News  

Pekerja Informal dan Orang Miskin Lebih Pilih Beli Beras Daripada Bayar Iuran BPJS

Ombudsman Republik Indonesia (RI) ikut mendorong pelaksanaan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2021 dan Inpres Nomor 8 Tahun 2025 tentang Optimalisasi Pengentasan Kemiskinan Ekstrem. Dalam hal ini lembaga pengawas penyelenggaraan pelayanan publik menyarankan pemerintah untuk meningkatkan kepersertaan BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja informal.

Pimpinan Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, mengatakan jumlah pekerja bukan penerima upah (PBPU) alias pekerja informal di Indonesia saat ini mencapai 88,17 juta orang. Namun dari jumlah itu baru sekitar 10 juta pekerja yang sudah terlindungi BPJS Ketenagakerjaan.

“Kurang lebih 45 juta sekian itu adalah peserta Jamsosnaker atau BPJS Ketenagakerjaan. Kurang lebih 35 jutanya itu pekerja formal, hanya 10 jutanya pekerja informal dan itu masih sangat jauh,” kata Robert dalam Diskusi Publik Kepersertaan BPJS Ketenagakerjaan bagi Pekerja Informal di Kantor Ombudsman, Rabu (7/5/2025).

Menurutnya salah satu penyebab rendahnya angka peserta BPJS Ketenagakerjaan dari sektor pekerja informal adalah kurangnya sumber pembiayaan iuran kepersertaan terutama bagi mereka masyarakat miskin dan miskin ekstrem.

“Khusus untuk kalau kita berbicara tentang segmen pekerja informal, lebih-lebih pekerja informal yang miskin dan miskin ekstrem, perluasan kepersertaan ini mensyaratkan satu hal, perluasan sumber pembiayaan. Jadi perluasan kepersertaan mensyaratkan sumber pembiayaan,” ucapnya.

Robert menjelaskan untuk pekerja informal dari kelompok miskin dan miskin ekstrem, banyak di antara mereka yang lebih memilih untuk menggunakan sedikit uang yang mereka miliki untuk membeli kebutuhan pokok daripada membayarkan iuran.

“Mereka yang sanggup, dia membayar sendiri, ini peserta mandiri. Bayar Rp 16.800 untuk JKK dan JKN, paling tidak kan dua itu. Kita mendorong sesungguhnya para petani dan nelayan itu bisa menjadi peserta mandiri,” terangnya

“Tapi mereka sampaikan bapak/ibu sekalian, ‘Rp 16.800 buat bapak itu mungkin dianggap kecil per bulan, tapi pak uang segini kalau kami beli beras sudah bisa 1,5 kg.’ Buat dia mending beli beras 1-1,5 kg itu ketimbang bayar sesuatu yang dia ‘membeli risiko’ sewaktu-waktu yang belum tentu akan dia peroleh secara pasti,” ucap Robert lagi.

Untuk itu ia berharap pemerintah baik pusat maupun daerah hingga para pengurus BPJS Ketenagakerjaan sendiri dapat memperluas sumber pendanaan di luar kepersertaan mandiri untuk menjangkau pekerja informal khususnya untuk pekerja miskin dan miskin ekstrem.

Ia mencontohkan pemerintah pusat atau pemerintah daerah dapat menggunakan APBN/APBD untuk membayarkan iuran kepersertaan para pekerja miskin/miskin ekstrem. Atau bisa juga pemerintah menggandeng sektor swasta untuk ikut membiayai kepersertaan pekerja dari CSR.

“Kita berharap bapak/ibu di BPJS maupun di pemerintah melihat ini sebagai pemenuhan tanggung jawab, buka bagian dari aksi karitatif, buka bagian dari sesuatu yang seolah belas kasihan kepada yang miskin,” tegasnya.(Sumber)