024-2029 juga dinilai sebagai kebijakan yang pro-growth. “Selanjutnya, pro-poor, menjelang dua bulan menjabat Prabowo telah menunjukkan keberpihakannya terhadap masyarakat ekonomi kelas bawah: buruh, petani, guru, pedagang, dan lainnya”.

Said mencatat sejumlah kebijakan Prabowo yang pro-poor dan dianggap berarti bagi kaum buruh. Mulai dari penghapusan utang UMKM, naiknya gaji guru honorer dari Rp1,5 juta menjadi Rp2 juta sebulan, dan naiknya UMP 2025 sebesar 6,5%. Kendati ada kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025, lanjut Said, kenaikan itu hanya ditujukan kepada barang mewah semata.

Said optimis kondisi ekonomi pada 2025 akan membaik, meski tidak mengalami lonjakan yang signifikan. “Dalam waktu kurang 2 bulan, Pak Prabowo jauh lebih baik dibandingkan pemerintahan sebelumnya.Terutama keberpihakan ekonomi kelas bawah dari sudut pandang buruh,” ujarnya.

Ia menilai upaya pemerintah menjaga pertumbuhan ekonomi terlihat dari komitmen mengendalikan laju inflasi rata-rata di angka 3-4% beserta membangun tata kelola pemerintahan yang bersih dari korupsi. Selain itu, dirinya memprediksi setelah UU Cipta Kerja diputus MK tidak berlaku, maka ekonomi akan membaik. Dampaknya, upah buruh meningkat rata-rata di angka 6% setiap tahun.

Hal yang melegakan kaum buruh yakni kebijakan Prabowo yang menolak penggunaan sistem ekonomi kapitalis dan neoliberal. Prabowo mengadopsi ekonomi titik tengah, yakni ekonomi Pancasila. “Buktinya anggaran bantuan sosial meningkat, anggaran untuk jaminan sosial juga meningkat. Kemudian yang bisa kita buktikan lagi, penyediaan target 3 juta rumah. Kan di tengah semua,” tuturnya.

Meski demikian, pemerintah tetap memberikan kesempatan kepada pemilik modal atau pengusaha mengembangkan bisnisnya. “Bisnis tetap jalan. Kelas menengah atas, orang-orang kaya tetap berbisnis melakukan pengembangan modal. Jadi, ada titik tengah, ada keadilan. Kami, Partai Buruh dan serikat-serikat buruh punya harapan dengan Pak Prabowo,” ujarnya.

Kendati begitu, Said memberikan catatan terkait kenaikan PPN jadi 12%. Said menilai hampir semua barang mengalami kenaikan harga di lapangan. Hal itu yang kemudian memantik penolakan dari publik. Said menyebut, kesepakatan kenaikan PPN untuk barang mewah seharusnya diawasi implementasinya oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

“Apabila kebijakan PPN 12% itu tetap dijalankan, termasuk kepada semua barang, maka akan menjadi bumerang bagi perekonomian tahun 2025 mendatang,” tegasnya.(Sumber)