Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M. Syarif mengaku bersyukur atas tertangkapnya Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos, yang menjadi buron kasus proyek e-KTP di Singapura.
Menurut Laode, penangkapan Tannos berpotensi mengungkap aktor-aktor lain yang diduga menerima aliran dana dari proyek tersebut.
“Mudah-mudahan dengan didapatnya dia (Tannos), aktor-aktor baru. Bisa lebih, dia bisa bercerita siapa-siapa saja aktor-aktor itu,” ujar Laode kepada awak media di Rumah Pergerakan Griya Gus Dur, Jakarta Pusat, Selasa (28/1/2025).
Laode menjelaskan bahwa kerugian negara dalam kasus e-KTP mencapai Rp2,3 triliun, namun pemulihan asetnya masih sangat minim. Melalui kesaksian Paulus Tannos, KPK diharapkan dapat mengembangkan kasus ini dan menjerat pihak lain yang terlibat agar kerugian negara dapat tertutupi sepenuhnya.
“Ingat ya, kerugian negaranya kan waktu itu sekitar Rp2,3 triliun kalau enggak salah. Yang bisa di-recover itu masih sangat sedikit. Ya diharapkan Paulus Tannos bisa menceritakan banyak. Sehingga mudah-mudahan itu bisa menjadi perkembangan baru kasusnya, termasuk yang terlibat yang lain bisa lebih didapat sekarang,” jelas Laode.
Namun, dia enggan menyebut nama-nama aktor yang dinilai harus bertanggung jawab dan diproses hukum, termasuk saat disinggung soal dugaan Puan Maharani, Pramono Anung, dan Ganjar Pranowo yang dalam persidangan menerima aliran dana proyek tersebut.
“Saya enggak mau nyebut nama-nama. Memang saya bukan KPK lagi, tetapi tetap saja dilarang menyebut nama-nama,” jawab Laode.
Asal tahu saja, saat proses persidangan pada 2018 lalu, eks Ketua DPR Setya Novanto selaku terdakwa bersaksi bahwa dirinya pernah mendengar ada uang yang diserahkan kepada Puan Maharani dan Pramono Anung, masing-masing sebesar 500.000 dolar Amerika Serikat (AS).
Setya Novanto menyatakan bahwa informasi tersebut ia dapatkan dari pengusaha Made Oka Masagung dan Andi Narogong yang menyampaikan kepadanya di rumah.
Saat itu, Puan Maharani menjabat sebagai Ketua Fraksi PDIP di DPR, sedangkan Pramono Anung adalah anggota DPR. “Bu Puan Maharani, Ketua Fraksi PDIP, dan Pramono adalah 500.000 dollar AS. Itu keterangan Made Oka,” ujar Setya Novanto kepada majelis hakim saat diperiksa sebagai terdakwa.
Pramono Anung membantah mentah-mentah tudingan itu, dan mengatakan ia bahkan tak pernah ada kaitan apa pun dengan kasus KTP elektronik. “Ini semuanya yang menyangkut orang lain dia bilang. Tapi untuk yang menyangkut dirinya sendiri, dia selalu bilang tidak ingat,” kata Pramono Anung kepada para wartawan kala itu.
Sementara Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, menyebut Setya Novanto sekadar ingin mendapat status justice collaborator agar mendpat keringanan hukuman.
Di persidangan lainnya, mantan anggota DPR, M. Nazaruddin menyebutkan, pernah melihat Ganjar Pranowo, Jafar Hafsah, dan Chairuman Harahap menerima uang terkait proyek e-KTP. Namun, Ganjar disebut sempat menolak.
“Saudara menyebutkan ada beberapa orang melihat langsung menerima uang seperti Pak Ganjar. Saya membaca putusan terdahulu, keterangan saksi memang Pak Ganjar awal menolak?” tanya jaksa KPK Abdul Basir kepada Nazaruddin dalam sidang lanjutan perkara korupsi proyek e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (19/2/2018).
“Iya, karena waktu itu semua wakil ketua dikasih 100 ribu dolar dan Pak Ganjar nggak mau,” ujar Nazaruddin.
“Pak Ganjar minta berapa?” tanya jaksa kembali.
“USD 500 ribu,” jawab Nazaruddin.
Setelah itu, Nazaruddin menyebut Ganjar akhirnya menerima USD 500 ribu. Ia bahkan mengaku melihat langsung saat uang itu diterima Ganjar.(Sumber)