News  

Serikat Guru FSGI Kecam Pemecatan Vokalis Band Sukatani Dari Guru Sekolah Swasta

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengecam pemecatan Novi Citra Indriyati, vokalis band punk asal Purbalingga, Sukatani dari pekerjaannya sebagai seorang guru.

Novi diketahui merupakan guru di sebuah sekolah swasta di Desa Purworejo, Purwareja Klampok, Banjarnegara, Jawa Tengah.

Berdasarkan penelusuran Kompas.com di laman gtk.belajar.kemdikbud.go.id, status data pokok pendidikan (Dapodik) milik Novi sudah tidak aktif. Laporan penonaktifan data oleh admin sekolah dilakukan pada Kamis (13/2/2025) pukul 10.19 WIB.

“Kalau benar pemecatan tersebut karena hak berekspresi dalam lagu Bayar Bayar Bayar, maka FSGI mengecam pemecatan tersebut dan menyerukan dukungan bagi pengembalian hak hak Novi sebagai guru. Apalagi jika tugasnya sebagai guru dijalankan dengan baik dan profesional, sementara aktivitasnya berkarya sama sekali tidak mengganggu kinerja,” ujar Ketua Umum FSGI, Fahmi Hatib dalam keterangan resminya.

Menurut Fahmi, pemecatan guru memiliki mekanisme yang diatur dalam UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen, PP 74/2007 tentang Guru dan Permendikbudristek tentang perlindungan Guru. Fahmi menyebut, pemecatan guru swasta harus mengikuti Undang-Undang Tenaga Kerja.

“Guru juga warga negara yang dijamin hak haknya oleh konstitusi RI untuk berekspresi, berpendapat, dan berkarya, jadi pemecatan (dapat diduga kuat dipaksa mengundurkan diri karena sekolah juga merasa tertekan) tersebut jelas sewenang-wenang dan diduga kuat melanggar peraturan perundangan yang ada,” kata Fahmi.

Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listiyarti menambahkan, kebebasan berekspresi adalah hak setiap warga negara. Retno menyebutkan, negara harus turun tangan melindungi warganya.

“FSGI meminta Kemendikdasmen dan dinas pendidikan setempat untuk melakukan pembelaan terhadap yang bersangkutan karena berstatus guru. FSGI juga mendesak pihak kepolisian untuk memberikan perlindungan tanpa tekanan kepada guru tersebut,” ujar Retno.

Sebelumnya, Novi bersama gitaris Sukatani, Muhammad Syifa Al Lufti secara tiba-tiba mengunggah video klarifikasi di Instragram secara terbuka terkait lagu berjudul “Bayar Bayar Bayar” yang ada di dalam album Gegap Gempita.

Bayar, Bayar, Bayar tersebut merupakan sebuah lagu yang bernada kritik kepada pihak kepolisian.

Mereka memutuskan membuka topeng ketika membuat video berisi permintaan maaf. Padahal, mereka selalu memakai topeng dalam bermusik.

Keduanya menegaskan bahwa lagu tersebut dibuat sebagai bentuk kritik kepada polisi yang melanggar aturan, menyalahgunakan wewenang dan tidak dimaksudkan untuk mencoreng nama baik kepolisian.

“Mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada Bapak Kapolri dan institusi Polri atas lagu ciptaan kami dengan judul ‘Bayar, Bayar, Bayar’ yang liriknya menyebut ‘bayar polisi’, yang telah kami nyanyikan sehingga viral di beberapa platform media sosial, termasuk Spotify,” ujar Syifa dikutip dari Kompas.com, Kamis (20/2/2025).

Mereka kemudian menarik lagu Bayar, Bayar, Bayar dari berbagai layanan pemutaran lagu digital. Mereka juga meminta masyarakat untuk menghapus rekaman atau unggahan yang masih beredar di internet.

Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengaku tidak masalah dengan lagu yang diciptakan oleh Sukatani tersebut.

“Tidak ada masalah,” ujar Kapolri kepada Kompas.com, Jumat (21/2/2025).

Listyo Sigit mengatakan, terdapat miskomunikasi terkait hal-hal yang berujung pada penghapusan lagu “Bayar, Bayar, Bayar” dan permintaan maaf Sukatani kepada dirinya.

Hanya saja, Listyo tidak menjawab saat ditanya perihal miskomunikasi apa yang terjadi. Sigit hanya menyebut bahwa kini segalanya telah diluruskan.

“Mungkin ada miss, namun sudah diluruskan,” kata Listyo Sigit.

Listyo juga menyebut, institusi kepolisian tidak antikritik

“Polri tidak antikritik. Kritik sebagai masukkan untuk evaluasi dalam menerima kritik tentunya kita harus legowo dan yang penting ada perbaikan,” ungkap Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (9/1/2025).(Sumber)