Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga 6 persen yang disusul ambruknya mata uang Garuda terhadap dolar AS (US$), bisa jadi merupakan respons pelaku pasar terhadap dinamika politik.
Khususnya terkait pengesahan RUU TNI yang kental menhidupkan embali dwifunsgi TNI.
“Pelemahan kurs lebih terkait pengesahan revisi UU TNI karena menimbulkan kekhawatiran masa depan daya saing Indonesia dan kapasitas fiskal Indonesia menurun,” ujar Bhima kepada Inilah.com, Jakarta, Kamis (20/3/2025).
Selain itu, kata Bhima, pasar sektor keuangan, saat ini, dilanda galau yang cukup serius terhadap kondisi finansial Indonesia. Di mana, penerimaan pajak mengalami penurunan di awal tahun. Ditambah lagi posisi utang pemerintah yang terus melonjak.
“Situasi APBN yang mengkhawatirkan karena pendapatan pajak turun, belanja negara kena efisiensi yang tidak tepat sasaran, beban utang naik terakumulasi dengan ketidakpercayaan terhadap kebijakan pemerintah,” kata Bhima.
Di sisi lain, lanjut Bima, faktor lain terkait pelemahan daya beli yang terkonfirmasi dari data impor barang konsumsi yang turun jelang Ramadan hingga menjelang Lebaran, sulit dipungkiri.
“Penjualan kendaraan bermotor, jumlah simpanan perorangan turun, hingga PHK massal di sektor padat karya,” tutur Bhima.
Asal tahu saja, nilai tukar rupiah terhadap mata uang negeri Uncle Sam, merosot menjadi Rp16.531 pada Rabu (19/3/2025). Namun kini kembali menguat 0,28 persen ke posisi Rp16.485/US$.
Sehari sebelumnya (Selasa, 19/3/2025), IHSG ambrol 395,87 poin atau 6,12 persen ke posisi 6.076,08. Sementara indeks LQ45 menurun 38,27 poin atau 5,25 persen ke angka 691,08. Hari ini menguat 70,01 poin atau setara 1,11 persen ke level 6.381,67.
Entah besok apakah rupiah dan IHSG masih sakti? Atau kembali ‘ndelosor’ ke level yang semakin mengkhawatirkan? Karena DPR telah mengesahkan UU TNI yang dikhawatirkan pelaku pasar. Mudah-mudahan tidak.(Sumber)