Kemenag Ambil Alih Wewenang Sertifikasi Halal Dari MUI

Sertifikasi halal kini tidak lagi menjadi kewenangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), tetapi Kementerian Agama (Kemenag) melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Sertifikasi juga tidak lagi bersifat sukarela namun wajib karena sudah diatur melalui peraturan perundangan.

“Kalau selama ini sifatnya voluntary (sukarela), dan itu dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia saja, nah, sekarang ini mandatory (wajib) karena sudah diatur oleh UU, dan dilakukan oleh negara melalui BPJPH,” kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu, 16 Oktober 2019.

Meskipun sudah di bawah Kemenag, Lukman meyakinkan bahwa MUI masih punya peran terkait kehalalan suatu produk. “Jadi fatwa kehalalan itu masih menjadi kewenangan Majelis Ulama Indonesia.”

Kemenag menetapkan tahap proses sertifikasi halal produk makanan dan minuman sejak 17 Oktober 2019 sampai 17 Oktober 2024. Seluruh tahapan proses sertifikasi dibagi dalam lima tahapan.

Pertama, pelaku usaha mendaftarkan diri dengan melampirkan sejumlah persyaratan. Kedua, BPJPH akan meneliti seluruh persyaratan-persyaratan yang diajukan oleh pelaku usaha.

Tahap berikutnya, pelaku usaha akan menentukan lembaga pemeriksa halal untuk memeriksa produk-produk yang dijual atau makanan dan minuman yang dijualnya itu.

“Lalu LPH akan melakukan pemeriksaan barang itu, hasilnya nanti akan diserahkan kepada Majelis Ulama Indonesia sebagai lembaga yang akan memberikan fatwa kehalalan sebuah produk,” ujar Lukman.

Terakhir, pada tahapan kelima, dari hasil fatwa MUI lalu kemudian akan dibawa kembali ke BPJPH. Di BPJPH inilah baru dikeluarkan sertifikasi halal bagi produk makanan dan minuman atau produk di luar itu. [Vivanews]