Kejaksaan Agung (Kejagung) telah merampungkan pemeriksaan terhadap Terpidana mantan Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan sebagai saksi kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produk kilang pada PT Pertamina, Sub Holding, dan KKKS pada 2018-2023.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, disebutkan Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar bahwa Karen diduga telah meneken kontrak kerja sama dengan PT Orbit Terminal Merak (OTM).
Di mana PT OTM merupakan perusahaan milik Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) yang merupakan anak saudagar minyak Riza Chalid. MKAR adalah tersangka dalam perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang.
“Di 2014 itu, yang bersangkutan (Karen) memberikan persetujuan terhadap kontrak yang berlangsung selama kalau nggak salah 10 tahun, terhadap kontrak storage,” ujar Harli kepada wartawan di Kejagung, Rabu (23/4/2025).
Meski demikian, Harli mengakui kalau keterangan itu masih perlu didalami penyidik. Dengan menggali peran Karen pada perkara dugaan korupsi tata kelola minyak dan produk kilang tersebut.
Oleh sebab itu, Harli tidak ingin berandai-andai soal Karen bakal diperkarakan pada kasus ini. Sebab, pembuktian untuk pihak-pihak yang bertanggungjawab bakal bergantung penyidik.
“Iya, semua itu berpulang bagaimana fakta hukumnya. Tapi bahwa penyidik melakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan untuk memperkuat ya, peran-peran dari para tersangka ini,” ujar dia.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan sebagai saksi kasus dugaan korupsi tata kelola minyak dan produk kilang pada PT Pertamina, Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada 2018-2023.
“Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) memeriksa KA selaku Direktur Utama Pertamina periode 2009 – 2014,” kata Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar dalam keteranganya, Rabu (23/4/2025).
Sekedar informasi, jika Karen adalah terpidana kasus korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina pada tahun 2011 – 2021 yang diusut KPK. Ia pun divonis 13 tahun penjara dan denda Rp 650 juta dalam putusan kasasi pada Februari 2025.
Pemeriksaan kepada Karen juga dilakukan terhadap saksi lainnya diantaranya, GI selaku Advisor to CPO PT Berau Coal, AW selaku Assistant Manager Procurement Department PT Pamapersada Nusantara Group, RS selaku Analist Product ISC Pertamina.
Kemudian, AF selaku Assistant Operation Risk Division BRI, dab BP selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dana Kompensasi atas Kekurangan Penerimaan Badan Usaha Akibat Kebijakan Penetapan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak tahun 2021 Kementerian Keuangan.
“Para saksi tersebut diperiksa terkait untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara atas nama tersangka YF dan kawan-kawan,” jelas Harli.
Duduk Perkara Kasus
Adapun total saat ini telah ada sembilan tersangka dengan bertambahnya dua pejabat Pertamina Patra Niaga yakni Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga Maya Kusmaya dan Commodity Trader Edward Corne.
Kemudian untuk tersangka sebelumnya yakni Riva Siahaan selaku Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina Patra Niaga, dan Yoki Firnandi selaku Dirut PT Pertamina International Shipping.
Sani Dinar Saifuddin selaku Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono selaku Vice President Feedstock Manajemen PT Kilang Pertamina Internasional.
Lalu, MKAN selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan DRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Mera.
Sedangkan duduk perkara kasus ini bermula dari PT Pertamina Patra Niaga yang mengimpor minyak Ron 90 atau sejenis pertalite. Namun, diolah sedemikian rupa menjadi Ron 92 atau pertamax.
Semua minyak itu dipesan dengan mengimpor minyak mentah melalui PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga dengan melibatkan DMUT/Broker.
Padahal saat itu Pertamina diwajibkan mencari pasokan minyak bumi dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor. Sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Permen ESDM Nomor 42 Tahun 2018.
Adapun untuk para tersangka telah dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Atas dugaan perbuatan melawan hukum yang telah mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp193,7 triliun. (Sumber)