Pernyataan Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro yang menyebut belum ada kerugian negara secara riil dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen terkait pagar laut di Desa Kohod, Tangerang, menuai sorotan tajam.
Ahmad Khozinudin, S.H., Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR), menilai pernyataan tersebut cenderung membela kepentingan korporasi besar. “Ini Bareskrim penegak hukum atau pengacara Aguan?” ujar Khozinudin dalam keterangannya kepada Radar Aktual, Selasa (15/4).
Menurutnya, dalih Bareskrim yang mengacu pada Putusan MK No 25/PUU-XIV/2016 soal perlunya kerugian negara yang nyata tidak seharusnya dijadikan alasan untuk menunda penegakan hukum. Khozinudin mempertanyakan apakah Bareskrim sudah meminta audit kepada BPK atau BPKP dalam kasus ini.
Padahal, menurutnya, kerugian negara sudah bisa dilihat dari fakta-fakta yang ada. Pertama, adanya penerbitan dokumen palsu oleh Kades Kohod Arsin dkk yang menyebabkan terbitnya 263 SHGB dan 17 SHM di wilayah laut. Kedua, dua anak usaha Agung Sedayu Group — PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa — diuntungkan karena menguasai ratusan bidang SHGB dari wilayah tersebut. Ketiga, negara dirugikan karena wilayah laut yang seharusnya milik publik dialihkan menjadi hak milik swasta.
“Cara menghitung kerugian negara pun sederhana. Kalikan luas wilayah laut yang disertifikasi dengan NJOP atau harga pasar. Tinggal minta audit BPK, beres,” jelas Khozinudin.
Ia juga menegaskan bahwa bukan hanya Pasal 2 dan 3 UU Tipikor yang relevan, tapi juga pasal gratifikasi seperti Pasal 12B dan 12C. “Mustahil Arsin tidak menerima suap. Yang harus dikejar bukan rakyat biasa, tapi dua anak usaha Agung Sedayu Group yang paling diuntungkan dari pemalsuan ini.”
Khozinudin menyimpulkan bahwa anak usaha Agung Sedayu Group tidak dapat berlindung di balik status sebagai pembeli beritikad baik, karena mereka mengetahui bahwa lahan yang dibeli berada di wilayah laut.
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa skema ini rawan disalahgunakan lewat dalih reklamasi, memanfaatkan Pasal 66 PP No 18 Tahun 2021.
“Jika aparat penegak hukum justru melemahkan penyidikan dengan opini bahwa tidak ada unsur korupsi tanpa audit, patut dipertanyakan siapa yang sebenarnya dibela. Negara dan rakyat, atau Aguan?” tutupnya.