Agung Sedayu Grup melalui kuasa hukum mereka, Muannas Alaidid mengakui jika pihaknya memiliki keterkaitan dengan pemilik pagar laut Tangerang. Namun, tidak semua SHGB pagar laut sepanjang 30 km tersebut milik PIK 2. Menurutnya, ada yang menarasikan seolah semua PIK 2 adalah Proyek Strategis Nasional (PSN).
“Pagar laut bukan punya PANI, tak ada kaitan dengan PANI. Dari 30 km pagar laut itu, kepemilikan SHGB anak perusahaan PIK PANI dan PIK non-PANI hanya ada di dua Desa Kohod Kecamatan Pakuhaji aja, di tempat lain nggak ada,” ujar Muannas.,” ujar dia.
Sebagai informasi, PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk, dahulunya bernama PT Pratama Abadi Nusa Industri Tbk (PANI). Ia kemudian menegaskan, SHGB yang dimiliki pihak PIK sudah melalui prosedur yang ada.
“Bahwa SHGB yang ada di atas itu semua terbit sudah sesuai proses dan prosedurnya. Kita beli dari rakyat semula SHM dan dibalik nama resmi bayar pajak dan ada SK surat izin Lokasi/PKKPR semua lengkap,” katanya.
Sebelumnya, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid mengungkapkan bahwa sebanyak 234 bidang merupakan SHGB atas nama PT Intan Agung Makmur, 20 bidang SHGB milik PT Cahaya Inti Sentosa, dan 9 bidang atas nama perorangan. Selain itu, ada 17 bidang sertifikat SHM di kawasan itu.
Adapun PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa merupakan anak usaha Agung Sedayu Grup.
Muannas melanjutkan dengan menjelaskan asal usul tanah yang kini tertutupi laut itu memiliki sertifikat. Setelah dilakukan pengecekan dokumen pengajuan sertifikat yang diterbitkan tahun 1982, posisi pagar laut pada saat itu adalah daratan.
Pihaknya juga mencocokkan dengan Google Earth, yang menunjukkan lahan SHGB dan SHM yang terkavling di sekitar kawasan pagar bambu di Desa Kohod, bukan lah laut. Dulunya tempat itu adalah lahan bekas tambak atau sawah yang terabrasi.
“Kemudian dicocokkan dengan Google Earth yang SHGB dan SHM yang terkavling di sekitar pagar bambu, semua jelas menunjukkan bukan laut yang disertifikatkan, tapi lahan warga yang terabrasi lalu dialihkan sudah menjadi SHGB PT dan beberapa SHM di antaranya milik warga yang hari ini di soal,” katanya.
Ia pun mempertanyakan di mana masalahnya jika dahulu berupa sawah yang terabrasi kemudian kini menjadi laut dan sudah memiliki SHGB.
“Di mana masalahnya kalau SHGB dan SHM terbit itu adalah lahan milik warga awalnya berupa tambak atau sawah yang terabrasi tapi belum musnah, sebab masih diketahui batas-batasnya dalam posisi terkavling yang kemudian sudah dialihkan menjadi SHGB PT,” ungkap Muannas.