Pesimis. Lebih menonjolkan pencitraan bahwa rezim ini pro anti korupsi. Bukti koruptor dikejar sampai antartika. Padahal mafia minyak sudah berlangsung belasan tahun. Selesai di bawah meja! Bukan rahasia umum cincai diantara penguasa, mafia minyak dan aparat penegak hukum. Pertamina tetap saja jadi “sapi perahan”.
Sebenarnya nama mafia minyak sudah terungkap sejak 2015 silam dalam skandal papa minta saham yang melibatkan Ketua DPR RI ketika itu, Setya Novanto. Tapi nama tersebut hingga hari ini tidak tersentuh hukum.
Siapapun tahu sejak dulu Pertamina menjadi bahan bancakan banyak pihak. Dari mafia minyak, internal Pertamina hingga rezim yang sedang berkuasa. Kongkalikong elit politik, penguasa dan pengusaha.
Selalu saja upaya menyelamatkan uang rakyat kandas oleh persekongkolan aparat penegak hukum, mafia minyak dan penguasa. Uang Pertamina ratusan triliun rupiah yang dikorupsi secara bersama-sama itu sudah lebih dari cukup untuk membiayai pendidikan gratis dari SD hingga perguruan tinggi, kesehatan gratis bagi rakyat dan penyediaan perumahan murah berkualitas bagi rakyat.
Uang korupsi dari skandal Pertami yang baru diungkap dan semoga tidak hanya sekadar pencitraan tapi benar-benar untuk menyelamatkan uang rakyat yang menjadi bancakan trio minyak (mafia, Pertamina dan penguasa).
Terus terang penulis khawatir skandal Pertamina senilai Rp. 193,7 triliun bakal menguap. Bagi rata internal penguasa. Diselesaikan di bawah meja dengan kompensasi nilai rupiah yang amat fantastis.
Berkaca dari kasus korupsi tata niaga timah, Harvey Moeis yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp. 300 triliun. Cuma divonis 20 tahun di Pengadilan Tinggi Jakarta dan uang pengganti Rp 420 miliar. Tidak sampai 1,5 persen dari kerugian negara sebesar Rp. 300 triliun. Benar-benar tidak adil!
Sebelumnya di pengadilan tingkat pertama Harvey Moeis hanya dihukum 6,5 tahun. Uang pengganti Rp. 210 miliar. Miris. Publik protes. Korupsi ratusan triliun hanya mengganti Rp 210 miliar.
Belum nanti Harvey Moeis melakukan upaya hukum di Mahkamah Agung. Tidak menutup kemungkinan putusan Mahkamah Agung melukai hati rakyat Indonesia. Dihukum ringan seperti vonis pengadilan tingkat pertama.
Keraguan penegakan hukum secara adil dalam memberantas mafia minyak dan mafia-mafia lainnya akan berakhir dibawah meja. Tetap saja uang dan kekuasaan menjadi segalanya.
Penegakan hukum tebang pilih dan pilih tebang tidak menutup kemungkinan menimbulkan reaksi kemarahan rakyat. Rakyat bertindak sendiri seperti rakyat Bangladesh yang membakar kediaman Perdana Menteri Bangladesh terguling, Sheikh Hasina.
Apakah kita menginginkan Indonesia seperti Bangladesh? Rakyat membakar rumah mantan presiden yang telah membuat Indonesia Gelap? Korupsi menggila dan merajalela. Jangan dikira rakyat bodoh. Kesabaran rakyat ada batasnya.
Bandung, 29 Rajab 1446/28 Februari 2024
Tarmidzi Yusuf, Kolumnis