Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman mendukung Langkah Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) melaporkan dugaan korupsi megaproyek aplikasi pajak Coretax ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Ya, jelas kami mendukung langkah yang dilakukan teman-teman di IWPI. Masak membuat aplikasi Coretax yang biayanya besar, tapi banyak masalah. Sering eror. Ini harus dibongkar musababnya. Menyangkut uang negara jangan main-main,” Boyamin, Jakarta, Jumat (31/1/2025).
Ketua Umum IWPI, Rinto Setiyawan mengapresiasi dukungan MAKI terkait pelaporan dugaan korupsi dalam megaproyek Coretax di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) senilai Rp1,3 triliun. Di mana, IWPI dan MAKI akan menunggu pergerakan KPK dalam membongkar laporan dugaan korupsi Coretax maksimal 3 bulan.
“Kami bersama Mas Boyamin selaku koordinator pendiri MAKI menyatakan bahwa laporan dugaan korupsi terkait aplikasi Coretax seharusnya menjalani proses telaah selama 30 hari. Namun, biasanya telaah dari KPK dapat molor hingga tiga bulan,” kata Rinto, Jakarta, Jumat (31/1/2025).
Jika dalam tiga bulan, KPK tak menunjukkan keseriusan alam membongkar dugaan korupsi proyek Coretax senilai Rp1,3 triliun, MAKI bersama IWPI sepakat untuk mengajukan gugatan praperadilan.
Pakar IT dari PT Enygma Solusi Negeri, Erick Karya. Ia pun mengkritisi sejumlah isu teknis yang muncul dalam implementasi teknologi Coretax. Terutama terkait durasi pengawasan yang tidak selaras dengan kontrak kerja.
Menurut Erick, kontrak pekerjaan Coretax berlangsung sejak 2020 hingga 2024. Namun, proyek pengawasannya berakhir pada 2023. “Hal ini menunjukkan asumsi prematur bahwa aplikasi sudah siap digunakan tanpa pengawasan penuh selama masa implementasi di level pusat,” tutur dia, Kamis (23/1/2025).
Padahal, akibat tersendatnya sistem ini, dan tanpa pengawasan yang memadai, risiko kegagalan di masa transisi meningkat, dan pihak-pihak seperti wajib pajak (WP), konsultan pajak, hingga kantor pajak di lapangan merasa dirugikan.
Praktisi Hukum Pajak, Alessandro Rey mengatakan, anggaran pembangunan Coretax sebesar Rp1,3 triliun, ternyata tidak bisa digunakan secara maksimal. Ada potensi malfunction, baik itu partially malfunction atau completely malfunction. “Banyak fitur-fitur yang sampai dengan sekarang dikeluhkan oleh wajib pajak,” ujarnya.
Contoh persoalan Coretax lainnya, yakni kendala login dan penggunaan serta menerbitkan faktur pajak. Ini merugikan wajib pajak.
Pasalnya, ketika faktur pajak tidak bisa diterbitkan maka tidak bisa dilaksanakan kegiatan bisnis.
“Tidak ada proses transaksi yang bisa dilakukan, maka itu menghambat pertumbuhan ekonomi dan juga kegiatan bisnis,” tandasnya.(Sumber)