Setiap tanggal 21 April, Indonesia merayakan Hari Kartini sebagai simbol semangat perempuan untuk terus belajar dan memberdayakan diri. Di era teknologi yang kini menjadi bahasa universal, perempuan Indonesia menunjukkan kiprahnya dalam dunia inovasi digital, membawa semangat Kartini ke panggung global.
Dua di antaranya adalah Indri Ramadhanti dan Sherly Pangestu, yang berhasil meraih gelar Distinguished Winner dalam Swift Student Challenge 2025, kompetisi bergengsi yang diselenggarakan Apple untuk coder muda di seluruh dunia.
Indri Ramadhanti – Memoire, Menjaga Kenangan dengan Teknologi
Indri Ramadhanti mencuri perhatian dengan aplikasi playground berjudul Memoire. Terinspirasi dari pengalaman pribadinya bersama nenek yang mulai kehilangan ingatan, Memoire dirancang untuk melatih kemampuan otak dalam menyimpan dan mengingat momen berharga.
Aplikasi ini memungkinkan pengguna menyimpan cerita, foto, suara, dan kenangan dalam format digital yang mudah diakses, dilengkapi fitur interaktif seperti kuis memori dan latihan visual.
“Saya ingin membantu orang, terutama lansia, tetap dekat dengan masa lalu mereka, agar kenangan indah tidak hilang,” ujar perempuan 24 tahun yang memiliki kedekatan khusus dengan sang nenek.
Ini adalah kali pertama Indri mengikuti Swift Student Challenge. Kini, ia memulai karier sebagai software engineer di sebuah perusahaan ternama di Jepang.
Dengan misi menciptakan teknologi bermakna, Indri berharap dapat mengembangkan Memoire untuk mendukung penderita demensia dan keluarga mereka dalam menjaga hubungan emosional.
Sementara itu, Sherly Pangestu, 22 tahun, menghadirkan Plant Heroes, aplikasi edukasi yang mengajak anak-anak belajar tentang siklus hidup tanaman dan kaitannya dengan perkembangan manusia. Dengan visual ceria, permainan interaktif, dan cerita edukatif, Plant Heroes memperkenalkan konsep perawatan diri dan kepedulian lingkungan secara menyenangkan.
“Belajar tidak harus membosankan. Saya ingin anak-anak tahu bahwa mereka bisa tumbuh kuat, seperti pohon yang dirawat baik,” ungkap Sherly.
Minat Sherly pada teknologi tumbuh sejak kecil. Ia belajar coding secara otodidak sebelum menempuh pendidikan IT di universitas dan bergabung dengan Apple Developer Academy di Jakarta pada 2024.
Siswa Developer Academy
Sebelumnya, bersama timnya di akademi, Sherly mengembangkan Chamelure, aplikasi terapi di rumah untuk anak-anak dengan Amblyopia (mata malas). Pencapaian di Swift Student Challenge ini menjadi langkah awal bagi Sherly untuk terus menciptakan solusi teknologi yang mendukung aksesibilitas dan kesehatan.
Keberhasilan Indri dan Sherly dalam Swift Student Challenge 2025 bukan hanya prestasi pribadi, tetapi juga cerminan semangat Kartini di era digital. Mereka membuktikan bahwa perempuan Indonesia mampu bersaing di panggung global, menghasilkan inovasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga penuh empati dan berdampak positif.
Melalui Memoire dan Plant Heroes, keduanya mengajarkan bahwa teknologi dapat menjadi jembatan untuk menjaga kenangan, mendidik generasi muda, dan menciptakan dunia yang lebih inklusif.
Sedikit informasi Swift Student Challenge dari Apple telah memberikan kesempatan kepada ribuan siswa di seluruh dunia untuk menunjukkan kreativitas mereka dan membangun keterampilan di dunia nyata.
Tantangan ini memberdayakan siswa untuk bergabung dengan komunitas pengembang global yang menggunakan Swift—bahasa pemrograman yang sama yang digunakan oleh para profesional—untuk menciptakan gelombang aplikasi inovatif berikutnya.
Apple memberikan penghargaan kepada total 350 pemenang Swift Student Challenge yang pengajuannya menunjukkan keunggulan dalam inovasi, kreativitas, dampak sosial, atau inklusivitas.
Dari kelompok tersebut, 50 Distinguished Winner dari seluruh dunia, termasuk Indri dan Sherly, menerima pengakuan tambahan atas karya mereka yang luar biasa. Para Distinguished Winner diundang langsung ke Apple Park, yang mencakup program khusus dan acara di Worldwide Developers Conference (WWDC) pada Juni mendatang.(Sumber)