Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Ahmad Yohan menyebut nelayan Indonesia telah memiliki payung hukum yang sangat kuat terkait perlindungan dan pemberdayaan.
Perlindungan dan pemberdayaan itu termaktub dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam.
Menindaklanjuti undang-undang tersebut, kata Yohan, sudah banyak langkah yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah, baik itu dalam bentuk kebijakan, program, maupun anggaran agar nelayan semakin terlindungi dan berdaya.
“Upaya-upaya tersebut juga didukung langkah-langkah yang secara paralel dilakukan para pemangku kepentingan termasuk HNSI,” kata Yohan melalui keterangan yang diterima wartawan, Jakarta, Senin, 28 April 2025.
Wakil Ketua Komisi IV DPR itu bahkan mengatakan saat ini Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada 27 Maret 2025 menjadi momentum merealisasikan upaya perlindungan dan pemberdayaan nelayan.
“Kita tau persis, sesuai amanat Undang-Undang Perlindungan Nelayan, salah satu strategi pemberdayaan nelayan adalah penguatan kelembagaan dan kemitraan usaha. Saya kira, terbitnya Inpres 9 tentang Koperasi Desa/Keluarahan Merah Putih (KDMP), menjadi milestone berikutnya yang wajib kita optimalkan untuk semakin meningkatkan taraf hidup nelayan kita,” tegas Yohan.
Hal yang sama disampaikan Wakil Ketua Umum DPP HNSI Agus Suherman. Dia menambahkan dalam mendukung pelaksanaan Inpres Nomor 9 Tahun 2025 pihaknya sedang melakukan konsolidasi secara menyeluruh terkait identifikasi dan pemetaan desa di sektor perikanan dengan melibatkan seluruh perangkat yang dimiliki HNSI, mulai dari DPP sampai pengurus kabupaten/kota.
“Koperasi adalah soko guru perekonomian rakyat. Jadi inisiatif Bapak Presiden dengan KDMP tentunya harus dimanfaatkan sebagai momentum penguatan ekonomi rakyat. Di sektor perikanan, nelayan kecil harus menjadi prioritas utama, yaitu nelayan buruh atau nelayan yang memiliki kapal perikanan berukuran di bawah 5 gross tonase,” ujar Agus.
Agar tujuan besar itu mendapat hasil yang optimal, kata Agus, proses teknis dan dukungan aspirasi dari bawah memegang tahapan yang sangat krusial.
“Ada istilah ‘the devil is in the details’. Artinya turunan teknis memegang peranan kunci untuk kesuksesan sebuah kebijakan. Perlu ditanya dan dijaring betul, apa yang diinginkan nelayan kita, dan bagaimana strategi mengembangkannya,” kata Agus.
Terlebih, kata Agus, target pemerintah untuk Koperasi Merah Putih ini cukup besar, yaitu sebanyak 80.000 koperasi.
“Selanjutnya menurut rilis Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), khusus untuk sektor kelautan dan perikanan setidaknya akan disinergikan 20.000 kelompok usaha di sektor kelautan dan perikanan yang sudah ada menjadi 2.000 calon KDMP baru. Ini adalah sebuah pekerjaan kolosal,” tegas Agus.
Oleh karena itu, Agus kembali menegaskan HNSI siap bermitra dengan pemerintah khususnya dengan KKP serta kementerian/lembaga terkait dan pemerintah daerah untuk mendukung pelaksaan program Koperasi Desa Merah Putih ini.
“HNSI akan membantu menyerap seluruh aspirasi nelayan di seluruh desa pesisir kita. Insya Allah dengan kolaborasi dan kerja sama yang baik, niat mulia ini dapat mewujudkan tujuannya,” tegas Suherman. (Sumber)