Inisiatif Belt and Road yang selama ini dikenal sebagai program infrastruktur lintas kawasan, kini menjadi panduan penting bagi langkah-langkah berkelanjutan antara Indonesia dan China, terutama dalam pengembangan ekonomi lokal dan pembangunan yang inklusif. Hal ini disampaikan Presiden Yayasan United in Diversity (UID), Tantowi Yahya, dalam pidatonya pada Inaugural Global Business Summit on Belt and Road Infrastructure Investment for Better Business Better World and Sustainable Development Goals, yang digelar di Jakarta, Minggu (25/5/2025).
Di hadapan para pemimpin dunia bisnis, pemerintahan, dan organisasi masyarakat sipil, Tantowi menekankan bahwa inisiatif Belt and Road dapat menjadi kekuatan penyatu lintas kawasan dan lintas aspirasi jika dijalankan dengan integritas dan berlandaskan prinsip keberlanjutan.
“Di seluruh dunia, kita menghadapi tantangan besar seperti perubahan iklim, ketimpangan sosial, dan merosotnya kepercayaan publik terhadap institusi. Dalam konteks inilah, kerja sama Belt and Road bisa menjadi jembatan, bukan hanya antarwilayah, tetapi antara kemanusiaan dan tujuan,” ujar Tantowi.
President United in Diversity Foundation, Duta Besar Indonesia untuk Pasifik Tantowi Yahya saat acara Tri Hita Karana Inaugural Global Bussines Summit on Belt and Road Infrastructure, di Jakarta, Minggu (25/5/2025). Foto: Investortrust/Mohammad Defrizal
bahwa dalam menghadapi ketidakpastian global seperti sekarang, termasuk krisis iklim dan sosial, maka rasa percaya (trust) dan kolaborasi menjadi kunci utama. “Kami yakin bahwa bahwa rasa percaya (trust) merupakan fondasi bagi masa depan. Tanpa trust, tidak ada kerja sama. Tanpa kerja sama, tidak ada pembangunan yang berkelanjutan.”
Dalam sambutannya, Tantowi juga memperkenalkan misi utama UID yang menjembatani kolaborasi antara bisnis, pemerintah, dan masyarakat sipil untuk menyelesaikan tantangan-tantangan global yang mendesak. Ia menekankan pentingnya filosofi lokal sebagai bagian dari solusi global, dengan menyebut penghargaan Prihitakarana, prinsip asal Bali yang mengedepankan harmoni antara manusia, planet, dan semangat.
“Prinsip ini bukan hanya berkelanjutan secara budaya, tetapi juga secara global. Ini menjadi panduan kami dalam menghubungkan finansial, inovasi, dan pertumbuhan ekonomi dengan kesejahteraan dunia,” jelasnya.
Sebagai langkah konkret, summit tersebut juga menampilkan laporan landmark dari UMGC Action Platform, yang menunjukkan bagaimana transisi keuangan dapat membantu industri tradisional berkembang secara berkelanjutan. Salah satu contoh nyata adalah keterlibatan Belt and Road Initiative (BRI) dalam mendukung proyek-proyek ekonomi daerah yang inklusif dan ramah lingkungan.
“Kami menunjukkan sembilan proyek pilot SDG yang menginspirasi Belt and Road Initiative (BRI), mulai dari inovasi karbon rendah, pendidikan digital, hingga pembangunan ekonomi daerah dan kampung inklusif,” kata Tantowi.
Lebih jauh, ia menekankan pentingnya memaknai infrastruktur bukan sekadar bangunan fisik, tetapi sebagai bentuk koneksi antarmanusia dan antarwilayah. “Jalan yang lebih baik akan membawa lebih banyak orang pada kesempatan. Jembatan yang lebih baik akan membawa lebih banyak suara ke dalam pengambilan keputusan,” ujarnya.
Tantowi mengakhiri sambutannya dengan seruan agar forum tersebut tak sekadar menjadi acara seremonial, tetapi sebuah gerakan global untuk membangun sistem berdasarkan kepercayaan, mewujudkan harapan, dan berinvestasi pada masa depan yang inklusif.
“Terima kasih banyak telah berjalan bersama di jalur ini, untuk bisnis yang lebih baik, pekerjaan yang lebih baik, dan kemanusiaan yang lebih baik,” tutupnya. (Sumber)